Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.
Lihat juga: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Kajian Tentang Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal
Menit ke-2:53 Bismillahirrahmanirrahim.. Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam Semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga kepada keluarganya dan seluruh sahabatnya.
Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, setelah mualif (pengarang kitab ini) menjelaskan tentang hal-hal yang wajib untuk dipelajari oleh setiap muslim dan muslimah, yaitu ilmu, amal, berdakwah dan bersabar, kemudian beliau menjelaskan dalil dari empat hal tersebut dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling berwasiat untuk menetapi kebenaran dan saling berwasiat untuk menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr[103]: 1-3)
Kemudian pengarang kitab ini Rahimahullah menutup pembahasan ini dengan penjelasan tentang kedudukan ilmu yang sangat besar dan sangat tinggi. Dan wajib bagi setiap muslim untuk memulai belajar sebelum ia berkata dan berbuat. Karena perkataan seseorang apabila tidak dibangun diatas ilmu, maka perkataan tersebut tidak akan benar. Juga satu amalan yang tidak dibangun diatas ilmu maka tidak akan menjadi amal yang shalih. Sebagaimana seseorang tidak akan dapat membedakan antara perkataan yang benar dan perkataan yang tidak benar, antara amal yang shalih dan amal yang tidak shalih kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu ilmu harus didahulukan dari perkataan dan perbuatan.
Seorang muslim wajib untuk berilmu sebelum ia melakukan kewajiban-kewajiban yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepadanya. Semua dzikir, doa dan ibadah-ibadah yang lain harus dimulai dengan ilmu dan dibangun diatas ilmu. Karena ibadah-ibadah yang kita kerjakan tidak akan baik dan tidak akan sah kecuali apabila mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Oleh karena itu pengarang kitab ini menyebutkan perkataan Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah, yaitu:
باب العلم قبل القول والعمل
“Bab berilmu sebelum berkata dan berbuat.”
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ…
“Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad[47]: 19)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan ilmu sebelum berkata dan berbuat dalam ayat ini.
Oleh karena itu para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ilmu harus selalu didahulukan. Dan yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu yang wajib. Karena ilmu itu ada dua macam; ilmu yang wajib dan ilmu yang dianjurkan.
Menit ke-9:08 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Ilmu juga terbagi menjadi dua macam; yaitu ilmu yang ‘ain dan ilmu yang kifayah, ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan ilmu yang tidak wajib dipelajari oleh setiap muslim. Karena ilmu kifayah maksudnya apabila sebagian telah melaksanakan dan telah cukup, maka yang lain tidak wajib untuk mempelajarinya. Dan apabila semuanya tidak ada yang mempelajari ilmu tersebut, maka semuanya akan mendapatkan dosa.
Maka, dari sini kita mengetahui bahwasanya ilmu yang fardhu ‘ain (wajib dipelajari) oleh setiap muslim ini didahulukan dari perkataan dan didahulukan dari perbuatan. Dan seseorang tidak akan mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak akan mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama kecuali apabila ia mempunyai ilmu atas apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan. Dan seseorang tidak akan mampu untuk melaksanakan ibadah dengan sempurna kecuali apabila dia mengetahui tata cara ibadah-ibadah tersebut.
Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari perkara-perkara yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ilmu sebelum berkata dan berbuat
Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah dalam kitab shahihnya, beliau menyebutkan satu bab باب العلم قبل القول والعمل (ilmu sebelum berkata dan berbuat). Maksudnya adalah ilmu didahulukan dari perkataan dan perbuatan. Dan ibadah-ibadah yang dilakukan seseorang apabila tidak dibangun diatas ilmu, maka ia akan terjatuh pada berbagai macam kebodohan, kebid’ahan dan kesesatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menurunkan dalil atas perbuatan tersebut.
‘Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah pernah berkata:
من عبد الله بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ilmu, maka dia akan merusak lebih banyak daripada memperbaiki.”
Oleh karena itu ilmu didahulukan dari segala sesuatu. Dan kita mengetahui bahwasanya fiqih Imam Bukhari diambil dari bab-bab yang dia sebutkan dalam kitabnya. Ketika Imam Al-Bukhari Rahimahullah menetapkan perkara ini, beliau berdalil dengan ayat yang mulia yang disebutkan dalam surat Muhammad, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ ﴿١٩﴾
“Ketahuilah, bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu dan minta ampunlah untuk kaum mukminin dan mukminat. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang kalian kerjakan di siang hari dan di malam hari.” (QS. Muhammad[47]: 19)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan ilmu. Juga Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyebutkan dalam konteks lain akan tetapi sesuai dengan apa yang kita sebutkan pada hari ini, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau naik ke atas bukit Shafa, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
“Kita mulai dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mulai dahulukan.”
Kemudian beliau membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالمَرْوَةَ …
“Sesungguhnya Shafa dan Marwa...”
