Berikut transkrip khutbah jumat tentang “Khutbah Jumat: Kenapa Kita Tidak Merayakan?“ yang disampaikan Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah Hafidzahullahu Ta’ala.
Khutbah Pertama Tentang Tahun Baru
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 102)
Ayat ini mengingatkan agar kita senantiasa bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, bersyukur atas nikmat-Nya, dan tidak kufur. Takwa adalah bekal terbaik yang akan menyertai kita hingga kematian tiba, meskipun waktu kematian tersebut tidak pernah kita ketahui.
Tahukah kita bahwa mayoritas penduduk bumi adalah orang-orang kafir? Dari sekitar 8 miliar manusia yang hidup di dunia saat ini, hanya sekitar 1,7 miliar orang yang beragama Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyampaikan dalam Al-Qur’an:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya” (QS. Yusuf [12]: 103).
Namun, yang menjadi masalah adalah banyaknya umat Islam yang kehilangan identitas keislaman mereka. Padahal, Allah telah memperingatkan agar kita tidak mengikuti gaya hidup orang-orang kafir.
Dahulu, disaat umat Islam hidup penuh kedamaian, di Kota Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Kalian benar-benar akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Bahkan jika mereka masuk ke dalam lubang dhob (sejenis iguana padang pasir yang lubangnya sempit dan tidak nyaman) sekalipun, kalian akan mengikuti mereka.” Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani?’ Rasulullah menjawab, ‘Lantas siapa lagi kalau bukan mereka?'” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjadi peringatan penting bahwa umat Islam akan cenderung mengikuti gaya hidup, tradisi, bahkan kebiasaan orang-orang kafir, termasuk dalam perayaan-perayaan mereka, seperti perayaan tahun baru. Sebagian kita mungkin berfikir bahwa ini hanya perayaan tahun baru.
Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan puas kepadamu sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu datang kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 120)
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam harus menjaga keimanan dan identitas mereka dengan tidak terpengaruh oleh kebiasaan, tradisi, maupun budaya orang-orang kafir.
Sebagian umat Islam berpikir bahwa mengucapkan selamat Natal atau berpartisipasi dalam perayaan mereka akan menyelesaikan masalah. Namun, faktanya, mereka tetap tidak puas dan akan terus berusaha menarik umat Islam untuk mengikuti agama mereka sepenuhnya. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memperingatkan ribuan tahun yang lalu.
Agama Islam ini bukan kata saya, dan juga bukan kata fulan. Tapi petunjuk itu adalah petunjuk dari Allah. Dan Allah mengatakan kepada NabiNya: “Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu datang kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 120)
Umat Islam Adalah Umat yang Toleran
Umat Islam adalah umat yang paling toleran. Siapa contoh orang paling toleran? Tidak lain adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jika ada yang meragukan, itu adalah kesalahan besar. Beliau adalah orang yang paling toleran. Generasi setelah beliau seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib juga merupakan generasi terbaik umat ini. Mereka menunjukkan toleransi yang luar biasa dalam muamalah dan kehidupan sosial.
Namun, dalam urusan agama, kita memiliki prinsip yang jelas:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109]: 6)
Kita diajarkan untuk berbuat baik kepada non-Muslim, tetapi dalam urusan keyakinan, tidak ada kompromi.
Melupakan Jati Diri Umat Islam
Sebagian umat Islam, sayangnya, mulai melupakan jati diri mereka. Mereka mengikuti cara hidup orang-orang yang tidak beriman, bahkan dalam aspek yang bertentangan dengan ajaran agama. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang pernah dikeluarkan di muka bumi untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran [3]: 110)
Allah menegaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, tetapi status ini tidak datang tanpa tanggung jawab. Generasi terbaik itu beramar makruf, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran dengan hikmah. Bukan malah membiarkan atau bahkan mengikuti kemungkaran.
Bukankah setiap pagi dan petang kita mengucapkan:
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
“Aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai nabiku.”
Ini adalah pengakuan keimanan kita. Kita diperintahkan untuk mengajak Yahudi dan Nasrani kepada Allah, bukan mengikuti cara hidup mereka. Tapi, jiwa kerdil sebagian muslim menganggap mereka besar sehingga dijadikan idola.
Sudah saatnya umat Islam kembali kepada Kitabullah dan benar-benar mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan ingat, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memulai dakwah ini dengan keasingan dan keanehan. Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikucilkan di Makkah, sahabat-sahabatnya ditindak dan disakiti? Rasulullah sendiri pernah bersabda:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam dimulai dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti semula. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).
Islam memang asing karena menyelisihi kebanyakan manusia. Namun, keberuntungan, kebahagiaan, dan surga dijanjikan untuk orang-orang yang tetap teguh dengan keislaman mereka, meskipun dianggap asing oleh dunia.
Siapa mereka yang disebut ghuraba (orang-orang yang asing)? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa mereka adalah:
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Orang-orang yang memperbaiki (keadaan) ketika manusia telah rusak.”
Khutbah kedua Tentang Tahun Baru
Tahukah kita bahwa setiap bangsa memiliki kalender dan perayaan tahun baru? Orang-orang Cina memiliki Imlek, orang-orang India memiliki tahun baru mereka, demikian juga orang-orang Korea dan Nasrani. Kita, umat Islam, juga memiliki tahun baru yang didasarkan pada kalender yang ditetapkan oleh Allah, Pencipta langit dan bumi.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ…
“Sesungguhnya hitungan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram.” (QS. At-Taubah [9]: 36)
Apa empat bulan haram yang Allah maksud? Sebagian umat Islam mungkin tidak mengenal kalender hijriah yang ditetapkan Allah. Bahkan, dengan usia yang sudah lanjut, ada yang belum memahami bulan-bulan haram yang dimuliakan dalam Islam. Padahal, kalender ini dimulai dengan bulan Muharram, kemudian Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadan, Syawal, Zulka’dah, dan Zulhijah.
Sangat penting bagi seorang Muslim untuk mengetahui dan menghafal bulan-bulan hijriah ini agar memahami kapan tahun baru Islam berganti, serta menghormati momen-momen yang Allah tetapkan.
Hari ini adalah hari Jumat, hari yang mulia. Pada hari ini, dianjurkan untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, membaca Al-Qur’an, dan berdoa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil kita untuk kembali sepenuhnya kepada Islam dengan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam seutuhnya, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Jangan hanya mengambil sebagian ajaran Islam, seperti mengenakan peci, pakaian Muslim, atau hanya shalat, tetapi jadikan Islam sebagai gaya hidup yang utuh. Jangan pula mengikuti langkah-langkah setan, karena ia adalah musuh nyata bagi kita.
Video Khutbah Jumat Tentang Kenapa Kita Tidak Merayakan?
Sumber video: Syafiq Riza Basalamah Official
Mari turut menyebarkan link download kajian ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Komentar