2# Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi

2# Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi

Khutbah Jumat: Bukti Cinta Allah Padamu
Kesimpulan Tabligh Akbar Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Nasihat dan Penutup Tabligh Akbar Mencintai Wali-Wali Allah

Berikut pembahasan Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi yang disampaikan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz As-Sindi Hafidzahullahu Ta’ala.

Transkrip sebelumnya: 1# Hati Yang Bersih Akan Tunduk Kepada Allah dan Tidak Melakukan Kesyirikan

Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi

Sifat yang kedua dari hati yang bersih yaitu hati yang tunduk untuk meneladani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah adalah qudwah (teladan) kita. Seorang tatkala tunduk hatinya kepada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia mengerjakan apa yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia meninggalkan apa yang ditinggalkan oleh Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berhenti dari apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan dia membenarkan seluruh apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kenapa demikian, hadirin?

Karena Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dialah satu-satunya yang kita akan ditanya tentangnya. Di dua tempat, tidak ada seorangpun kita ditanya tentangnya kecuali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita akan ditanya di kuburan tentang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kita akan ditanya pada hari kiamat juga tentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hanya dia satu-satunya orang yang kita ditanya tentangnya. Dialah Muhammad bin Abdillah Al-Quraisy Al-Hasyimi.

Dalam kuburan, kita akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِى بُعِثَ فِيكُمْ

“Siapa ini orang yang telah diutus kepada kalian, siapa?” Ini tentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dan pada hari kiamat kelak kita juga akan ditanya tentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ ﴿٦٥﴾

Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah jawabanmu kepada para Rasul?”” (QS. Al-Qashash[28]: 65)

Allah akan bertanya kepada mereka, “Apa yang kalian jawab dari seruan para Rasul?” Dan kita adalah umat Muhammad, kita akan ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam satu hadits yang agung dari hadits Qudsi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meriwayatkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah berkata:

إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ

“Sesungguhnya Aku ini hanya mengutus engkau wahai Muhammad untuk mengujimu dan menjadikan engkau sebagai ujian.” (HR. Muslim)

Ada dua perkara yang Allah sebutkan dalam hadits ini; yang pertama perkara berkaitan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahwasannya Allah mengutus Nabi sengaja Allah ingin menguji Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bagaimana beliau menyampaikan dakwah? Bagaimana menghadapi gangguan umatnya? Bagaimana kesabarannya? Allah sengaja menguji Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Yang kedua, tujuan Allah mengutus Nabi berkaitan dengan kita. Allah ingin menjadikan Nabi sebagai ujian bagi umatnya. Kita diuji dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita diuji, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ujian bagi kita. Apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah teladan kita? Apakah kita mendahulukan perkataannya daripada perkataan yang lainnya? Apakah sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada dalam hati-hati kita dan nampak dalam anggota tubuh kita? Apakah kita beramal sesuai dengan amalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Allah menjadikan Nabi sebagai ujian bagi kita.

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kami telah mengutus engkau sebagai saksi, memberi kabar gembira dan sebagai peringatan.” (QS. Al-Ahzab[33]: 45)

لِّتُؤْمِنُوا بِاللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ

Agar kalian beriman kepada Allah dan beriman kepada RasulNya, dan agar kalian menolong Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar kalian mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (QS. Al-Fath[48]: 9)

Jadi Nabi adalah ujian. Tatkala Allah mengutus Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tujuan Allah adalah agar kalian beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar kalian menolong Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan agar kalian mengagungkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karenanya hati yang bersih adalah hati yang mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hati yang tidak akan mendahulukan perkataan orang lain dihadapan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.” (QS. Al-Hujurat[49]: 1)

Jangan sampai kalian mengedepankan perkataan orang lain diatas perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seandainya Nabi masih hidup, kita tidak boleh mengangkat suara kita di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ

Janganlah kalian mengangkat suara kalian di atas suara Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” QS. Al-Hujurat[49]: 2)

Bahkan Nabi sudah meninggal saja, ketika kita berada di masjid Nabawi, jangan kita angkat suara kita keras-keras sebagai bentuk beradab kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kalau mengangkat suara tidak boleh lebih tinggi daripada suara Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana kita mengedepankan pendapat orang daripada pendapat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?

Maka ketahuilah, seluruh pendapat, seluruh perkataan, seluruh mazhab, kalau dihadapkan dengan pendapat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dihadapkan dengan sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka semuanya akan jatuh. Seluruhnya dibuang kalau ternyata menyelisihi pendapat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan seandainya seluruh orang cerdas berkumpul di satu sisi kemudian sisi yang lain ada sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka orang yang hatinya bersih  akan bergabung bersama sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun seluruh orang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari bid’ah

Para hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

Hati yang bersih adalah hati yang dipenuhi dengan sunnah, yang cinta kepada sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan demikian juga hati yang bersih atau hati yang selamat adalah hati yang selamat dari lawan daripada sunah, yaitu lawannya sunnah adalah bid’ah.

Hati yang bersih adalah hati yang bersih daripada bid’ah. Sebagaimana jelaskan bahwasannya hati yang bersih adalah hati yang tunduk kepada Allah. Dan kelazimannya adalah bersih daripada kesyirikan. Maka perkara yang kedua ini kita juga katakan bahwa hati yang bersih atau hati yang selamat adalah yang tunduk kepada sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam serta bersih dan selamat dari lawannya. Yaitu selamat dari pada bid’ah.

Bid’ah sungguh sangat berbahaya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya, yang tidak berbicara kecuali dari wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau pernah berkata:

فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهديِ هديُ محمد، وشر الأمور محدَثاتها

“Sebaik-baik perkataan adalah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dalam agama (perkara-perkara bid’ah)” (HR. Muslim)

Maka barang siapa yang berani-berani menambahkan perkara dalam agama, ini sangat berbahaya. Sunnah sudah ada kemudian dia beri tambahan terhadap sunnah tersebut. Siapa yang berani melakukannya? Menambah-nambah sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wahai hamba Allah, yang penting bukanlah bagaimana engkau menyembah Allah dengan apa yang kau sukai, dengan cara yang kau kehendaki, itu bukan yang terpenting.

Yang terpenting adalah bagaimana engkau menyembah Allah, beribadah kepada Allah dengan cara yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan dengan caramu, tapi dengan cara yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bahaya Bid’ah

Ketahuilah bahwasanya bid’ah berbahaya dari beberapa sisi;

1. Bid’ah adalah mengikuti hawa nafsu.

Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ

Ketahuilah kalau ternyata mereka tidak memenuhi seruanmu ya Rasulullah, ketahuilah bahwasanya mereka itu hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS. Al-Qashash[28]: 50)

Maka kalau ada orang gemar melakukan bid’ah, sesungguhnya dia telah mengikuti hawa nafsu. Tidak ada jalan yang ketiga, jalan hanya dua. Mengikuti sunnah atau mengikuti nafsu? Kalau Anda tidak mau mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berarti Anda mengikuti hawa nafsu. Kalau Anda tidak mengikuti hawa nafsu, ikut sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apa yang membuat Anda tidak mau ikut sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berarti ada hawa nafsu.

Kalau Anda tidak mengikuti hawa nafsu, apa susahnya mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?

2. Menuduh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak amanah

Orang yang  melakukan bid’ah, dia telah menuduh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak amanah. Ada perkara yang tidak disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seakan-akan Nabi telah berkhianat. Makanya dia melakukan ibadah-ibadah, perayaan-perayaan, kemudian ia mengatakan ini sunnah, ini ibadah. Kalau perayaan-perayaan tersebut baik, kalau Nabi tahu, harus Nabi sampaikan. Tatkala Nabi tidak menyampaikan padahal Nabi tahu itu baik, ini berarti tuduhan bahwa Nabi telah menyembunyikan sebagian ajaran Islam. Ini konsekuensi melakukan bid’ah.

Anda mengatakan “ini baik” dan Nabi mengetahuinya, kenapa Nabi tidak menyampaikan tapi justru Anda yang menyampaikan? Berarti secara tidak langsung Anda menuduh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhianat.

3. Menuduh Nabi tidak berilmu

Orang yang melakukan bid’ah, konsekuensinya adalah dia menuduh Nabi tidak berilmu, menuduh Nabi dengan kejahilan. Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِاللهِ وَأَتْقَاكُمْ.

“Saya adalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling bertakwa di antara kalian.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Aku adalah orang yang paling mengerti daripada kalian, yang paling berilmu daripada kalian, aku yang paling takut kepada Allah, aku yang paling bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Kemudian dia melakukan perkara-perkara bid’ah yang Nabi tidak ketahui dan dianggap ini adalah bagian dari agama, seakan-akan dia mengatakan, “Nabi tidak mengerti kalau ini bagus, Nabi tidak mengerti kalau ini baik, maka saya yang menjelaskan, saya  yang syiarkan”, seakan-akan Nabi tidak mengerti perkara-perkara yang baik.

Maka seorang tatkala akan melakukan ibadah apapun, berhenti sebentar dulu, jangan langsung melakukan perkara tersebut. Cek dahulu apakah amalan yang akan dia lakukan ini sudah ada stempel kenabian? Ini sunnah Nabi atau bukan? Kalau ini merupakan sunnah Nabi, lakukan, jangan ragu-ragu. Tapi kalau ternyata amalan tersebut tidak ada stempel kenabian, tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka berhenti, jangan lakukan.

Selanjutnya: 3# Hati Yang Bersih Akan Pasrah dan Ridha dengan Takdir Allah

Video kajian Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi

Video: Ceramah Tentang Hati Manusia: Hati Yang Bersih

Mari turut menyebarkan catatan kajian “Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 2
  • comment-avatar

    […] Transkrip sebelumnya: 2# Hati Yang Bersih Akan Ittiba’ dan Cinta Kepada Sunnah Nabi […]

  • comment-avatar

    […] hati yang tunduk kepada perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, […]

  • DISQUS: