2# Keutamaan-Keutamaan Tauhid dan Bagaimana Cara Menghapus Dosa Zina

2# Keutamaan-Keutamaan Tauhid dan Bagaimana Cara Menghapus Dosa Zina

Kewajiban Menaati Rasul
Pembatal-Pembatal Tauhid
Kultum Singkat Kunci Kemenangan Kaum Muslimin: Tegakkan Tauhid di Hatimu

Keutamaan-Keutamaan Tauhid dan Bagaimana Cara Menghapus Dosa Zina ini diambilkan dari pembahasan “Kitab Tauhid” Bab kedua dengan judul asli adalah “keutamaan-keutamaan tauhid dan bagaimana tauhid menggugurkan dosa-dosa?”

Catatan sebelumnya: 1# Penjelasan Kitab Tauhid Aswaja 

Pembahasan Keutamaan-Keutamaan Tauhid dan Bagaimana Cara Menghapus Dosa Zina

Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitabnya “Kitab Tauhid“, Bab tentang keutamaan-keutamaan tauhid dan bagaimana tauhid menggugurkan dosa-dosa?

Judul bab ini dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullahu Ta’ala untuk menjelaskan bahwasanya keutamaan tauhid sangatlah banyak dan manfaat-manfaatnya sangat agung yang kembali kepada para pemilik tauhid atau orang-orang yang ahli tauhid, mereka akan mendapatkan keutamaan yang sangat banyak dan juga akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak di dunia terlebih lagi di akhirat.

Kemudian Syaikh mengatakan bahwa diantara keutamaan tauhid adalah menggugurkan dosa-dosa. Jadi diantara banyaknya keutamaan tauhid, diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah menggugurkan dosa-dosa.

Dari sini kita tahu bahwasanya perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Bab keutamaan-keutamaan tauhid dan dosa-dosa yang digugurkan oleh tauhid itu berarti termasuk dari bab menyebutkan sesuatu yang khusus setelah menyebutkan suatu yang umum. Karena menggugurkan dosa-dosa termasuk dari salah satu keutamaan-keutamaan tauhid.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullahu Ta’ala membawakan firman Allah Subhanahu wa Ta’la:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿٨٢﴾

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)

Ayat ini dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk menjelaskan tentang salah satu dari keutamaan yang sangat agung dari tauhid. Yaitu bahwasannya tauhid mewajibkan pelakunya mendapatkan keamanan dan petunjuk. Yaitu memberi konsekuensi adanya keamanan dan petunjuk bagi pemilik tauhid baik di dunia maupun di akhirat.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala الَّذِينَ آمَنُوا (orang-orang beriman), yaitu yang bertauhid. وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ (dan mereka tidak mencampuradukkan tauhid mereka, keimanan mereka dengan kedzaliman), artinya kedzaliman di sini adalah kesyirikan apapun, mereka benar-benar memurnikan keimanan mereka. Mereka benar-benar memurnikan tauhid mereka sehingga tidak tercampur dengan kesyirikan sedikitpun, maka keutamaannya kata Allah أُولَـٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ (mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk), artinya tauhid merupakan sebab didapatkannya keimanan, keamanan dan petunjuk. Dan orang-orang yang tidak mencampurkan tauhid mereka dengan kesyirikan mereka adalah orang-orang yang aman di dunia maupun di akhirat dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

Tatkala turun ayat ini, maka sebagian Sahabat merasa berat dengan ayat ini. Mereka menyangka firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “orang-orang beriman dan tidak mencampurkan dengan kedzaliman”, mereka menyangka makna kedzaliman di sini artinya hamba mendzalimi dirinya sendiri dengan maksiat dan dosa-dosa. Maka mereka berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ

“Ya Rasulullah, siapa diantara kita yang tidak mendzalimi dirinya?” (HR. Bukhari)

Artinya semua orang berdosa. Mereka menyangka syarat dalam ayat ini susah. Karena syaratnya adalah orang yang beriman dan orang yang mendzalimi.

Maka mereka menyangka siapa yang bisa selamat dari mendzalimi diri? Siapa yang bisa selamat dari dosa-dosa?

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan:

لَيْسَ ذَلِكَ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ { يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }

“Bukan itu maksudnya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kezhaliman pada ayat itu adalah syirik. Apakah kalian belum pernah mendengar apa yang diucapkan Luqman kepada anaknya saat dia memberi pelajaran: (“Wahai anakku, Janganlah kamu berbuat syirik (menyekutukan Allah), karena sesungguhnya syirik itu benar-benar kezhaliman yang besar”)” (HR. Bukhari)

Jadi makna ayat adalah barangsiapa yang bertauhid dan tidak mencampurkan tauhid mereka dengan kesyirikan sama sekali, maka mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah yang mendapatkan petunjuk di dunia maupun di akhirat.

Kemudian Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab membawakan hadits dalam bab ini. Dari Sahabat Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمداً عبده ورسوله، وأن عيسى عبد الله ورسوله، وكلمته ألقاها إلى مريم، وروح منه، وأن الجنة حق والنار حق، أدخله الله الجنة على ما كان من العمل

“Barangsiapa yang bersaksi bahwasannya tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata dan tidak ada sekutu bagiNya, dan bahwasannya Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya, bahwasannya Isa adalah hamba Allah dan RasulNya, dan firman Allah yang Allah lemparkan kepada Maryam dan Nabi Isa adalah ruh dari ruh-ruh yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dia bersaksi bahwasanya surga itu benar adanya dan neraka itu benar adanya, maka Allah akan masukkan dia di dalam surga atas amalan yang dia kerjakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini dibawakan oleh penulis untuk menjelaskan tentang keutamaan tauhid. Dan ini merupakan hadits yang sangat agung. Sampai-sampai Al-Imam Nawawi Rahimahullah tatkala menjelaskan akan keagungan hadits ini, beliau berkata bahwasannya ini adalah hadits yang sangat mulia. Dan dia termasuk hadits yang paling mengumpulkan tentang permasalahan-permasalahan aqidah.

Dan benar perkataan beliau Rahimahullahu Ta’ala. Karena hadits ini adalah hadits yang sangat agung. Dalam hadits ini disebutkan perkara-perkara penting dalam tauhid. Tentang tauhid kepada Allah, tentang risalah kenabian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tentang Nabi Isa ‘Alaihissalam, tentang beriman adanya surga dan neraka. Dan keimanan terhadap perkara ini seluruhnya merupakan sebab untuk memasukkan seseorang ke dalam surga. Bahkan ia merupakan landasan untuk seseorang bisa masuk dalam surga.

Oleh karenanya di sini menjelaskan bahwasanya agama Islam atau tauhid dibangun diatas pondasi ini. Dan dalam hadits ini dijelaskan tentang keutamaan tauhid. Yaitu bahwasannya seorang Muwahhid (seorang yang bertauhid) akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala bagaimanapun amalannya.

Adapun penjelasan hadits Ubadah bin Shamit tentang sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

من شهد أن لا إله إلا الله

“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala”

Yang dimaksud dengan syahadah (persaksian) adalah seseorang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah, kalimat yang penuh berkah ini disertai dengan ilmu, memahami kandungan makna dari laa ilaha illallah serta juga dengan mengamalkan konsekuensi dari laa ilaha illallah baik secara dzahir maupun secara batin.

Kenapa? Karena syahadah itu melazimkan harus adanya ilmu, harus mengerti tentang apa yang dipersaksikan. Seorang tidak mungkin bersaksi kecuali dia mengerti apa yang dipersepsikan. Kalau seandainya dia bersaksi tentang sesuatu dan tidak paham apa yang dipersaksikan, maka itu bukan persaksian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِلَّا مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿٨٦﴾

kecuali mereka yang bersaksi dengan kebenaran dan mereka mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 86)

Ini yang pertama. Jadi syahadah (persaksian) mengkonsekuensikan harus ada ilmu tentang apa yang dipersaksikan.

Yang kedua, konsekuensi dari syahadah (persaksian) yaitu jujur dalam persaksian tersebut. Yaitu apa yang diucapkan oleh lisannya ternyata sesuai dengan apa yang ada di batinnya.

Konsekuensi ketiga dari syahadah yaitu harus ada amal perbuatan yang merupakan konsekuensi dari syahadah tersebut.

Dari sini kita tahu bahwasannya namanya syahadah atau persaksian yaitu harus mengumpulkan tiga perkara; ilmu, amal dan kejujuran.

Dengan adanya ilmu, maka seseorang akan selamat dari jalannya orang-orang Nasrani yang mereka semangat beribadah namun tidak punya ilmu sehingga mereka terjerumus kedalam berbagai macam kesesatan.

Dan dengan mengamalkan tauhid, maka seseorang akan terselamatkan dari jalannya orang-orang Yahudi yang mereka memiliki banyak ilmu namun mereka tidak tidak mengamalkan ilmu mereka.

Dan dengan kejujuran, maka seseorang akan terselamatkan dari jalan-jalan orang-orang munafik yang lisan mereka tidak sesuai dengan isi batin mereka.

Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وحده لا شريك له

“dan tidak ada sekutu bagiNya”

Ini ada penekanan terhadap dua rukun tauhid. Dua rukun tauhid adalah nafi’ dan itsbat. Penafian dan penetapan dari kalimat Laa ilaha illallah.

وحده ini adalah penetapan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Kemudian لا شريك له (tidak ada syarikat bagiNya) merupakan penekanan terhadap penafian, bahwasanya yang disembah tidak boleh selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam haditsnya:

وأن محمداً عبده ورسوله

“Dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya.”

Di sini ada persaksian tentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasul yang mulia, bahwasannya beliau adalah hamba Allah dan beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Persaksian ini tentunya harus disertai dengan kejujuran dan keyakinan. Sehingga kalau seseorang jujur dan yakin dalam kesaksian ini, maka dia akan mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dia pasti akan mengagungkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengagungkan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan dia akan berhenti dari apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dan dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumpulkan dua sifat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu sifat bahwasannya Muhammad adalah hamba Allah dan sifat yang kedua Muhammad adalah utusan Allah.

Kenapa? Yaitu dalam rangka untuk membantah sikap berlebih-lebihan dan sikap kasar terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau kurang pengagungan terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasannya Muhammad adalah hamba Allah, ini menunjukkan bahwasannya kita harus beriman bahwasannya beliau seorang hamba. Seorang hamba ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka tidak boleh diibadahi, tidak boleh disembah.

Dan kita berkata bahwa Muhammad adalah utusan Allah maka berarti kita yakin bahwasannya Muhammad ini  diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka harus ditaati dan harus diikuti.

Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وأن عيسى عبد الله ورسوله، وكلمته ألقاها إلى مريم، وروح منه،

“Bahwasannya Isa adalah hamba Allah dan RasulNya, dan kalimat Allah yang Allah lemparkan ke Maryam dan Isa adalah ruh dari ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Ini merupakan persaksian yang agung terhadap Nabi Isa ‘Alaihissalam.

Bahwasanya beliau adalah hamba Allah dan RasulNya. Dan kita tahu namanya hamba tidak boleh disembah dan Rasul harus ditaati.

Dalam lafal sebagai riwayat hadits disebutkan bahwasannya Nabi Isa adalah putra ibunya, yaitu hamba perempuan ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan ini menyelisihi apa yang diyakini oleh orang Yahudi. Dinama mereka mencaci-maki Nabi Isa. Mereka mengatakan Nabi Isa adalah anak seorang wanita pezina. Sebaliknya, orang-orang Nasrani berlebih-lebihan kepada Nabi Isa dan mereka mengatakan Nabi Isa adalah putra Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seorang Muslim berlepas diri dari aqidah yang rusak ini. Demikian juga umat Islam berlepas diri dari aqidah yang keliru seperti ini. Karena umat Islam adalah umat yang tengah.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil” (QS. Al-Baqarah[2]: 143)

Yaitu umat yang tidak berlebih-lebihan atau kurang dalam menjunjung Nabi Isa ‘Alaihissalam.

Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وكلمته ألقاها إلى مريم

“Dan Nabi Isa adalah firman Allah yang Allah lemparkan kepada Maryam (ibunya)”

Ini sama seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ اللَّـهِ كَمَثَلِ آدَمَ ۖ خَلَقَهُ مِن تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُن فَيَكُونُ ﴿٥٩﴾

Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah dia.” (QS. Ali-Imran[3]: 59)

Jadi “kalimat” di sini maksudnya adalah kalimat “كُن (jadilah)”. Jadi Nabi Isa ‘Alaihissalam disebut dengan sebuah kalimat karena Nabi Isa tercipta dengan kalimat Allah / firman Allah “كُن (jadilah)”. Bukanlah Nabi Isa adalah kalimat “كُن”, tetapi Nabi Isa terjadi karena firman Allah “كُن (jadilah)”, maka jadilah Nabi Isa ‘Alaihissalam.

Kemudian:

وروح منه

“Dan Nabi Isa adalah ruh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala”

Maksudnya adalah dari ruh-ruh yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi Allah menyebutkan “ruh dari Allah”, Allah sandarkan ruh Nabi Isa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rangka untuk memuliakan ruh Nabi Isa ‘Alaihissalam. Dia diantara ruh yang mulia yang Allah ciptakan, yang kemudian Allah tiupkan kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam.

Inilah Aqidah orang-orang Islam tentang Nabi Isa ‘Alaihissalam yang jauh dari sikap berlebih-lebihan maupun sikap kurang.

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وأن الجنة حق والنار حق

“dan dia bersaksi bahwasanya surga itu benar adanya dan neraka itu benar adanya”

Beriman bahwasannya neraka itu ada, yaitu iman tentang surga yang telah Allah kabarkan dalam Al-Qur’an dan juga dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak ada keraguan tentang adanya surga. Bahwasannya surga telah Allah siapkan untuk orang-orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu beriman dengan seluruh apa yang datang dalam Al-Qur’an maupun sunnah yang bercerita tentang sifat-sifat surga, baik tentang sungai-sungai yang ada di surga, baik tentang bidadari-bidadari yang ada di surga, baik tentang para pembantu-pembantu yang ada di surga. Dan ini beriman tanpa ada keraguan sama sekali.

Ini adalah aqidah yang kokoh dalam hati seorang Mukmin. Kkalau keimanan ini kokoh didalam hati seorang Mukmin, maka akan membuahkan semangat yang sangat luar biasa dalam hati seorang Muslim untuk bisa menjadi penghuni surga, karena dia tahu tentang sifat-sifat surga dan beriman tentang sifat-sifat surga.

Dan bersaksi bahwasanya neraka adalah benar. Yaitu beriman bahwa neraka itu benar-benar ada dan tidak ada keraguan dan dia telah terciptakan dan telah ada sekarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan neraka, Allah siapkan untuk orang-orang kafir.

Demikian juga beriman tentang seluruh sifat-sifat yang terperinci yang datang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti model-model hukuman yang diberikan kepada penghuni neraka jahanam dan macam-macamnya. Ini akan menimbulkan rasa takut dalam diri seorang hamba sehingga dia tidak ingin menjadi penghuni neraka jahanam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan jagalah keluarga kalian jangan sampai terjerumus dalam neraka jahanam” (QS. At-Tahrim[66]: 6)

Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang terakhir dari hadits ini yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

أدخله الله الجنة على ما كان من العمل

“Allah akan memasukkan orang yang bersaksi dengan seluruh persaksian ini ke dalam surga apapun amalan yang dia lakukan.”

Artinya seseorang Muwahhid, kalau dia telah bertauhid, maka dia akan masuk surga. Apakah amalannya sempurna, amalan shalih ataupun amalannya kurang dan disertai dengan dosa-dosa. Karena kebaikan tauhid dan iman memiliki dampak yang sangat besar dalam timbangan kebaikan di akhirat kelak. Maka orang yang memiliki tauhid pasti akan masuk surga.

Pertama, bisa jadi dia masuk ke surga secara langsung. Ini jika amalannya adalah amalan yang bersih dari dosa-dosa. Adapun model yang kedua, seorang yang bertauhid mungkin dia melakukan dosa-dosa. Dia melakukan dosa-dosa besar, dia melakukan perbuatan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka untuk orang yang model begini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala maafkan dosa-dosanya karena tauhidnya. Maka dia bisa langsung masuk surga. Meskipun dia melakukan dosa besar dan tatkala dia bertemu dengan Allah belum bertaubat masih dalam kondisi melakukan dosa-dosa besar,  maka kemungkinan pertama Allah maafkan dia dan Allah masukkan dia kedalam surga. Adapun kemungkinan yang kedua dalah Allah tidak maafkan dia dan Allah membalas dosa-dosanya, setelah itu nanti terakhir dia pun akan masuk ke dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Catatan Keutamaan-Keutamaan Tauhid dan Bagaimana Cara Menghapus Dosa Zina

Rekaman Ahad sore, 7 Rajab 1436 / 26 April 2015. Keutamaan Tauhid dan Dosa-Dosa yang Diampuni Karenanya – Kitab Tauhid (Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq Al-Badr)

 

 

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: