Hadits Arbain ke-1 : Amal itu Tergantung Niat

Hadits Arbain ke-1 : Amal itu Tergantung Niat

Khutbah Jumat tentang Tamak Terhadap Ilmu
Khutbah Jumat: Bukti Cinta Allah Padamu
Materi 75 – Tawadhu’nya Nabi Kepada Anak Kecil

Tulisan tentang “Hadits Arbain ke-1 : Amal itu Tergantung Niat” ini adalah ringkasan yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. hafizhahullahu ta’ala.

Hadits Arbain ke-1 : Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya

عَنْ أَمِيْرِ المُؤمنِينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رضي الله عنه, قال : سَمِعْتُ رسولَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ : اِنَّمَا الأَعْمَلُ بِالنِّيَّاتِ وَ اِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى, فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ, وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَحِجْرَتُهُ الى مَا هَاجَرَ اِلَيْهِ.

Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsh Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang (berniat) hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang (berniat) hijrah karena dunia yang ingin diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya itu’.”

(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari dan Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam shahih keduanya (HR. Bukhari No. 1 dan HR. Muslim No. 1907) yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah ditulis orang.)

Kandungan Hadits

Amalan itu sah dan dianggap secara syar’i, dan juga akan mendapatkan pahala jika diniatkan dengan niat yang benar (niat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala). Niat adalah sebuah amalan hati, yang fungsinya adalah untuk membedakan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan biasa, dan menentukan untuk siapa ibadah tersebut kita lakukan.

Hadits ini mengajak kita untuk selalu ikhlas dalam setiap ibadah kita. Sebaiknya kita jangan sampai jatuh kepada riya’, jatuh dari mengharapkan pujian dari orang lain, karena hal itu akan merusak amalan ibadah kita.

Macam-macam Riya’ :

1. Riya’ murni

Ada kondisi dimana seseorang beramal sama sekali bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia beramal hanya untuk dunia, hanya untuk mendapat pujian dari manusia. Riya’ semacam ini adalah riya’nya orang-orang munafik. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka lakukan dengan bermalas-malasan. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit saja.” QS. An Nisaa’ (4) : 142

Pada dasarnya, orang-orang munafik tidak pernah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya. Mereka mengucapkan syahadat tapi dalam hatinya mereka tidak beriman. Niat mereka dalam sholatnya adalah hanya agar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat mereka sedang sholat (di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam).

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

لَيْسَ صَلَاةُ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِيْنَ مِنْ صَلَاةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ

“Tidak ada sholat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari sholat shubuh dan sholat ‘isya.” HR. Bukhari No. 657

2. Tercampurnya keikhlasan dengan riya’

Kita harus lihat kapan percampuran itu terjadi. Kalau hal ini terjadi sejak awal seseorang beramal, maka akan membuat amalannya batal dan sia-sia.

Diriwayatkan oleh Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika ditanya tentang orang yang ingin pergi berjihad dengan niat ingin mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, tapi juga sekaligus dia ingin dipuji oleh manusia, ingin diingat sebagai pahlawan.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,

لا شيء له. ثم قال : إن الله عز وجل لا يقبل من العمل إلا ما كان له خالصا وابتغي به وجهه

“Dia tidak mendapat pahala apa-apa. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas mengharap wajah-Nya.” HR. An Nasa’i

Jika niat baik dan niat buruk terjadi di tengah-tengah amalan, dia harus segera sadar bahwa itu adalah godaan setan, dan bersegera memperbaharui niat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Riya’ yang datang setelah selesai melakukan ibadah

Ketika orang sudah ikhlas dari awal beramal hingga akhir amalannya, ada godaan yang datang ketika selesai melakukan amalan ibadah. Misalnya saat dia selesai sholat kemudian tiba-tiba ada yang memuji sholatnya. Menurut para ulama, hal ini tidak merusak ibadah.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu, seseorang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Apa pendapat engkau tentang seseorang yang beramal satu amalan kebaikan dan manusia memujinya atas amalan tersebut?”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab;

تِلْكَ عَاجِلُ يُشْرَى المُؤْمِنِ

“Itu adalah penyegeraan berita gembira bagi si mukmin (yang datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala).” HR. Muslim No. 2642

Tapi kita jangan terlena dengan pujian-pujian manusia. Karena dikhawatirkan akan merusak amalan-amalan setelahnya.

Kesimpulan Hadits Arbain ke-1

  1. Bahwasanya niat sangat berpengaruh besar pada amalan kita, pada hitam-putih amalan kita. Amalan yang besar bisa menjadi kecil dan amalan yang kecil bisa menjadi besar karena pengaruh niat.
  2. Niat adalah amalan hati. Dia dikerjakan di dalam hati kita.
  3. Fungsi dari niat adalah untuk membedakan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya. Atau antara ibadah dengan adat. Kemudian untuk menentukan siapa yang kita tuju dalam amalan kita. Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah yang lain, ataukah kita campurkan niat karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karena orang lain?
  4. Hendaknya seorang muslim memasang niatnya sebelum beramal. Hendaknya kita tidak mencari kecuali hanya ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  5. Bahwasanya setiap orang itu akan mendapatkan hanya yang dia niatkan saja. Karena dari situlah ibadah kita dinilai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  6. Kadang-kadang ada dua orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi yang satu mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara yang satu hanya mendapatkan pahala yang kecil atau malah mendapatkan siksa dari ibadahnya tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah niat.
  7. Ada kategori riya’ yang sepenuhnya riya’ tanpa berfikir mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini adalah riya’nya orang-orang munafik. Dan para ulama menjelaskan bahwasanya hal ini nyaris tidak terjadi pada diri seorang muslim pada ibadah-ibadah yang tidak nampak seperti puasa dan qiyamullail di rumah sendiri. Namun terkadang masih terjadi pada diri seorang muslim pada ibadah-ibadah yang nampak seperti sholat berjama’ah atau haji.
  8. Kalau tercampurnya niat yang baik dan buruk terjadi sejak awal dia melakukan ibadah, maka hal tersebut dapat membuat ibadah tidak sah dan tidak berpahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  9. Adapun jika seseorang menjalankan ibadah dengan ikhlas pada awalnya, kemudian ada godaan niat di tengah-tengah ibadah, maka kalau ia bisa mengusir (godaan)nya dengan segera, maka hal itu tidak berpengaruh pada ibadahnya. Dan jika ia tidak berhasil mengusir godaannya, dan niat yang salah itu bercokol lama dalam ibadahnya, bahkan hingga akhir ibadah, maka menurut pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad dan yang lainnya, bahwasanya amalannya itu tidak sampai sia-sia dan tidak batal. Namun berkurang pahalanya.
  10. Kalau seseorang ikhlas dalam menjalankan ibadah dari awal hingga akhir, kemudian dia mendapatkan pujian dari orang lain setelah menjalankan ibadah, maka itu tidak berpengaruh pada ibadahnya. Dan dia boleh ikut gembira dengan pujian orang itu. Namun hendaknya ia berhati-hati jangan sampai nikmatnya pujian tersebut membuat dia salah niat untuk ibadah berikutnya.

Hadits ini hadits yang layak untuk ditempatkan pada bagian pertama di setiap pembahasan. Karena menjaga dan mengatur niat adalah hal yang sangat sulit. Bahkan hal ini bisa dirasakan oleh para ulama.

Sufyan ats Tsauri Rahimahullah pernah mengatakan, “Saya tidak pernah mengobati sesuatu yang lebih sulit daripada niat saya. Karena dia selalu berubah-ubah.”

Abdurrahman bin Mahdi Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Kalau seandainya saya menulis sebuah kitab yang terdiri dari beberapa bab, maka saya akan menuliskan hadits ini dalam setiap bab.”

Karena mereka sangat menjaga keikhlasan niat mereka. Mereka sangat takut niat mereka berubah di tengah-tengah.

Maka dari itu, penting sekali bagi kita untuk saling mengingatkan bila ada teman atau saudara kita yang mulai terlihat salah niat dari perilaku yang dia lakukan, agar ia tidak berlarut-larut dari kesalahan niat. Hal itu adalah bentuk kasih sayang kita kepada saudara-saudara kita sesama muslim.

Wallahu a’lam.

Mp3 kajian hadits arbain ke-1 : Amal itu Tergantung Niat

Sumber audio: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Hadits Arbain ke-1 : Amal itu Tergantung Niat” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

 

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: