Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Pisau Terjatuh Saat Menyembelih, Qurban Batal?
Khutbah Jumat: Semangat Berqurban Di Masa Pandemi
Khutbah Jumat Singkat Tentang Kurban

Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban ini adalah catatan dari khutbah yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. Hafidzahullah. Download PDFnya via telegram: t.me/ngajiid/19

Khutbah Pertama – Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimakumullah..

Alhamdulillah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita selalu memuji dan menyanjungNya atas semua limpahan nikmat dan karuniaNya, kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kesempurnaan nama-namaNya yang maha indah dan sifat-sifatNya yang maha tinggi.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Di hari-hari ini kita berada di musim kebaikan yang terbesar dalam Islam. Di dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيامٍ العَمَلُ الصَّالحُ فِيها أَحَبُّ إِلى اللَّهِ مِنْ هذِهِ الأَيَّامِ”يعني: أَيامَ العشرِ

“Tidak ada hari-hari yang ketika itu amalan shalih lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih daripada beramal shalih di hari-hari ini: yaitu 10 hari awal bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhari)

Inilah musim kebaikan yang terbesar. Beramal shalih, baik itu berpuasa sunnah ataupun bersedekah, membaca Al-Qur’an, berzikir, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung silaturahim dan amal-amal kebaikan yang lainnya, lebih diutamakan di hari-hari ini dibandingkan hari-hari yang lain. Menurut pendapat yang terkuat bahkan melebihi 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

Kesempatan bagi orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mengetahui kebutuhan kita untuk mendapatkan iman yang benar, iman yang sempurna, untuk bisa memurnikan kecintaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan musim kebaikan yang besar ini, kita diberikan kesempatan untuk bisa menjumpainya dan bisa berbuat kebaikan-kebaikan yang besar di bulan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Perhatikan makna hadits ini:

العَمَلُ الصَّالحُ فِيها أَحَبُّ إِلى اللَّهِ

“Amal shalih di hari-hari ini lebih dicintai oleh Allah.”

Berarti ini menggambarkan amalan-amalan shalih secara umum merupakan sebab yang akan menyempurnakan kecintaan kita kepada Allah. Kita ketahui -kata Syaikh Abdurrahman As-Sa’di- cinta kepada Allah merupakan:

روح الإيمان، وحقيقة التوحيد، وعين التعبد، وأساس التقرب

Cinta kepada Allah merupakan ruh dari iman, inilah hakikat tauhid, landasan utama ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Ibadah pada asalnya menumbuhkan kecintaan kita kepada Allah, menguatkan iman. Sebagaimana konsekuensi iman yang benar akan memotivasi kita untuk semangat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullahu Ta’ala mengatakan, “Banyak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah yang disyariatkan akan menumbuhkan dan menguatkan iman, sebagaimana iman yang benar ini akan memotivasi manusia untuk banyak beribadah, banyak berdzikir, banyak mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Apalagi ketika dikatakan amal-amal di waktu ini paling dicintai Allah. Subhanallah, kesempatan bagi orang yang beriman untuk membenarkan cintanya kepada Allah, kesempatan bagi mereka untuk menumbuhkan imannya. Makanya ini kesempatan yang harusnya kita berlomba-lomba dalam kebaikan ini, kita berlomba-lomba mengerjakan amal-amal shalih yang disyariatkan di hari-hari yang singkat ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan semua itu sebagai sebab untuk kita meraih kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan sebab utama kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat nanti.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Kemudian kita ketahui bersama di hari-hari ini amalan-amalan shalih yang disyariatkan dalam semua bentuk amalan shalih seperti berpuasa, yang paling utama adalah di tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah. Di dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim dari sahabat yang mulia Abu ََQatadah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang keutamaan puasa di hari Arafah, maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

“Menggugurkan dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang sedang berlangsung.” (HR. Muslim)

Kemudian tanggal 10 Dzulhijjah ada shalat hari raya Idul Qurban, shalat Idul Adha, setelah itu ada berqurban di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan lambang cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan wujud rela mengorbankan harta kita yang paling kita cintai dalam rangka mendahulukan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berqurban kita ketahui bersama adalah ibadah yang agung, disyariatkan sejak Nabi-Nabi yang terdahulu. Kita ingat bersama kisah dua putranya Nabi Adam ‘Alaihish Shalatu was Salam:

إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ

“Ketika keduanya mempersembahkan qurban kepada Allah diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang keduanya (karena keikhlasannya)”

Yang jelas ibadah qurban karena agungnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan sejak Nabi-Nabi yang terdahulu. Ibadah qurban kita ketahui bersama juga digandengkan dalam Al-Qur’an dengan ibadah terbesar, yaitu shalat. Di dua ayat Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾

Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihan/qurbanku untuk Allah, hidup dan matiku hanya semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan dengan inilah aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri kepadaNya’.” (QS. Al-An’am[6]: 163)

Juga dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾

Dirikanlah shalat untuk Rabbmu Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata dan sembelihlah sembelihanmu untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)

Kenapa qurban digandengkan dengan shalat? Yaitu karena keutamaannya sangat besar. Sebagian ulama mengatakan inilah sedekah yang paling utama, berqurban. Makna yang paling diutamakan untuk kita renungkan di sini adalah berqurban untuk mendahulukan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dibandingkan dengan apapun yang dicintai oleh hawa nafsu kita.

Antum ketahui bersama, di dalam surat Al-Hajj, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang nilai qurban, yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan daging atau darah yang disembelih, tapi yang sampai adalah ketakwaan, keikhlasan dari hati kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّـهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ…

Tidak akan sampai kepada Allah daging ataupun darah hewan-hewan sembelihan yang kalian alirkan, tetapi yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketakwaan yang terdapat di dalam hatimu.” (QS. Al-Hajj[22]: 37)

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa amal berqurban bagi orang-orang yang diberi kemampuan untuk melakukannya benar-benar kesempatan melatih diri untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, memurnikan ketakwaan, memurnikan keikhlasan dari dalam hati kita. Makanya di hari-hari ini juga kita ingat bahwa dengan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berqurban, berpuasa dan ibadah-ibadah yang lainnya, disitu kita ingin melatih diri kita untuk memurnikan ketaatan kepada Allah dengan berjuang menundukkan hawa nafsu kita, makanya kita melaksanakan ibadah yang ikhlas hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata dan berusaha mengamalkan ibadah yang sesuai dengan petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karena itulah ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Lihatlah dalam ayat yang saya sebutkan tadi tentang qurban dan shalat:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾

Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam.’” (QS. Al-An’am[6]: 162)

Dua ibadah ini menjadi lambang pemurnian tauhid pada diri seorang hamba. Oleh karena itu pelaksanaan shalat harus yang paling diutamakan dibandingkan ibadah-ibadah yang lain karena keutamaannya paling besar. Berqurban juga seperti itu. Hal-hal yang mendukung shalat kita, berzikir, membaca Al-Qur’an, berdoa, ini juga merupakan hal yang harus kita perhatikan untuk menjadikan shalat kita benar-benar merupakan titik totak perbaikan bagi keimanan kita, tauhid kita, pemurnian penghambaan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Jadi, hikmah ibadah yang agung yang disyariatkan di hari-hari 10 hari awal bulan Dzulhijjah ini kita renungkan bersama bahwa sekali lagi dengan memperbaiki ibadah itulah yang merupakan sebab perbaikan bagi iman kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan ibadah hakikatnya untuk kita renungkan maknanya. Yaitu agar dengan ibadah ini kita bisa laksanakan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata, kita bisa menundukkan hawa nafsu kita, untuk mendahulukan keridhaanNya, insyaAllah sedikit demi sedikit dengan kita memperbaiki ibadah, memperbaiki tauhid untuk memurnikan keikhlasan, membenarkan ketakwaan dalam hati kita, kemudian mengamalkan dengan amalan anggota badan kita, amalan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, inilah yang akan menjadi sebab kesempurnaan iman kita, teguhnya keimanan kita, yang menjadi sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menguatkan iman kita sampai di akhir hayat kita, sampai kita berjumpa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يُثَبِّتُ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ …

Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meneguhkan keimanan orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan di akhirat nanti dengan ucapan yang teguh sampai di akhir hayatnya…” (QS. Ibrahim[14]: 27)

Ketika menafsirkan ini, Imam besar dari kalangan tabi’in, Qatadah bin Di’amah As-Sadusi Rahimahullahu Ta’ala mengatakan: “Adapun dalam kehidupan di dunia Allah akan meneguhkan dan menguatkan imannya orang-orang yang beriman dengan kebaikan dan amalan shalih yang dilakukannya.”

Kalau ini berlaku untuk amalan shalih yang kita kerjakan sehari-hari, apalagi di hari-hari amalan shalih dilipatgandakan keutamaan dan amalan shalih paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Maka dengan nasihat ringkas dalam khutbah ini, saya menghimbau kepada kaum muslimin setelah kepada dirisaya sendiri untuk marilah kita manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk merenungkan hikmah ibadah, hikmah amalan-amalan shalih bahwa ini mendekatkan kita kepada puncak kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih daripada kecintaan apapun yang kita miliki dalam kehidupan dunia ini.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan khutbah singkat ini bermanfaat.

Khutbah Kedua – Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Sebelum saya lanjutkan, saya ingatkan kepada anak-anak yang ada di luar atau jamaah yang ada di luar, jangan ribut, dengarkan khutbah karena ini kewajiban anda untuk menjadikan shalat jumat anda itu sempurna keutamaannya, jangan ribut ketika sedang khutbah, dengarkan baik-baik. Barakallahu fiikum..

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Juga masih di dalam surat Al-Hajj dalam rangkaiannya dengan kegiatan-kegiatan ibadah di hari-hari yang agung ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّـهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ ﴿٣٢﴾

Yang demikian itu maka barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, mengagungkan perintah dan larangan Allah, mengagungkan kebaikan-kebaikan yang Allah syariatkan dalam agamaNya, maka itu timbulnya dari ketakwaan yang terdapat di dalam hati.” (QS. Al-Hajj[22]: 32)

Ma’asyiral muslimin rahimaukumullah..

Ayat ini menggambarkan kepada kita bahwa takwa yang hakiki adalah takwa yang terdapat dalam hati. Imam Ibnul Qayyim Rahimaullah ketika menjelaskan ayat ini beliau berkata:

والتقوى في الحقيقة تقوى القلوب لا تقوى الجوارح

“Takwa yang hakiki, takwa yang sejati, adalah takwa yang terdapat dalam hati bukan cuma sekedar yang diamalkan oleh anggota badan.”

Makanya ayat yang saya jelaskan di khutbah yang pertama tadi menjelaskan bahwa “Bukan yang sampai kepada Allah itu daging sembelihan yang kita sembelih atau darah yang kita alirkan”, bukan. Yang sampai adalah niat kita, takwa kita. Yang sampai adalah kemauan kita berqurban di jalan Allah, yang sampai adalah niat kita menundukkan hawa nafsu dalam rangka mendahulukan ketaatan kepadaNya.

Oleh karena itulah, ini yang kita latih diri kita sewaktu kita beribadah. Kita merenungkan ibadah itu dibangun di atas landasan yang sangat agung. Ibadah itu adalah sesuatu yang menghimpun kesempurnaan cinta dan kesempurnaan sikap merendahkan diri dihadapan Allah. Kita beribadah karena kita ingin meraih kecintaan kepada Allah, karena kita akan menderita, kita akan hidup sengsara kalau jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh dari kecintaan kepadaNya. Kita beribadah karena kita butuh kepada rahmat Allah yang mana rahmat Allah diturunkan pada ibadah-ibadah yang disyariatkanNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…إِنَّ رَحْمَتَ اللَّـهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٥٦﴾

Sesungguhnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan, melaksanakan apa yang diturunkan dalam agamanya.” (QS. Al-A’raf[7]: 56)

…وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠﴾

Bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu senantiasa mendapatkan rahmatNya.” (QS. Al-Hujurat[49]: 10)

Jadi dengan perasaan ini kita renungkan bahwa kita beribadah landasannya adalah karena kita cinta kepada Allah, kita menginginkan kebaikan-kebaikanNya, kita menginginkan segala kekurangan kita dipenuhiNya, segala kebutuhan kita hanya Dia yang maha kuasa untuk memenuhinya. Kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan merendahkan diri karena kita mengetahui tanpa ibadah hidup kita akan penuh dengan keburukan, penuh dengan segala sesuatu yang membawa kepada kebinasaan di dunia dan di akhirat nanti.

Oleh karena itulah ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Sekali lagi, renungan tentang ibadah pantas untuk kita selalu tanamkan dalam diri kita dan inilah hakikat tauhid, hakikat penghambaan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka di 10 hari awal Dzulhijjah ini kita merenungkan makna ini, kita ingat kisahnya Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam yang dalam rangka menguji kecintaannya kepada Allah, diperintahkan untuk menyembelih anaknya yang sangat dicintainya. Yang kemudian mereka berdua Nabi yang mulia ini ‘Alaihimush Shalatu was Salam lulus dalam ujian tersebut. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam sebagai kekasih terdekatnya, khalilullah. Sebagaimana Allah menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai kekasih terdekatNya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِنَّ اللَّهِ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا ، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلً

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ibrahim sebagai kekasih terdekatNya sebagaimana Allah menjadikan aku sebagai kekasih terdekatnya.”

Hanya dua Nabi yang mendapatkan predikat tersebut. Kenapa? Karena dia berhasil murnikan kecintaannya kepada Allah, mengorbankan yang paling dicintainya agar membuktikan dia lebih cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Makanya dalam Islam kita diperintahkan mengikuti agama tauhid yang murni yang dicontohkan Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam.

قُلْ صَدَقَ اللَّـهُ ۗ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٩٥﴾

Katakanlah: ‘Maha benar Allah, ikutilah kalian agamanya Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam yang lurus dan dia tidak termasuk orang-orang yang melakukan perbuatan syirik.’” (QS. Ali-Imran[3]: 95)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Seandainya hikmah ini kita akan ulas, membutuhkan waktu yang sangat panjang. Cukuplah kita renungkan, ibadah disyariatkan untuk kita memurnikan cinta kepada Allah, membenarkan iman, apalagi di waktu-waktu yang dilipatgandakan, ibadah-ibadah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala diwaktu tersebut. Ini yang seharusnya kita tumbuhkan dalam diri kita. Inilah hakikat yang harusnya kita renungkan ketika kita mengamalkan pelajaran tauhid kita, pelajaran kita mengenal kemahaindah nama-nama Allah dan kemahasempurnaan sifat-sifatNya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kita dalam kebaikan iman, memudahkan kita untuk meraih keutamaan di hari-hari 10 awal Dzulhijjah ini, memudahkan kita sebagai hamba-hamba yang dipilihNya untuk selalu berusaha menundukkan hawa nafsunya, mengorbankan kecintaannya kepada harta dan kepada apapun yang ada di dunia ini dalam rangka mendahulukan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikianlah, akhirnya khutbah ini kita akhiri dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Video Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Sumber Video: https://www.facebook.com/rodjatvofficial/videos/1454718714623656/

Demikianlah Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban ini. Semoga catatan kami ini bermanfaat untuk kita semua.

Mari turut menyebarkan Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah ini di media sosial yang Anda miliki. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: