Khutbah Jumat – Sedekah Bumi | Ustadz Ammi Nur Baits

Khutbah Jumat – Sedekah Bumi | Ustadz Ammi Nur Baits

Berikut ini transkrip khutbah jumat tentang “Sedekah Bumi” yang disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., BA. Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Jumat Pertama: Sedekah Bumi

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Sebagian orang mengatakan bahwa salah satu penyebab kesyirikan yang terjadi di tanah Arab sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah kecintaan mereka terhadap tanah haram, terutama masyarakat yang tinggal di kota Mekkah dan sekitarnya. Sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus, Ka’bah dipenuhi dengan berhala sampai dikatakan ada 360 berhala. Kecintaan mereka terhadap tanah haram membuat mereka membawa bebatuan atau tanah dari tanah haram ketika mereka safar. Lama-kelamaan, bebatuan dan tanah tersebut disembah.

Ini menunjukkan bahwa terkadang kecintaan seorang hamba terhadap lingkungan dan sesuatu yang Allah ciptakan di muka bumi menyebabkan dia menyembah makhluk. Ada orang yang menyembah matahari, bulan, bebatuan, dan pepohonan karena mereka menganggap makhluk tersebut bermanfaat. Ketika mereka tidak dibimbing oleh wahyu, perbuatan syirik merajalela dengan menyembah aneka makhluk di muka bumi yang dianggap berjasa bagi lingkungannya.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan bimbingan kepada manusia bahwa makhluk-makhluk yang bermanfaat seperti matahari, bulan, bintang, gunung, sungai, pepohonan, dan bebatuan yang ada di lingkungan kita, semuanya diciptakan oleh Allah. Kita seharusnya menyembah penciptanya, bukan makhluk-makhluk tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala meluruskan hal ini dalam surat Fussilat ayat 37:

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۖ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah ada malam dan siang, ada matahari dan bulan. Janganlah kalian sujud kepada matahari dan bulan, tetapi sujudlah kepada Allah yang telah menciptakannya, jika kalian hanya beribadah kepada-Nya semata.” (QS. Fussilat[41]: 37)

Karena ada praktek pelanggaran oleh manusia, mereka merasa layak berterima kasih kepada alam dengan menyembahnya. Ada yang menyembah gunung, bukit, sungai, dan lain-lain, karena merasa mendapat banyak manfaat dari alam. Namun, itu tidak masuk akal. Allah menyebut dalam Al-Qur’an sebab pelanggaran ini ada di tengah masyarakat.

Bentuk sesembahan mereka terhadap alam itu berwarna-warni. Ada yang bentuknya dengan memberikan sajen berupa binatang sembelihan, ada yang bentuknya dengan memberikan sajen berupa makanan. Di masa silam, seperti itu sudah sering terjadi. Sehingga ada makanan di dekat berhala, ada makanan di dekat pohon keramat dan seterusnya.

Dan salah satu tafsir yang disampaikan oleh para ulama bahwa sesembahan mereka adalah Uzza, yaitu sebuah pohon keramat yang dimuliakan. Lama-kelamaan pohon ini dijadikan cagar budaya, diberi gubuk, dan disembah. Syirik terjadi secara bertahap, sebagaimana Allah menyebut bahwa godaan setan terjadi secara bertahap. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar.” (QS. An-Nur[24]: 21) 

Oleh karena itu, kita diberi alam yang luar biasa oleh Allah, ada gunung, lautan, sungai, dan pepohonan. Kita harus bersyukur kepada Allah dengan menyembah-Nya, bukan menjadikan alam sebagai tuhan. Kebiasaan buruk menyembah alam adalah perbuatan orang musyrikin.

Semoga Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadi hamba-Nya yang istiqamah di atas tauhid.

Khutbah Jumat Kedua: Sedekah Bumi

Jamaah yang dimuliakan Allah, sejarah itu berulang. Yang berbeda hanyalah waktu dan pelakunya. Dulu pernah terjadi, sangat mungkin kejadian yang sama berulang di zaman kita. Di lapangan, ada orang yang punya keyakinan bahwa kita sudah banyak mengambil hasil dari alam, maka kita perlu berterima kasih kepada alam. Bagaimana wujud rasa terima kasih itu? Mereka lakukan aneka ritual dalam rangka memberikan sesajian kepada alam.

Perlu diingat, alasan logikanya sama: terima kasih kepada alam lalu memberikan sesajian kepada alam. Mungkin bentuknya saja yang berbeda. Barangkali di tanah Arab tidak ada kerbau, tapi di tempat kita mereka menyembelih kerbau sehingga dilakukanlah aneka sedekah, seperti sedekah bumi dan sedekah kampung. Bukan diberikan kepada fakir miskin karena sasaran ketika itu bukan orang, tapi makhluk yang dianggap penunggu daerah itu. Ada sedekah bumi sajen ke gunung, sedekah lautan, dan sedekah di sungai. Mereka balut dengan istilah merti desa, merti kali, dan merti-merti lainnya.

Sebenarnya, budaya dilakukan tidak ada masalah. Tapi ketika itu diiringi dengan keyakinan, ini yang jadi masalah. Keyakinan itu, namanya aqidah, hanya boleh bersumber dari agama, bukan dari budaya. Ketika orang menjadikan budaya sebagai sumber keyakinan, berarti budaya dianggap sama dengan agama. Penyebab terbesar kenapa orang berbuat kesyirikan karena mereka telah menjadikan budaya sebagai agama.

Dulu, pada waktu para nabi diutus oleh Allah, orang-orang yang menjadi pemuka masyarakat mengingkari sang nabi dengan alasan membela ajaran leluhur yang sudah menjadi budaya. Memegangi budaya dibolehkan, tapi kalau budaya sudah jadi agama, itu akan menggeser wahyu dan menyingkirkan agama yang dibawa oleh Rasul.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an:

 وَكَذَٰلِكَ مَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِى قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم مُّقْتَدُونَ

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, kecuali orang-orang yang menjadi pemuka kampung disitu mengatakan: ‘Sesungguhnya kami menjumpai leluhur kami telah memiliki ajaran tertentu dan sesungguhnya kami mengikuti mereka.'” (QS. Az-Zukhruf[43]: 23)

Mereka mengembalikan ajaran itu kepada leluhur, tidak ada yang lebih atas daripada leluhur, karena leluhur tidak dapat dari Tuhan. Makanya mereka sebut, “Dari leluhur kami.” Dari leluhur itulah kemudian menggeser ajaran para Nabi.

Dulu, mereka menolak dakwah para nabi -tidak hanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena sejarah ini berulang- alasannya adalah untuk melestarikan ajaran leluhur. Mari kita bedakan antara budaya dan agama. Menjadikan budaya seperti agama adalah kebiasaan buruk orang musyrikin di masa silam. Yang dengan sebab itu mereka menolak ajaran para nabi.

Yang kedua, jadikan budaya hanya sebatas budaya, boleh dilakukan selama tidak melanggar aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang ketiga, kalau ingin berterima kasih kepada alam, bentuknya adalah mensyukuri nikmat Allah yang telah memberikan alam, dengan memuji Allah dan menjaga alam itu dengan baik. Bersihkan sungai dan lingkungan.

Semoga Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadi hamba-Nya yang istiqamah di atas tauhid.

Video Khutbah Jumat

Sumber Video: ANB Channel

Mari turut menyebarkan link download kajian “Sedekah Bumi” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: