Tulisan tentang “Hadits-Hadits Yang Mengandung 3 Landasan Utama” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.
Sebelumnya: Mengenal Tanda-Tanda Kekuasaan Allah
Kajian Tentang Hadits-Hadits Yang Mengandung 3 Landasan Utama
Menit ke-0:40 Bismillahirrahmanirrahim.. Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusanNya. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau dan kepada seluruh sahabat beliau hingga hari kiamat.
Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Syaikh diawal kesempatan tadi mengucapkan:
تقبل الله منا ومنكم
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal kita semuanya, puasa kita, shalat malam kita, dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita semuanya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaiki keadaan kita semuanya.
Hadits Yang Mengumpulkan Ushul Ats-Tsalatsah
Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebelum kita membahas tentang perkataan Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah, di sini saya akan menyampaikan beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengumpulkan Ushulu Ats-Tsalatsah ini, mengumpulkan tiga landasan ini. Hal ini agar hadits-hadits bisa menjadi suntikan semangat bagi kita semuanya untuk lebih memperhatikan tiga landasan ini dalam pengetahuan kita, dalam i’tiqad kita, dan juga dalam menerapkannya dalam kehidupan kita.
1. Hadits Al-Abbas bin Abdul Muthalib
Hadits yang pertama diriwayatkan dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan mencicipi rasa manisnya iman orang yang telah rela kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbnya, rela dengan agama Islam sebagai agamanya dan rela dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Rasulnya.” (HR. Imam Muslim)
2. Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash
Hadits yang kedua hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘Anhu, beliau meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Barangsiapa yang membaca bacaan ini ketika dia mendengar muadzin (yaitu bacaannya yang artinya): ‘aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya Dia semata, dan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya, aku telah benar-benar ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbku, aku juga telah ridha terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai RasulNya, dan aku juga telah ridha kepada agama Islam sebagai agamaku,’ orang yang mengatakan demikian akan diampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)
3. Hadits Abu Sa’id Al-Khudri
Hadits yang ketiga adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepadanya:
يَا أَبَا سَعِيدٍ ، مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ قَالَ : أَعِدْهَا عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَفَعَلَ
“Wahai Abu Sa’id, barangsiapa yang rela terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbnya, rela terhadap agama Islam sebagai agamanya, rela kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabinya, maka wajib baginya masuk surga.” Ketika mendengar sabda ini, maka sahabat Abu Sa’id merasa takjub dan beliau mengatakan: “Ulangi lagi Wahai Rasulullah sabda tadi,” maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun mengulangi perkataan tersebut untuk sahabat Abu Sa’id Al-Khudri.” (HR. Imam Muslim)
Dan Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan lafal:
وبمحمدٍٍ صلى الله عليه وسلم رسولاً
“Dan barangsiapa yang ridha dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Rasulnya.” (HR. Abu Dawud)
4. Hadits Tsauban
Hadits yang keempat, hadits yang diriwayatkan dari sahabat Tsauban, pembantu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
ما من عبد مسلم يقول حين يُصبح وحين يُمسي ثلاث مرات : رضيت بالله ربا ، وبالإسلام دينا ، وبمحمد صلى الله عليه وسلم نَبِيًّا . إلاَّ كان حقا على الله أن يُرضيه يوم القيامة
“Tidaklah seorang hamba muslim dia mengatakan ketika memasuki harinya atau memasuki malamnya tiga kali, (yaitu membaca yang artinya): aku telah ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbku, aku telah ridha kepada agama Islam sebagai agamaku, dan aku juga telah ridha terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabiku). Orang yang mengatakan demikian, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meridhainya pada hari kiamat.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah di dalam kitabnya Tuhfatul Akhyar mengatakan tentang hadits ini bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, begitu pula oleh Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah dengan sanad yang hasan. Dan lafal yang kita sebutkan tadi adalah lafalnya Imam Ahmad. Akan tetapi dalam riwayat Imam Ahmad, beliau tidak menyebutkan tentang penamaan sahabat Tsauban dan penamaan Tsauban tersebut disebutkan oleh Imam Tirmidzi dalam riwayatnya dan begitu pula dikeluarkan oleh Imam Nasa’i dalam kitabnya Amalul Yaum wal Lailah.
5. Hadits Al-Bara’ bin ‘Azib
Hadits kelima adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Al-Bara’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah berkata: “Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan saat itu ada jenazah dari seorang sahabat dari kalangan Anshar, maka kami pun sampai di kuburan dan ketika itu kuburannya belum digali. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam duduk dan kami pun duduk di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kami ketika itu khusyu’, kami ketika itu menundukkan kepala kami, mendengarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seakan-akan di atas kepala kami ada burung yang bertengger sangking tenangnya kami. Ketika itu di tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada kayu dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggerakkan kayu tersebut di tanah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah itu mengangkat kepalanya dan beliau mengatakan:
اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Mintalah kalian perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari adzab kubur.”
Beliau mengulangi perkataan ini dua atau tiga kali. Kemudian beliau mengatakan:
وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ ؟ فَيَقُولُ : رَبِّيَ اللَّهُ ، فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ : دِينِيَ الْإِسْلَامُ ، فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ قَالَ : فَيَقُولُ : هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَيَقُولَانِ : وَمَا يُدْرِيكَ ؟ فَيَقُولُ : قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ
“Dan datanglah dua malaikat kepada orang yang dikuburkan tadi. Kedua malaikat tersebut mendudukkan mayat tersebut, kedua malaikat tersebut mengatakan kepadanya: ‘Siapakah Rabbmu?’ Maka orang tersebut menjawab: ‘Rabbku Allah’ Kemudian dua malaikat tersebut mengatakan lagi kepadanya: ‘Apa agamamu?’ Maka orang tersebut menjawab: ‘Agamaku Islam’ Kemudian dua malaikat tersebut bertanya lagi: ‘Siapakah orang yang diutus kepada kalian?’ Maka orang tersebut menjawab: ‘Dia adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam utusannya Allah’ Maka dua malaikat tadi mengatakan kepadanya: ‘Dari mana kamu mengetahui hal tersebut?’ Orang tersebut menjawab: ‘Karena aku telah membaca Kitabullah (Al-Qur’an) kemudian aku mengimaninya dan mempercayai apa yang datang dalam Al-Qur’an tersebut'”
Dan ini merupakan jawaban seorang yang mukmin. Kemudian di dalam hadits tersebut disebutkan cerita orang yang ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dua malaikat tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam Ahmad dan Imam Al-Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh AlBani Rahimahullah.
6. Diucapkan oleh ‘Umar bin Khattab
Para pendengar yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tiga landasan ini juga pernah diumumkan oleh ‘Umar Ibnul Khattab Radhiyallahu ‘Anhu tentang keridhaan beliau kepada tiga landasan ini. Beliau mengumumkan keridhaan beliau kepada tiga landasan ini di depan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di antaranya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah naik ke mimbar kemudian beliau mengatakan kepada para sahabatnya: “Siapa yang ingin bertanya kepadaku tentang segala sesuatu apapun, maka silakan bertanya tentangnya. Demi Allah, tidaklah kalian menanyakan kepadaku tentang sesuatu kecuali akan aku kabarkan jawabannya selama aku masih di tempatku ini.”
Mendengar perkataan itu, orang-orang yang berada di depan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menangis dan mereka menangis panjang. Kemudian ada seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang tersebut mengatakan: “Di mana tempat masukku Wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Tempat masukmu adalah neraka.”
Kemudian ada orang lain datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang tersebut bertanya: “Siapakah bapakku?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Bapakmu adalah Si Fulan” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulang-ulang perkataannya: “Siapa yang mau bertanya, siapa yang mau bertanya, siapa yang mau bertanya kepadaku?”
Maka ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu bersimpuh di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian ‘Umar mengatakan:
رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Kami telah ridha terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabb kami, kepada agama Islam sebagai agama kami, kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Rasul kami.” Mendengar perkataan ‘Umar ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diam dan tidak meneruskan perkataannya lagi.
Di antara kisah yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits sahabat Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa pernah ada seseorang mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian orang tersebut bertanya: “Bagaimana engkau berpuasa Wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar pertanyaan tersebut menjadi marah. Kemudian ketika ‘Umar melihat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam marah, ‘Umar mengatakan:
رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ غَضَبِ اللَّهِ وَغَضَبِ رَسُولِهِ ، فَجَعَلَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُرَدِّدُ هَذَا الْكَلَامَ حَتَّى سَكَنَ غَضَبُهُ
“Kami telah ridha terhadap Allah sebagai Rabb kami, kepada Islam sebagai agama kami dan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabi kami. Kami berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kemurkaanNya dan kemurkaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka dengan perkataan ‘Umar ini dan beliau mengulang-ulang ini sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam rada marahnya.
Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah di dalam kitabnya Madarijus Salikin menyebutkan hadits Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan hadits Sa’ad bin Abi waqqash Radhiyallahu ‘Anhuma yang telah kita sebutkan sebelumnya. Kemudian Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah mengomentari kedua hadits tersebut bahwa kedua hadits tersebut mencakup tingkatan-tingkatan agama dan kepada dua hadits tersebut agama ini berakhir, mencakup semua nilai-nilai agama ini. Karena kedua hadits tersebut mencakup:
- ridha terhadap rububiyahnya Allah Subhanahu wa Ta’ala,
- ridha terhadap uluhiyahnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
- ridha terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengikuti perkataan-perkataan beliau,
- ridha terhadap agama yang dibawa oleh beliau dan menyerahkan diri terhadap agama tersebut.
Barangsiapa yang berkumpul padanya 4 hal ini, maka dialah orang yang benar-benar sampai pada derajar As-Siddiq. Dan derajat ini mudah ketika disebutkan dengan lisan, namun dia termasuk di antara perkara-perkara yg paling susah ketika dinyatakan dalam perbuatan atau ketika kita sedang di diuji, apalagi ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh hawa nafsu kita. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan atau menjelaskan bahwa ridha tidak hanya dengan lisan saja, tapi juga harus dengan perbuatan.
Pengertian Ridha
Ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Kemudian ridha dengan uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu mencakup ridha terhadap mahabbah atau kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ridha dalam takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ridha dalam rasa berharap kepada Allah, rasa kembali kepada Allah, selalu beribadah kepada Allah dan menjadikan semua keinginan yang ada hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga mencintai apapun yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian ridha dengan rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala mencakup ridha terhadap pengaturan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap para hambaNya. Ini mencakup mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam bertawakal kepadaNya, dalam meminta ampun kepadaNya, meminta pertolongan dalam mempercayai, dalam hanya bersandar kepadaNya. Bahwa kita ridha dengan apa yang dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kita.
Ridha yang pertama, yaitu ridha dengan uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini mencakup ridha terhadap semua yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yang kedua ridja dengan rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala mencakup semua ridha terhadap apa yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ridha terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Adapun ridha terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai seorang Rasul, maka ini mencakup kesempurnaan seseorang dalam mengikuti perkataan-perkataan beliau, dalam menyerahkan dirinya kepada syariatnya, kepada ajaran yang dibawa oleh beliau. Sampai-sampai orang tersebut akan mendahulukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melebihi dirinya. Sehingga orang tersebut tidaklah mengambil petunjuk kecuali dari kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia tidak mengambil keputusan kecuali kepada beliau.
Begitu pula tidak memutuskan hukum kepada orang lain kecuali dengan hukumnya beliau. Dia tidak ridha dengan hukum yang lainnya sama sekali, tidak pada bab asma’ dan sifat dan penjelasan-penjelasan mengenai Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak pula pada sesuatu yang berkenaan dengan hakikat keimanan dan tingkatan-tingkatannya.
Orang tersebut tidak ridha dengan apapun kecuali dengan hukumnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dia tidak ridha kecuali dengan keputusannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Adapun apabila dia tidak mampu melakukan keputusan beliau, maka dia menjadikannya hanya seperti makanan bagi orang yang sudah dalam keadaan terpaksa. Maka dia tidak memakan selain yang bisa menjaga kekuatannya saja. Dan yang paling baik bagi dia dalam menghadapi hal tersebut adalah seperti orang yang menggunakan pasir atau debu untuk bertayamum ketika dia tidak mampu untuk menggunakan air atau tidak mampu mendapatkan air.
Inilah ridha kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai RasulNya. Dia akan melakukan apapun yang diinginkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau tidak mampu, dia melakukan hal lain tapi hanya sebagai keadaan terpaksa saja.
Ridha kepada agama Allah
Adapun ridha kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukumi sesuatu atau memerintahkan sesuatu atau melarang sesuatu atau ridha dengan sesuatu, maka dia ridha juga dengan apapun yang diputuskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia tidak meninggalkan perasaan berat sedikitpun di hatinya dalam hukum yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia menerima hukum tersebut dengan apa adanya dengan seluruh kesediaannya walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan hawa nafsunya atau tidak sesuai dengan perkataan orang yang diikutinya atau Syaikhnya atau kelompok dia. Inilah yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala dalam kitab beliau Madarijus Salikin di jilid pertama halaman 271.
Kiranya sekian yang bisa kami sampaikan dalam kesempatan ini, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita semuanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.
Selanjutnya: Macam-Macam Ibadah yang Diperintahkan Oleh Allah
Baca dari awal yuk: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Mp3 Kajian Tentang Hadits-Hadits Yang Mengandung 3 Landasan Utama
Podcast: Download (Duration: 34:38 — 7.9MB)
Sumber audio: radiorodja.com
Mari turut menyebarkan catatan kajian “Hadits-Hadits Yang Mengandung 3 Landasan Utama” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar