Khutbah Jum’at: Jangan Meremehkan Yang Haram

Khutbah Jum’at: Jangan Meremehkan Yang Haram

Khutbah Jumat: Haramnya Menjadikan Orang Kafir sebagai Pemimpin
Nasihat Singkat Bulan-Bulan Haram
Khutbah Jumat: Kemuliaan Dzulhijjah Yang Terlupakan

Tulisan tentang “Jangan Meremehkan Yang Haram” adalah transkrip dari khutbah jumat yang disampaikan Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., BA. Hafizhahullahu Ta’ala.

Download PDF khutbah via telegram: https://t.me/ngajiid/135

Khutbah Jumat Tentang Jangan Meremehkan Yang Haram

Khutbah Pertama

Hadirin jama’ah Jum’at yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Syukur alhamdulillah layak kita haturkan kehadirat Allāh ﷻ atas kemudahan yang Allāh berikan kepada kita untuk melakukan serangkaian ibadah kepada-Nya.

Dan kita berharap kepada Allāh, semoga ibadah yang kita laksanakan diterima oleh Allāh dan kita memohon kepada Allāh semoga setiap doa yang kita panjatkan, dikabulkan oleh Allāh Azza wa Jalla.

Jama’ah yang dimuliakan Allāh Azza wa Jalla.

Salah satu fenomena yang terjadi di akhir zaman adalah minimnya kesadaran hamba terhadap perbuatan dosa, sehingga penurunan semacam ini terus terjadi dari zaman ke zaman.

Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu pernah mengatakan:

إِنَّكُمْ لَتَعْملُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدقُّ في أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ

“Sungguh kalian melakukan berbagai amalan, yang menurut kalian amalan tersebut sesuatu yang remeh lebih remeh daripada sehelai rambut.

كُنَّا نَعْدُّهَا عَلَى عَهْدِ رسولِ اللَّهِ ﷺ مِنَ الْمُوِبقاتِ

Padahal dahulu di zaman Nabi ﷺ Kami menganggap amalan itu sebagai amalan yang bisa membinasakan seorang hamba.” (Hadits riwayat Al-Bukhari)

Membinasakan seorang hamba, artinya masuk dalam kategori dosa besar. Sehingga terkadang ada orang yang melakukan sebuah perbuatan yang dianggap perbuatan itu sesuatu yang remeh atau tidak bernilai, tetapi sebenarnya perbuatan tersebut besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“Mereka menyangka itu sesuatu yang biasa atau remeh, padahal itu sesuatu yang besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.” (QS. An-Nur[24]: 15)

Salah satunya bisa kita lihat, bagaimana para sahabat ketika mereka bermuamalah, ketika mereka bekerja, ketika mereka mencari harta. Mereka menjadi manusia yang sangat wara’ sampai mereka ketakutan sehingga meninggalkan sebagian yang mubah karena khawatir jangan-jangan itu tercampur dengan sesuatu yang haram.

Sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh Umar ibnu Khaththab radhiyallāhu ‘anhu, beliau pernah mengatakan:

كنا ندع تسعة أعشار الحلال مخافة الوقوع في الحرام

“Dahulu kami meninggalkan sembilan dari sepuluh peluang yang halal karena khawatir kami akan terjerumus kepada sesuatu yang haram.”

Hadirin yang dimuliakan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kesadaran semacam ini mulai menurun bahkan bisa jadi hilang di masa-masa sekarang.

Nabi ﷺ menyebutkan salah satu di antara fenomena akhir zaman sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari.

Rasulullah ﷺ bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ ، لاَ يُبَالِي المَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ ، أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ

“Akan datang di tengah manusia satu zaman di mana orang tidak mempunyai lagi kepedulian darimana dia mengambil harta. Apakah dia mengambil dari yang halal atau dari yang haram.” (HR. Bukhari)

Rasulullah ﷺ menyebutkan hal ini 14 abad silam, dan bisa jadi jama’ah, saat inilah zaman yang pernah disampaikan oleh Nabi ﷺ. Kita jumpai ada banyak di antara kaum muslimin -kita bicara kaum muslimin bukan non muslim- yang mereka sudah tidak mempunyai rasa malu dalam mengambil sesuatu yang haram.

Bahkan bisa jadi sesuatu yang haram itu dia ambil secara terang-terangan dilihat oleh orang lain. Dia tidak mempunyai rasa malu.

Betul kata Nabi ﷺ, datang satu zaman di mana manusia tidak lagi peduli ketika dia mengambil harta, apakah dia mengambil dari yang halal ataukah mengambil dari yang haram.

Padahal jama’ah yang dimuliakan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Bagi para sahabat, praktik semacam ini adalah sesuatu yang menjadi bahaya besar, karena itulah Aisyah radhiyallāhu ‘anhā pernah mengatakan bahwa bisa jadi ada orang yang rajin tahajud, bisa jadi ada orang yang rajin puasa sunnah, bisa jadi ada orang yang banyak beribadah kepada Allāh, tapi dia tidak peduli dengan apa yang masuk ke dalam perutnya.

Aisyah radhiyallāhu ‘anhā pernah mengatakan: “Sungguh kalian telah melalaikan, melupakan ibadah yang paling afdhal yaitu al-wara’.”

Apa yang dimaksud dengan al-wara?

Al-Wara’ adalah adanya rasa takut melakukan sesuatu yang berpotensi mendatangkan bahaya di akhirat

Sehingga jama’ah yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Perhatian para ulama masa silam baik para sahabat maupun generasi setelahnya dalam urusan muamalah sangatlah besar, karena mereka tidak ingin amal mereka hilang, ibadah mereka tidak bernilai di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla disebabkan karena mereka mengkonsumsi sesuatu yang haram.

Dan Nabi ﷺ pernah menyebutkan dalam sebuah hadits yang shahih. Rasulullah ﷺ pernah menyebutkan ada orang yang rambutnya kusut, dia baru saja melakukan perjalanan yang jauh kemudian menengadahkan kedua tangannya. Berdoa kepada Allāh (memanggil Rabb-Nya):

يَا رَبِّ! يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟

“‘Ya Rabb …Ya Rabb,’ sementara makanannya haram, minumannya haram, dagingnya tumbuh dari sesuatu yang haram, pakaiannya juga haram. Bagaimana mungkin doanya akan diijabah oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla?” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Dan sebagian ulama mengatakan, “Sebagaimana doa orang ini tidak diperdulikan oleh Allāh, maka ibadah orang ini bisa jadi tidak dipedulikan oleh Allāh Ta’āla”.

Karena itu bisa jadi ada orang yang rajin tahajud, rajin puasa sunnah, tetapi dia tidak perhatian terhadap sumber pendapatan yang dia gunakan sebagai sumber nafkah untuk dirinya dan keluarganya. Sehingga dengan sebab itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak berkenan untuk menerima amalan ibadah yang dia kerjakan.

Semoga khutbah yang pertama ini bermanfaat.

Khutbah kedua: Allāh Hanya Menerima Amal Yang Baik

Hadirin jama’ah Jum’at yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ada sebagian orang yang beralasan ketika dia mendapatkan harta yang haram baik berupa harta riba atau berupa harta sogok atau dia menjadi seorang aparat negara lalu menerima tips, atau dia mendapatkan hasil akhir tahun yang itu merupakan laporan keuangan yang tidak beres yang didapatkan oleh para ASN.

Dia kemudian beralasan, “Kalau pun ini harta haram nanti akan aku sedekahkan” atau “Nanti akan aku zakati”. Dan harta haram ketika dizakati akan kembali menjadi suci.

Ini teori darimana? Mana dalilnya?

Kapan Nabi ﷺ menyebutkan seperti itu?

Sebaliknya beliau ﷺ menegaskan ketika orang beramal dalam bentuk harta dan dia keluarkan harta itu namun berasal dari harta haram, 100% tidak diterima.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Allāh tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa bersuci dan Allāh tidak menerima sedekah dari harta khianat.” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Sehingga kalau ada orang yang mempunyai pemahaman ketika kita menerima harta yang haram lalu kita sedekahkan maka harta itu menjadi suci. Ini pemahaman seperti orang membersihkan kotoran yang itu adalah inti dari najis.

Kalau ada kotoran manusia digosok sampai mengkilap apakah kotoran itu menjadi suci? Jawabannya tentu tidak. Karena ini sumber najis, dimana semua sumber najis dibuang.

Maka harta haram juga seperti itu (ini adalah harta najis). Meskipun dia dizakati sebagian atau disedekahkan sebagian, tetap bertahan sebagai harta haram. Sehingga seharusnya bukan disedekahkan atau dizakati, namun harta haram itu dikeluarkan semua, tidak boleh ada yang disimpan.

Karena jama’ah yang dimuliakan Allāh.

Dalam masalah ibadah Allāh hanya menerima yang baik.

Nabi ﷺ menegaskan:

إنَّ اللَّهَ طيِّبٌ لا يقبلُ إلَّا طيِّبًا

“Sesungguhnya Allāh Dzat yang Mahabaik dan Allāh tidak menerima amal dari hamba kecuali yang baik.” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Sehingga amal yang dilakukan dengan cara yang buruk atau dilakukan dengan menggunakan harta yang haram, seperti haji menggunakan harta yang haram atau umrah menggunakan harta yang haram. Jangan harap di situ akan menghasilkan pahala karena dia lakukan dengan cara yang khabits (خَبِيْثُ).

Kita memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, semoga Allāh melindungi kita dari setiap potensi sifat jahat yang ada di dalam diri kita, karena rakus terhadap harta. Sehingga kita mengambil sesuatu yang bukan hak kita, baik dari orang lain, baik dari negara maupun dari masyarakat atau pun yang lainnya.

Video Khutbah Jumat Tentang Jangan Meremehkan Yang Haram

Sumber video khutbah jumat: ANB Channel

Mari turut menyebarkan “Khutbah Jumat: Jangan Meremehkan Yang Haram” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0