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini memulai dengan menyebutkan الصَّفَا, oleh karena itu kita pun memulai sa’i dari Shafa. Karena ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan sesuatu, hal tersebut menunjukkan pentingnya sesuatu tersebut. Dan kita perhatikan dalam ayat yang kita bacakan tadi, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ilmu kemudian menyebutkan perkataan dan menyebutkan perbuatan. Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاعْلَمْ…
“Ketahuilah.” dan setelahnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perbuatan. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan ilmu sebelum perkataan, yaitu ibadah yang diucapkan.
Maka dari sini kita ketahui bahwasanya ilmu itu harus didahulukan dari ibadah-ibadah seperti mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, istighfar, berdzikir, memuji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbagai macam bentuk dzikir yang lain harus dibangun diatas ilmu.
Menit ke-17:10 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Oleh karena itu kita mengetahui bahwasanya barangsiapa yang melakukan amalan-amalan dan dzikir-dzikir tanpa ilmu, maka ia tentu akan terjatuh dalam berbagai macam kebid’ahan. Dan dia akan terjatuh dalam berbagai macam kesesatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menurunkan dalil atas perbuatan-perbuatan tersebut. Maka di sini ilmu harus didahulukan.
Dan banyak sekali nash-nash dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kita dan menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu serta besarnya pahala dan ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang yang berilmu.
Dalam hadits yang shahih, dari hadits Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
منْ سَلَكَ طَريقًا يَبْتَغِي فِيهِ علْمًا سهَّل اللَّه لَه طَريقًا إِلَى الجنةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan yang ia mencari ilmu pada jalan tersebut, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan jalannya menuju surga.”
وَإنَّ الملائِكَةَ لَتَضَعُ أجْنِحَتَهَا لِطالب الْعِلْمِ رِضًا بِما يَصْنَعُ
“Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya untuk seorang penuntut ilmu karena ridha dengan apa yang ia kerjakan.”
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
“Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim dari seorang ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama di malam yang terang benderang dari seluruh bintang-bintang yang lain.”
وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَـسْـتَغْـفِـرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَـا وَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الْحِـيْتَـانُ فِي الْمَـاءِ
“Dan sesungguhnya seorang alim akan dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.”
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi.”
وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud)
Dalam awal hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan yang ia mencari ilmu pada jalan tersebut, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan jalannya menuju surga.” Karena ilmu inilah yang akan membuka jalan seseorang menuju surga yang penuh kenikmatan. Dan kita mengetahui bahwasanya surga tidak akan didapatkan kecuali dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala juga setelah seorang beriman dan beramal shalih. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman.” (HR. Bukhari)
Dan bagaimana cara seseorang mengetahui keimanan dan pokok-pokok keimanan tanpa ilmu? Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada Nabinya ‘Alaihish Shalatu was Salam dan dalam Al-Qur’an:
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَـٰكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا…
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh Al-Qur’an dari Kami. Dahulu engkau tidak mengetahui apa itu kitab dan apa itu iman. Akan tetapi Kami jadikan Al-Qur’an itu sebagai cahaya yang Kami beri petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami.” (QS. Asy-Sura'[42]: 52)
Maka iman itu tidak akan diketahui kecuali dengan ilmu yang merupakan wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan dalam kisah utusan Abdul Qais, ketika mereka berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا نَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ
“Ajarkan kepada kami satu perkataan yang kami beritahukan kepada orang yang di belakang kami dan kami dapat masuk surga dengan hal tersebut.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ
“Aku memerintahkan kalian untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”
هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِهِ
“Apakah kalian tahu apa itu iman kepada Allah?”
Mereka menjawab:
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
“Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.”
Iman itu tidak akan diketahui kecuali dari jalan syariat dan dari jalan wahyu.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, iman itu adalah:
شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْمَغْنَمِ
“Persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan engkau menunaikan seperlima dari rampasan perang.” (HR. Bukhari)
Di sini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan apa itu iman. Maka kita tidak akan mengetahui iman yang benar dan aqidah-aqidah yang benar dan amal-amal yang benar kecuali dengan ilmu.
Menit ke-25:09 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Di sini kita ketahui bahwasanya ilmu itu didahulukan dan dengannya kita harus memulai segala perbuatan kita. Dan termasuk kesalahan yang fatal apabila seorang manusia yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah-ibadah yang bermacam-macam, dzikir-dzikir, doa-doa dan dia tidak membangun ibadah tersebut diatas ilmu, diatas wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ﴿١٠٣﴾
“Katakanlah: ‘Maukah aku beritahukan kepada kalian orang-orang yang merugi amalannya?’” (QS. Al-Kahfi[18]: 103)
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ﴿١٠٤﴾
“Yaitu yang mereka sesat usaha-usaha mereka dalam kehidupan dunia dan mereka menyangka bahwasanya mereka telah berbuat kebaikan.” (QS. Al-Kahfi[18]: 104)
Maka seseorang apabila meninggalkan ilmu dan tidak menuntut ilmu, amalan-amalan akan sia-sia dan tidak akan bermanfaat baginya. Karena menuntut ilmu adalah suatu yang wajib. Yang mana apabila suatu ibadah tidak akan sah kecuali dengan mempelajarinya terlebih dahulu, tentu di sini ilmu tersebut wajib untuk dipelajari agar seseorang muslim ketika dia menyembah kepada Allah, ketika ia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia beribadah diatas ilmu dan diatas dalil. Dan ayat yang tadi kita sebutkan jelas dalilnya bahwasanya dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan ilmu kemudian menyebutkan amal.
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutan ilmu dalam firmanNya:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ…
“Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad[47]: 19)
Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan ilmu yang sangat tinggi dan menyebutkan ilmu yang sangat mulia. Karena ilmu yang paling agung yang dipelajari oleh seorang hamba adalah ilmu yang disebutkan dalam ayat ini, dan tidak ada ilmu yang lebih mulia dan lebih agung daripada ilmu yang disebutkan dalam ayat ini. Karena para ulama mengatakan bahwasanya kemuliaan suatu ilmu tergantung kemuliaan apa yang dibahas dalam ilmu tersebut. Dan tidak ada yang lebih mulia dan tidak ada yang lebih agung dari ilmu tauhid. Karena ia adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-hambaNya. Dan manusia tidaklah diciptakan kecuali agar mereka mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)
Juga dengan tauhid ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul dan menurunkan Al-Kitab, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّـهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ…
“Dan Kami telah utus untuk setiap umat seorang Rasul agar mereka menyeru ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan thaghut.” (QS. An-Nahl[16]: 36)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾
“Dan Kami tidaklah mengutus Rasul sebelummu kecuali Kami wahyukan kepadanya agar mereka mendakwahkan bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku (kata Allah Subhanahu wa Ta’ala).” (QS. Al-Anbiya[21]: 25)
Dan ini adalah ilmu yang paling mulia, ilmu yang paling agung secara mutlak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ…
“Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Muhammad[47]: 19)
Lihatlah dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari sahabat ‘Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang meninggal dunia dan ia mengetahui bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Menit ke-31:17 Para pendengar yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia secara mutlak. Dan tidak ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu tauhid. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika menyebutkan cabang-cabang keimanan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memulai dengan tauhid ini, yaitu Laa Ilaaha Illallah. Sebagaimana sabda beliau:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً
“Iman itu ada 70 lebih cabang.”
فَأَعْلاهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله، وأدنْاهَا إِمَاطَةُ الأذى عَنِ الطَّرِيْقِ
“Cabang yang tertinggi adalah perkataan Laa Ilaaha Illallah dan cabang yang terendah adalah menghilangkan gangguan dari jalanan.”
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
“Dan rasa malu adalah cabang dari cabang-cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan rukun-rukun Islam, juga beliau mendahulukan tauhid ini. Sebagaimana sabdanya:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ
“Islam ini dibangun diatas lima perkara,”
شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
“Persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah,”
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
“Dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.”
وَإِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وحج بَيْتِ الله الْحَرَامِ
“Mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah Al-Haram” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah memulai menyebutkan Laa Ilaaha Illallah pada cabang-cabang keimanan. Dan ketika Rasulullah menyebutkan rukun-rukun Islam, juga Rasulullah memulai dengan Laa Ilaaha Illallah. Maka ilmu tauhid atau ilmu tentang Laa Ilaaha Illallah ini harus di dahulukan. Karena ilmu tentang Laa Ilaaha Illallah adalah inti dari segala ilmu dan asas dari segala ilmu. Juga merupakan tiang dan penegak ilmu tersebut. Bahkan Laa Ilaaha Illallah adalah pokok dari agama ini yang dibangun diatasnya segala pokok-pokok yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menjelaskan besarnya kedudukan ilmu ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً…
“Tidakkah kalian melihat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil perumpamaan kalimat thayyibah?” (QS. Ibrahim[14]: 24)
Kalimat thayyibah adalah Laa Ilaaha Illallah, ia adalah kalimat tauhid.
…كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ ﴿٢٤﴾
“Permisalan kalimat thayyibah ini seperti pohon yang baik yang akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit.” (QS. Ibrahim[14]: 24)
Maka aabila Anda ingin mengetahui kedudukan ilmu tauhid, kedudukan ilmu Laa Ilaaha Illallah dari ilmu-ilmu yang lain, maka kedudukannya seperti akar dari pohon-pohon dan pondasi dari bangunan-bangunan. Sebagaimana suatu bangunan tidak akan tegak kecuali dengan tiang-tiangnya dan pohon-pohon tidak akan berdiri kecuali di atas akar-akar yang kuat, maka agama juga tidak akan tegak kecuali dibangun diatas pokok yang agung ini dan dibangun diatas asas yang kuat ini, yaitu pondasi Laa Ilaaha Illallah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ…
“Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Muhammad[47]: 19)
Menit ke-35:32 Kita cukupkan pembahasan kita pada hari ini dan insyaAllah kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya, yaitu kita akan menjelaskan tentang makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّـهُ. Kemudian kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar selalu membimbing kita menuju kebaikan.
Mp3 Kajian Tentang Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal
Podcast: Download (Duration: 43:07 — 9.9MB)
Sumber audio: radiorodja.com
Mari turut menyebarkan catatan kajian “Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar