Khutbah Jumat: Berpikir 1000x Untuk yang Abadi

Khutbah Jumat: Berpikir 1000x Untuk yang Abadi

Materi 63 – Hamba Tawadhu’ akan Terkenal di Hari Kiamat dengan Memakai Baju Keimanan Terindah
Muqaddimah 2 Silsilah Amalan Dan Penyakit Hati
Khutbah Idul Adha: Mendulang Pelajaran Dari Dzulhijjah

Berikut khutbah jumat tentang “Berpikir 1000x Untuk yang Abadi yang disampaikan Ustadz Syafiq Riza Basalamah Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Jumat – Berpikir 1000x Untuk yang Abadi

Khutbah Pertama

Wahai hamba-hamba Allah,

Aku wasiatkan kepada diriku sendiri dan kepada semua yang hadir di tempat ini, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla. Merekalah orang-orang yang sukses dan beruntung dalam kehidupan dunia dan kehidupan selanjutnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ

“Wahai orang-orang yang beriman,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Mungkin kita sering mendengar ayat ini dibacakan. Kita sering dipanggil dengan panggilan ‘Wahai orang-orang yang beriman’, tapi kadang kala kita tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan. Panggilan ini memang khusus untuk yang beriman. Yang tidak beriman, silakan ditutup telinganya. Silakan kau tidur, silakan kau sibuk dengan kegiatanmu. Karena panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala ini khusus untuk orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Takwa itu bukan hanya ucapan di lisan maupun berupa status di WhatsApp. Akan tetapi takwa itu adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Ingat selalu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melupakan, bersyukur dan tidak kufur atas nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Janganlah kalian mati kecuali dalam kondisi Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Ahibbatiy fillah,

Kita bisa melihat bagaimana persaingan antar umat manusia untuk menjadi yang terbaik. Mereka ingin kekayaannya bertambah dan jabatannya semakin tinggi. Mereka ingin menjadi bupati, gubernur, presiden, atau menjadi apapun. Dab mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan sesuatu dari dunia ini, yang dia yakin sebenarnya akan dia tinggalkan apa yang dia dapatkan. Kadang kala kita lupa untuk berlomba-lomba meraih yang kekal dan abadi. Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ta’ala ‘anhu pernah bercerita,

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ باصَدَّقَ

“Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kami untuk bersedekah yang mana pada saat itu aku sedang mempunyai harta.”

Lalu Umar berpikir, “Kalau aku bisa mengalahkan Abu Bakr, maka hari ini aku mengalahkan dia, kalau memang aku bisa mengalahkan dia.”

فجئتُ بنصف مالي

“Kemudian aku membawa setengah dari hartaku.” Lalu hartanya diletakkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Cerita ini sudah pernah kita dengar. Ya, sering kali kita mendengar petuah-petuah yang masuk ke telinga kanan, namun keluar lagi dari sebelah kiri.

Lalu Umar duduk setelah meletakkan sedekahnya. Sang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar bin Al Khaththab,

مَا أَبْقَيْتَ لأَهْلِكَ ؟

“Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?” Lalu Umar menjawab,

نِصْفَهُ أَوۡ مِثْلَهُ

“Seperti (sejumlah) itu.”

Kita sering sedekah 2,5%, 5%, 10%, atau 15%. Sedangkan Umar membawa 50% dari hartanya. Lalu datang sahabatnya, Abu Bakr radhiyallahu ta’ala ‘anhu Ash-Shiddiq. Beliau meletakkan hartanya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu baginda Nabi ‘Alaihishshalatu Wassalam bertanya,

مَا أَبْقَيْتَ لأَهْلِكَ ؟

“Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Kemudian Abu Bakr menjawab,

أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Dawud No. 1678)

Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala Pemilik bumi ini? Bukankah Allah خَالِقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ (pencipta langit dan bumi)?

Yang beliau tinggalkan bukan setengah ataupun seperempat hartanya melainkan semua hartanya beliau bawa. Dan beliau mengatakan bahwa yang beliau tinggalkan untuk keluarganya itu bukan uang -yang bisa hilang- maupun harta -yang bertumpuk yang bisa terbakar-, melainkan beliau meninggalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Apa yang menyebabkan Umar tidak bisa melakukan seperti yang Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ta’ala ‘anhu lakukan? Itulah iman. Keimanan kita berbeda. Sebagian kita hanya mampu bersedekah 2%, 5%, ada yang 10%. Ada pula yang setiap mendapat gaji, 30% dia letakkan. Ini menunjukkan bahwa tingkatan keimanan kita tidak sama.

Ahibbatiy Fillah,

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,

الصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ

“Sedekah itu bukti keimanan.” (HR. Muslim)

Shalat dan puasa adalah bukti keimanan. Tentu juga dengan mengeluarkan sesuatu yang kita cintai, yang kita bekerja dan berkeringat untuk mendapatkannya. Sebagian orang merantau lalu mengumpulkan harta, dan setelah itu dia sedekahkan.

Ahibbatiy Fillah,

Tatkala kita meninggal dunia, apa yang akan kita bawa? Rumah yang kita bangun? Atau perusahaan yang kita miliki? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﺘْﺒَﻊُ ﺍﻟﻤَﻴِّﺖَ ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺍﺛْﻨَﺎﻥِ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻣَﻌَﻪُ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻳَﺘْﺒَﻌُﻪُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻋَﻤَﻠُﻪُ

“Yang mengikuti mayit ke kuburnya ada tiga, lalu dua kembali dan yang tinggal bersamanya hanya satu; yang mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, lalu kembali keluarga dan hartanya, dan yang tinggal hanya amalnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Yang akan ikut adalah keluarganya. Anaknya meneteskan air mata, mungkin bapaknya masih hidup lalu juga meneteskan air mata sedih. Dia mengantarkan jenazah tersebut ke kuburan. Hartanya juga ikut mengantarkan. Mungkin mobilnya ikut ke sana, mungkin juga banyak orang yang ikut mengantarkan karena dia adalah orang kaya atau karena dia orang terkenal.

Mungkin jalanan jadi sempit karena banyaknya orang yang mengantarkan ke kuburan. Tapi adakah satu di antara mereka yang akan tinggal bersama kita di kuburan? Anak kita yang katanya cinta sama bapaknya, apakah akan mendampingi kita di kuburan? Tidak! Selesai dia menguburkan kita, dia injak-injak itu kuburan, lalu dia letakkan batu nisan. Kemudian dia berdiri dan mendoakan:

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ اَللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ بِ الْقَوْلِ ثَبِّتْ

Lalu setelah itu, berapa lama anak kita akan ada di kuburan? 5 menit, 1 jam, 24 jam, sepekan? Tidak ada. Mereka akan pulang meninggalkan kita. Harta kita juga akan pulang. Kecuali satu yang akan tetap bersama kita, yakni amal perbuatan kita.

Tahukah, jama’ah, ketika ajal datang menjemput, apa yang manusia inginkan? Dia ingin shalat? Berangkat haji/ umrah? Tidak! Ia ingin sedekah. Allah Azza wa Jalla mengatakan,

وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 10-11) 

Karena dia merasa hasil jerih payahnya itu tidak akan dia bawa. Dia akan tinggalkan semuanya. Kalau bicara shalat, ketika dia mau shalat, tentu butuh waktu shalat. Harus berwudhu, berpakaian, dan menghadap kiblat. Tapi sedekah, kita hanya butuh beberapa detik untuk bersedekah.

Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk bersedekah. Kalau Antum membaca kriteria orang-orang yang bertakwa/ penghuni surga, kata Allah ‘Azza wa Jalla:

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 134)

Jangan berpikir bahwa sedekah itu hanya untuk orang kaya. Tidak! Nabi ‘alaihishshalatu wassalam mengatakan:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Selamatkan diri kalian dari api neraka walaupun dengan setengah butir kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan jangan takut untuk bersedekah dan untuk membuktikan keimanan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji akan menggantinya. Kita melihat mengapa masih banyak investasi-investasi ilegal yang laris di masyarakat. Mereka ingin uangnya bertambah, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 261)

Maka kita dapat melihat perbedaan antara Abu Bakar dengan Umar bin Khattab Radhiyallahu ta’ala ‘anhu. Semua berdasarkan kadar keimanannya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

Ahibbatiy Fillah,

Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita

أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur[102]: 1-2)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ

“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja?” (HR. Muslim no. 2958)

Yang engkau sedekahkan itulah yang milikmu. Sisanya berupa rumah, mobil, dan uang adalah milik manusia. Dan sebaik-baiknya sedekah, kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;

أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

“Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat, saat kamu takut menjadi fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1032).

Tidak ada lagi yang tersisa hartanya. Karena tatkala kematian datang, harta itu bukan milikmu secara keseluruhan, melainkan milik ahli waris.
Sebagian kita sibuk mengumpulkan harta sampai telat shalat Jum’at. Sebagian orang datang tatkala khatib sudah naik mimbar dan dia merasa bahwa dia adalah orang baik. Di mana letaknya baik bagi engkau?

Ahibbatiy Fillah,

Tidak tercela orang yang sibuk bekerja untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Tapi jangan lalai. Kita hanya sebentar di tempat ini. Saudara-saudara kita sudah banyak yang pergi meninggalkan kita dan tidak akan pernah kembali. Jadilah orang-orang kaya yang kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَٰرَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلْقُلُوبُ وَٱلْأَبْصَٰرُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur[24]: 37)

Tatkala manusia dibangkitkan dalam kondisi telanjang, pakaian mahal yang kau beli, pakaian bermerek yang engkau miliki itu dilucuti ketika engkau hidup di dunia tatkala mati datang menjemputmu. Tatkala dibangkitkan di akhirat, engkau akan telanjang, tidak beralas kaki, dan tidak membawa apa-apa. Maka silakan bekerja, silakan mengumpulkan harta, tapi untuk kehidupan kita yang selanjutnya.

Ahibbatiy Fillah,

Hari ini adalah hari yang mulia, hari bersholawat kepada Nabi ‘alaihishshalatu wassalam. Agungkan hari ini karena sebaik-baiknya hari yang terbit matahari itu ialah hari Jum’at. Pada hari ini Nabi Adam diciptakan, dimasukkan ke surga diturunkan dari surga, dan pada hari ini kiamat itu akan terjadi:

فَأَكْثِرُوا فِيهِ مِنَ الصَّلاَةِ عَلَىَّ

“Perbanyaklah shalawat kepadaku karena shalawat kita itu akan disuguhkan kepadaku.”

Video Khutbah Jumat Tentang Berpikir 1000x Untuk yang Abadi

Sumber Video: Syafiq Riza Basalamah Official

Demikian khutbah jumat tentang “Berpikir 1000x Untuk yang Abadi“. Mari turut menyebarkan catatan kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: