Khutbah Jumat tentang “Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga” ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafizhahullahu Ta’ala
Khutbah Jumat: Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga
Khutbah Jumat Pertama: Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga
Seluas Langit dan Bumi
Para hadirin jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Alhamdulillah segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala limpahan karunia dan nikmat yang terus-menerus Allah berikan kepada kita tiada henti-hentinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga pada keluarganya serta seluruh shahabat beliau tanpa terkecuali. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 133)
Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala, وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Kalau kita terjemahkan ayat ini dalam bahasa Arab secara harfiah, sebagaimana penjelasan sebagian ahli tafsir عَرْضٌ dalam bahasa Arab artinya lebar. Adapun panjang dalam bahasa Arab adalah طُول. Dan dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan lebar surga dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyebutkan panjang surga.
Jadi kalau kita terjemahkan seakan-akan, “Bersegeralah kalian menuju surga Allah yang lebarnya selebar langit dan bumi.” Jika lebarnya sudah sedemikian seperti itu, bagaimana lagi dengan panjangnya? Oleh karenanya sebagian ulama berdalil bahwasanya surga yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi orang-orang bertakwa itu lebih luas dari pada langit dan bumi.
Adapun penyebutan langit dan bumi hanyalah pendekatan. Ini bukan berarti luasnya persis seperti langit dan bumi. Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
سَابِقُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ ۚ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.” (QS. Al-Hadid[57]: 21)
Allah menggunakan kalimat ك yang berarti ‘seperti’ atau ‘mirip’. Namun sebagaimana penjelasan para ulama bahwasanya surga itu lebih luas dari pada langit dan bumi. Kalaulah surga itu luasnya seluas langit saja, maka itu sudah cukup sangat luas. Karena langit adalah makhluk yang paling besar yang bisa kita lihat dengan kedua mata kita ini.
Dahsyatnya Penciptaan Langit
Ada makhluk yang lebih luas dari pada langit seperti kursi Allah Subhanahu wa Ta’ala (‘Arsy). Tapi makhluk yang bisa kita lihat dengan mata kita di bumi ini adalah langit. Kita tidak tahu mana pangkalnya dan kita tidak tahu mana ujungnya. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang dahsyatnya penciptaan langit dalam Al-Qur’an. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ءَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ ٱلسَّمَآءُ ۚ بَنَىٰهَا
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya,” (QS. An-Nazi’at[79]: 27)
Jawabannya, lebih hebat penciptaan langit. Yang begitu luas langit tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَٱلسَّمَآءَ بَنَيْنَٰهَا بِأَيْي۟دٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.” (QS. Az-Zariyat[51]: 47)
Kita lihat langit begitu luas. Di dalam langit ada matahari, rembulan, bintang-bintang, planet-planet, dan galaksi-galaksi. Sungguh luar biasa luas langit ini. Kalau seandainya surga itu luasnya seperti langit, maka sangat luas. Bagaimana lagi kalau luas yang lebih luas dari pada langit?
Kedudukan Paling Rendah di Surga
Oleh karenanya di antara hal yang menggambarkan akan luasnya surga, hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim tentang kisah seseorang yang paling rendah kedudukannya di surga. Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ – قَالَ – فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا – قَالَ – فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِى – أَوْ أَتَضْحَكُ بِى – وَأَنْتَ الْمَلِكُ » قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً
“Sesungguhnya aku tahu siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak. Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.”
Ia pun mendatangi surga, tetapi ia dikhayalkan bahwa surga itu telah penuh. Ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”
Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau dan masuklah surga.”
Ia pun mendatangi surga, tetapi ia masih membayangkan bahwa surga itu telah penuh. Kemudian ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”
Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti bumi dan sepuluh kali lipat darinya.”
Orang tersebut berkata, “Apakah Engkau memperolok-olokku atau menertawakanku, sedangkan Engkau adalah Raja Diraja?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda, “Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya.” (HR. Bukhari no. 6571, 7511 dan Muslim no. 186)
Kita bisa bayangkan kalau orang yang paling rendah di surga kedudukannya, dia memiliki kavling istananya 11 kali luas bumi (di dalam hadits, luasnya surga seperti bumi dan 10 kali lipatnya). Maka bagaimana lagi dengan penghuni-penghuni surga yang lainnya. Ini menunjukkan surga itu sangat luas.
Seseorang berbahagia tatkala dia adalah raja dari satu kavling kecil di dunia ini. Misalnya raja di suatu negara, raja di Indonesia, atau menjadi raja di Arab Saudi. Dia sudah bahagia melihat luasnya wilayah dia. Bagaimana lagi dengan raja dunia? Bagaimana lagi dengan raja 11 kali lipat dunia? Inilah penghuni surga yang paling rendah.
Istana di Surga
Dan tatkala kita berbicara tentang kavlingan surga yang begitu luas bagi penghuni surga yang paling rendah, kita tidak berbicara tentang kavlingan surga yang kosong melompong. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala siapkan bagi dia istana dengan kavlingan yang seluas 11 kali lipat dunia. Sangat luas sekali dan berisi dengan berbagai macam kenikmatan dan keindahan.
Kalau kita berbicara tentang kenikmatan-kenikmatan surga, maka itu di luar dari daya imajinasi kita. Di luar dari daya kemampuan berpikir kita. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
ليس في الجنة شيء يشبه ما في الدنيا إلا الأسماء
“Tidak ada satupun di surga jika dibandingkan dengan dunia kecuali hanya sekedar nama.”
Nama boleh sama, namun hakikatnya seluruhnya berbeda. Cukuplah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang bangunan di surga,
الجنة بناؤها لبنة من فضة و لبنة من ذهب و ملاطها المسك الأذفر و حصباؤها اللؤلؤ و الياقوت و تربتها الزعفران من يدخلها ينعم لا يبأس و يخلد لا يموت لا تبلى ثيابهم و لا يفنى شبابهم
“Bangunan di surga batu batanya dari perak dan dari emas. Tanah lapisannya dari minyak kesturi terbaik dan lantainya dari mutiara dan batu yaqut, tanahnya adalah za’faran. Siapa yang memasukinya akan mendapatkan kenikmatan yang tidak putus dan kekal yang tidak ada kematian, pakaian mereka tidak rusak dan usia mudanya tidak hilang.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairoh)
Sungai di Surga
Belum lagi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang sungai-sungai yang ada di surga,
فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى ۖ
“… di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring;” (QS. Muhammad[47]: 15)
Kalau susu di dunia, jika dibiarkan akan menggumpal dan berubah menjadi kecut, tidak lagi indah. Adapun susu di surga tidak demikian. Karena orang kalau mengkhayalkan ada susu yang ditumpahkan di kolam maka dalam beberapa hari dia akan berubah menjadi kecut, bau, dan menggumpal. Adapun susu di surga tidak demikian.
وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ
“sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya.”
Khamr/ bir-bir yang ada di di surga tidak menjadikan mabuk/ pening. Tetapi isinya hanyalah kelezatan.
Para Bidadari Surga
Kemudian juga tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara tentang istri di surga,
وَلَهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ
“dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci.” (QS. Al-Baqarah[2]: 25)
Kata para ulama, para istri tersebut disucikan luar dan dalamnya, lahir dan batinnya. Setiap wanita dunia yang masuk surga, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mensucikannya, tidak ada haidnya, nifasnya, kotorannya, air kencingnya, ingusnya, ludahnya, kotorannya, bersih semuanya. Pantas jika Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُعَانِقُ الْحَوْرَاءَ سَبْعِيْنَ سَنَةً ، لاَ يَمَلُّهَا وَلاَ تَمَلُّهُ
“Sesungguhnya seorang penghuni surga sungguh akan memeluk bidadari selama 70 tahun, ia tidak bosan dengan bidadari tersebut dan sang bidadari juga tidak bosan dengannya,”
Mengapa? Karena para bidadari tersebut bersih-bersih. Mengeluarkan aroma yang begitu indah dan harum. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلأَتْ مَا بَيْنَهُمَا رِيْحًا وَلَنَصِيْفُهَا – يَعْنِي الْخِمَارَ – خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“Kalau seandainya seorang wanita surga muncul ke dunia maka dia akan menyinari antara bumi dan langit, dan akan memenuhi bau yang semerbak antara bumi dan langit, dan sungguh kerudungnya lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Al-Bukhari no 6199) [1]
Maka wajar wanita tersebut dibersihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari zahirnya. Batinnya pun dibersihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Para wanita tersebut memiliki akhlak yang mulia.
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ…
“Kami bersihkan hatinya seluruh orang yang masuk surga…” (QS. Al-Hijr[15]: 47)
Istri-Istri di Surga
Maka para wanita di surga tidak ada yang mengangkat suara kepada suaminya. Tidak ada yang berteriak kepada suaminya, tidak ada tukang protes, tidak ada yang suka menuntut kepada suaminya. Mengapa dibersihkan hatinya, tidak pernah dia membandingkan suaminya dengan lelaki yang lain, mengapa? Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَعِنْدَهُمْ قٰصِرٰتُ الطَّرْفِ عِيْنٌ ۙ
“Dan di sisi mereka ada (bidadari-bidadari) yang bermata indah, dan membatasi pandangannya,” (QS. Ash Shaffat : 48)
Mereka tidak pernah melirik kepada lelaki yang lain. Yang jadi pusat perhatian mereka, pusat pelayanan mereka hanyalah suami mereka. Bagaimana mereka mau membandingkan suaminya dengan lelaki yang lain, sementara pandangan mereka hanya tertunduk dan tertuju kepada suaminya?
Oleh karenanya mereka berakhlak yang mulia. Mereka tidak sering keluar rumah. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar-Rahman[55]: 72)
Mereka senantiasa menunggu kedatangan suami mereka dengan penuh kerinduan. Jika suami pulang maka pasti mendapati para bidadari siap melayani. Tidak seperti sebagian wanita di dunia yang keluar rumah tanpa izin suami, tatkala suaminya pulang dia tidak mendapati istrinya.
Oleh karenanya saya katakan, jikalau penghuni surga yang paling rendah diberikan kavlingan di surga begitu luas 11 kali lipat dunia dengan berbagai macam kemewahan dan keindahan, maka bagaimana lagi dengan penghuni-penghuni surga yang lain?
Semoga kita termasuk dari penghuni surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Khutbah Jumat Kedua: Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga
Doa Para Nabi
Masuk surga merupakan impian semua orang, bukan cuma impian kita. Orang-orang yang mungkin imannya pas-pasan seperti kita, bahkan impian para Nabi dan rasul. Bahkan impian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bagaimana para Nabi mereka berdoa agar dianugerahkan surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
“dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan,” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 85)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan banyak doa untuk meminta surga, di antaranya:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al-Baqarah[2]: 201)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memotivasi para sahabat untuk meminta surga. Dan para sahabat juga meminta surga. Ada seorang sahabat datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau sedang bersama Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Maka sahabat ini berkata,
إِنِّي لَا أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلَا دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ
“Ya Rasulallah, aku tidak pandai untuk berdoa sebagaimana doamu dan doanya Mu’adz.”
وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ
“Akan tetapi aku meminta kepada Allah surga dan aku berlindung kepada-Nya dari neraka Jahannam.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ
“Aku dan Mu’adz juga permintaannya seputar itu saja (meminta surga dan dijauhkan dari api neraka).”
Berlomba Meraih Surga
Oleh karenanya, tentu kita semua bermimpi/ berkhayal/ berangan-angan untuk bisa menjadi penghuni surga. Maka kita harus bersegera dalam meraih surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau berbicara tentang surga/ kebaikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala suruh berlomba. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 148)
Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan nikmat surga,
وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin[83]: 26)
Tapi kalau urusan dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk qona’ah.
Sifat Qona’ah
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim) [2]
Kita akan pandai bersyukur kalau lihat ke bawah. Tapi kalau seseorang lihat ke atas, sudah diberikan kenikmatan lalu tidak pernah merasa cukup, tidak pernah qona’ah, maka dia tidak akan pernah bahagia. Mengapa? Karena dunia tidak ada titik klimaksnya.
Seseorang sudah punya ini, akan minta lagi. Seandainya dia ada kebutuhan, tidak jadi masalah. Tapi kebanyakan yang membinasakan manusia bukan karena kebutuhan dia sudah cukup, namun ingin yang lebih. Inilah yang kata Allah Subhanahu wa Ta’ala,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ . حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur[102]: )
Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai kalian masuk dalam kuburan, baru kalian berhenti dari berlomba-lomba. Bukan karena dia kekurangan. Kalau seseorang habis waktunya gara-gara kurang makan, tidak bisa makan,dan tidak bisa punya rumah, ini wajar. Mengapa? Karena dia ingin memenuhi kebutuhan primernya.
Tidak Puas Terhadap Dunia
Tetapi menjadi masalah jika rumahnya sudah ada, kendaraannya sudah ada, tetapi dia ingin yang lebih. Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah memberi kecukupan, tidak pernah selesai. Dia ingin lagi dan lagi. Tidak ada titik klimaksnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Maka syariat mengajarkan tidak qona’ah dalam urusan akhirat, berlomba-lombalah. Adapun masalah dunia, kita disuruh qona’ah. Namun yang menjadi masalah kebanyakan manusia terbalik. Untuk urusan akhirat, mereka qona’ah. Tidak berlomba-lomba. Untuk urusan dunia, mereka tidak qona’ah. Untuk urusan akhirat mereka merasa puas dengan apa yang mereka miliki. “Alhamdulillah sholat 5 waktu. Alhamdulillah setiap hari baca Al-Qur’an satu halaman.” Dia tidak melihat bahwasanya ada orang yang membaca Al-Qur’an setiap hari satu juz.
Mengejar Surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Perang Badar mengatakan kepada para sahabat,
قُومُوا إلى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأرْضُ، قالَ: يقولُ عُمَيْرُ بنُ الحُمَامِ الأنْصَارِيُّ: يا رَسولَ اللهِ، جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأرْضُ؟ قالَ: نَعَمْ
“Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seperti luas langit dan bumi.” Mendengar ini, Umair bin Humam al-Anshâri Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Apakah benar surga seluas langit dan bumi?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar.”
قالَ: بَخٍ بَخٍ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: ما يَحْمِلُكَ علَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ؟ قالَ: لا وَاللَّهِ يا رَسولَ اللهِ، إلَّا رَجَاءَةَ أَنْ أَكُونَ مِن أَهْلِهَا، قالَ: فإنَّكَ مِن أَهْلِهَا،
Dengan penuh rasa kagum, Umair Radhiyallahu anhu berujar, “Wah.. wah!” Mendengar ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian?” Umair Radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Tidak, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Demi Allah, aku hanya berharap menjadi bagian dari penghuninya.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau akan menjadi salah satu penghuninya.”
Kemudian, Umair Radhiyallahu ‘Anhu mengeluarkan beberapa butir kurma dari kantong anak panahnya dan menyantapnya. Tidak lama kemudian, Umair Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حتَّى آكُلَ تَمَرَاتي هذِه إنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ
“Seandainya aku masih hidup sampai bisa menghabiskan kurma-kurma ini, maka itu adalah kehidupan yang sangat panjang.” Lalu ia melemparkan kurma-kurma itu, kemudian maju bertempur sampai akhirnya terbunuh dan tercatat mati syahid oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim No. 1901)
Penyesalan Orang Beriman
Jama’ah rahimakumullah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”.” (QS. Al-Fajr[89]: 24)
Ucapan ini diucapkan oleh orang kafir yang tidak beriman. Dia menyesal kenapa dulu tidak beriman. Diucapkan oleh para pelaku maksiat. Menyesal mengapa dahulu dia bermaksiat. Bahkan diucapkan oleh orang beriman. Dia menyesal mengapa dia dulu kurang amal shalihnya di dunia. Dia shalat malam, berbakti kepada orang tua, berinfaq, membaca Al-Qur’an, namun dia menyesal mengapa dahulu berbaktinya kepada orangtua itu kurang. Mengapa pemberian saya untuk orangtua cuma sedikit. Mengapa saya pelit terhadap orang tua.
Dia membaca Al-Qur’an namun ia mengatakan mengapa dia membaca Al-Qur’an sewaktu di dunia hanya sedikit. Dia shalat malam namun bertanya mengapa hanya shalat malam sedikit. Ini menunjukkan bahwasanya sebelum tiba hari kiamat, sekarang saatnya kita beramal dan berlomba-lomba.
Istiqomah Setelah Ramadhan
Ramadhan telah berlalu. Di Bulan Ramadhan manusia banyak berlomba-lomba. Akan tetapi ingat sekarang telah tiba waktu ujian sebelas bulan. Kita akan diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Belenggu-belenggu setan telah dibuka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka janganlah Anda menjadi orang yang hanya mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala bulan Ramadhan. Ulama salaf mengatakan,
ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ
“Seburuk-buruk kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan saja.”
Sesungguhnya Allah yang kita sembah di Bulan Ramadhan, Dia-lah Allah yang kita sembah juga di bulan-bulan yang lainnya. Maka berusahalah istiqomah setelah Bulan Ramadhan. Tetap melaksanakan shalat malam meskipun mungkin tidak sebanyak di Bulan Ramadhan. Tapi dia Istiqomah, tetap membaca Al-Qur’an. Hari-hari harus dilalui dengan ada lembaran-lembaran Al-Qur’an yang dibaca. Meskipun mungkin tidak satu juz sebagaimana di Bulan Ramadhan. Tapi harus ada lembaran-lembaran yang kita buka.
Maka sungguh menyedihkan orang-orang yang meninggalkan shalat malam di malam lebaran. Malam lebaran sudah tidak sholat malam meskipun satu raka’at.
Maka sekarang di hadapan kita adalah ujian. Kita berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertemukan kita kembali pada Bulan Ramadhan berikutnya.
MP3 Khutbah Jumat: Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga
Podcast: Download (Duration: 23:28 — 5.4MB)
Sumber mp3: radiorodja.com
Silahkan bagikan khutbah jumat tentang “Gambaran Keindahan dan Luasnya Surga“, semoga bermanfaat dan menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Catatan:
Komentar