Tulisan tentang “Hadits Menahan Marah” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafizhahumullahu Ta’ala.
Hadits Menahan Marah
Syaikh mengatakan, aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mulia dan Maha Pengasih agar memberikan berkah kepada kita dalam setiap pertemuan di pengajian-pengajian kita. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan amalan kita sebagai amalan yang ikhlas di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Serta semoga amalan-amalan kita akan memperberat timbangan kebaikan kita di hari kiamat kelak. Tidak lupa kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan ilmu yang telah kita pelajari ini sebagai hujjah yang akan membela kita pada hari kiamat. Bukan sebagai hujjah yang akan menjadi bumerang bagi kita di hari kiamat kelak.
Para pendengar rahimakumullah,
Syaikh telah menjanjikan kepada kita semua bahwasanya pengajian kita kali ini akan membahas mengenai masalah penyakit yang berbahaya, yaitu penyakit suka marah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَوْصِنِي. قَالَ: لَا تَغْضَبْ، فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: لَا تَغْضَبْ
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian dia berkata, “Wahai Rasulullah, berikanlah wasiat kepadaku.” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jangan Marah.” Lalu laki-laki ini mengulang-ulang perkataannya. Namun jawaban Rasulullah tetap sama, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari)
Wasiat Agung
Para pendengar rahimakumullah,
Hadits ini menunjukkan akan besar atau agungnya wasiat yang telah diberikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada lelaki ini. Yaitu wasiat agar tidak marah. Mengapa? Karena lelaki ini telah datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meminta wasiat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tentunya wasiat itu sangat penting dan dia ingin meminta kepada Nabi suatu wasiat yang singkat untuk diamalkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepada dia sebuah wasiat, yaitu لَا تَغْضَبْ Jangan kau marah. Rupanya laki-laki ini bertanya lagi, “Ya Rasulullah, berikan aku wasiat.” Namun jawaban Nabi tetap sama, “لَا تَغْضَبْ.” Dia mengulangi lagi, “Ya Rasulullah, berikan aku wasiat.” Dan jawaban Nabi juga sama. Beliau tidak menambah jawabannya. Jawabannya hanya “لَا تَغْضَبْ” Jangan engkau marah. Ini menunjukkan akan pentingnya wasiat ini.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang wasiatnya dengan berkata kepada laki-laki ini, “لَا تَغْضَبْ,لَا تَغْضَبْ” Menunjukkan bahwasanya marah itu membawa malapetaka yang sangat besar. Bahkan Syaikh menjelaskan bahwasanya perkara yang bisa menimbulkan kejelekan yang sangat banyak adalah kemarahan. Oleh karena itu, barang siapa yang bisa menghindari kemarahan maka dia akan mendatangkan banyak kebaikan.
Kemudian datang dalam Musnad Imam Ahmad, hadits dari Al Imam Az Zuhri dari Humaid bin ‘Abdirrahman,
ورد فيها عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَوْصِنِي؟ قَالَ: ” لَا تَغْضَبْ “، قَالَ: قَالَ الرَّجُلُ: فَفَكَّرْتُ حِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ، فَإِذَا الْغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ
“Ada seorang laki-laki dari kalangan sahabat yang berkata kepada Nabi, “Berilah wasiat kepadaku.” Lalu Rasulullah bersabda, “Janganlah engkau marah.” Kemudian laki-laki ini berkata, “Maka aku pun merenungkan apa yang telah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan; “Jangan kau marah.” Maka aku tahu bahwasanya kemarahan itu mengumpulkan segala kejelekan.” [1]
Sifat Tercela
Kemarahan, sifat marah, mau pun temperamental merupakan sifat yang sangat tercela yang dilarang dalam ajaran Islam. Bahkan agama Islam telah memperingatkan akan bahayanya penyakit ini dengan peringatan yang sangat keras dan tegas. Dan kemarahan itu merupakan mendidihnya darah yang terdapat dalam jantung seseorang. Karena sangat marahnya sehingga darahnya mendidih dan bergejolak.
Mengapa demikian? Karena dia ingin menolak gangguan yang dia khawatirkan akan menimpa dia. Sehingga dia pun marah. Atau karena dia ingin membalaskan dendam. Dia sudah terkena gangguan dan dia ingin balas dendam. Syaikh menjelaskan bahwasanya kemarahan itu bisa timbul karena seseorang khawatir dia terganggu maka dia pun marah untuk menghindari gangguan tersebut.
Atau ternyata dia sudah diganggu atau sudah dilukai, maka dia pun marah untuk membalas dendam terhadap orang yang telah mengganggu dia. Lalu Syaikh menjelaskan bahwasanya akibat dari marah ini adalah akan timbul banyak perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang tercela. Bahkan bisa menimbulkan pembunuhan atau pun pemukulan, kezaliman, dan permusuhan. Semuanya timbul dari sifat marah. Asalnya adalah marah.
Oleh karena itu ada sebagian orang yang tatkala dia marah dan lepas kontrol, akhirnya dia mencela agama Islam. Bahkan lebih parah dari itu. Orang yang marah dan lepas kontrol, dia pun mencela Rabb-nya sendiri. Mencela dan memaki Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Petaka Dalam Rumah Tangga
Kemudian juga banyak kasus yang terjadi yaitu seorang suami menceraikan/ mentalak istrinya karena marah. Tatkala si suami marah, dia pun akhirnya mengucapkan talak/ menceraikan istrinya, “Kamu saya cerai.” Setelah itu dia menyesal. Namun penyesalannya sudah tidak bermanfaat karena sudah terlanjur melafalkan ke istrinya bahwasanya kamu saya cerai. Maka dari itu, kemarahan (الغَضَبُ) bisa menimbulkan perbuatan-perbuatan yang ujungnya hanyalah penyesalan yang tidak bermanfaat lagi.
Pernah ada seorang laki-laki yang meminta fatwa kepada salah seorang ahlul ilmi (ulama). Dia mengatakan, “Saya pernah sangat marah terhadap istri saya karena ada perkara-perkara di rumah yang tidak beres (mungkin karena ada makanan yang belum siap, makanan yang tidak dia sukai, atau mungkin pengaturan rumah yang tidak baik) dan akhirnya saya mengumpulkan kepalan tangan saya dan saya pukulkan ke wajah istri saya. Kemudian gigi istri saya pun rontok (lepas). Dan saya katakan kepadanya, ‘Kamu saya ceraikan’.”
Subhanallah. Setelah kejadian itu, laki-laki ini menyesal. Kemudian dia pun bertanya kepada ulama tentang bagaimana nanti nasib dia. Tentunya penyesalannya tidak ada manfaatnya. Penyesalannya tidak bisa mengembalikan gigi-gigi istrinya yang telah dia hancurkan. Dan penyesalan dia tidak bisa mengembalikan istrinya yang telah dia cerai untuk kembali kepadanya karena sudah terlanjur jatuh talak.
Maka dari itu, para pendengar rahimakumullah, kemarahan bisa menimbulkan tindakan-tindakan yang sangat berbahaya. Demikian juga perkataan-perkataan yang tidak dipikirkan oleh orang yang sedang marah, sampai menjatuhkan talak kepada istrinya tanpa dia renungkan akibatnya.
Bertakwalah Kepada Allah
Sebagian orang di rumah tangga terutama yang tidak bisa menimbang dirinya, cepat sekali marah, kemudian menggunakan kesempatan dalam kelemahan istrinya untuk menzalimi istrinya. Kalau istrinya berbuat salah, langsung dia cela dan dia maki dengan perkataan yang menyakiti istrinya. Atau dengan memukulnya, mencambuknya. Memukulnya seakan-akan dia memukul hewan.
Hendaknya orang seperti ini takut dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kasihan wanita yang lemah ini. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memudahkan wanita ini untuk tinggal bersama dia? Bukankah istrinya itu merupakan ibu dari anak-anaknya? Maka hendaknya dia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menjadikan kesempatan dari kelemahan istrinya untuk dia jadikan bulan-bulanan. Dia pukul, maki, dan yang semacamnya.
Jika dia kuat terhadap istrinya, ketahuilah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuat. Kemudian hendaknya dia mengingat wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam;
فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Berbuat baiklah kepada para wanita.” (HR. Bukhari No. 5185) [2]
Para Bapak hendaknya bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam bermuamalah dengan istri-istri mereka. Hendaknya mereka menjadikan muamalah/ pergaulan mereka dengan istri mereka dengan pergaulan yang lembut yang dibangun di atas rasa cinta dan kasih sayang. Bukan pergaulan dan muamalah yang dibangun di atas kekerasan.
Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda,
فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah kelembutan masuk pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan dicabut dari suatu perkara kecuali akan menjelekkannya.” (HR. Abu Dawud)
Bagaimana seorang suami bisa mendambakan kehidupan yang bahagia dan romantis dengan istrinya sementara dia di rumahnya bersikap kasar dengan istrinya? Muamalahnya tidak dibangun di atas rasa cinta, tetapi di atas kekasaran dan rasa dendam.
MP3 Hadits Menahan Marah
Podcast: Download ()
Mari turut menyebarkan tulisan tentang “Hadits Menahan Marah” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Selanjutnya: Makna Laa Taghdhab
Catatan:
[1] Sumber: https://www.alukah.net/sharia/0/103106/
[2] Sumber: https://almanhaj.or.id/2140-wasiat-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-tentang-wanita.html
Komentar