Khutbah Jumat Tentang Sifat Qona’ah

Khutbah Jumat Tentang Sifat Qona’ah

Cambuk Hati : Bahagia Ketika Sakit
Khutbah Jum’at “Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat” – Ustadz Farhan Abu Furaihan
Kultum Ramadhan Terbaik: Gembira Dengan Datangnya Ramadhan

Khutbah Jumat tentang “Sifat Qona’ah” ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.

Khutbah Pertama – Qona’ah

Sesungguhnya di antara pokok landasan kebahagiaan adalah memiliki sifat qana’ah, yaitu nerima dengan apa yang Allah berikan/anugerahkan kepadanya tanpa memandang orang-orang yang lain tentang rezeki mereka, tentang kemewahan mereka, tetapi dia merasa puas dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.

Barangsiapa yang memiliki sifat qana’ah, maka dia adalah orang yang berbahagia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

Barangsiapa beramal shalih laki-laki maupun wanita dalam kondisi beriman, maka Kami akan anugrahkan kepada dia kehidupan yang baik/bahagia.” (QS. An-Nahl[16]: 97)

Banyak ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan حَيَاةً طَيِّبَةً (kehidupan yang baik) adalah sifat al-qona’ah. Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, kemudian dari para tabi’in, Hasan Al-Bashri, Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodi, Wahab bin Munabbih, mereka berkata bahwa yang dimaksud حَيَاةً طَيِّبَةً yang Allah janjikan bagi orang-orang yang beriman adalah sifat qana’ah.

Kata Hasan Al-Bashri:

قناعة يجد لذتها فى قلبه

“Barangsiapa yang beriman dan beramal shalih, maka dia akan Kami anugerahkan kepadanya qona’ah yang dia akan merasakan kelezatan qona’ah tersebut dalam hatinya.”

Ma’asyiral muslimin,

Inilah sifat qona’ah, nerima dengan apa yang Allah anugerahkan. Jika sifat qona’ah meresap dalam hati seorang, maka otomatis dia bahagia. Dan kapan sifat qona’ah ini dicabut, maka dia akan menjadi orang yang sengsara. Karena tidak akan pernah puas, meskipun Allah telah berikan kepada dia anugerah yang begitu banyak.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya bahwa حَيَاةً طَيِّبَةً adalah qona’ah. Hal ini karena ketika kita melihat orang-orang beriman, kita tahu orang beriman ada yang diberi harta yang banyak, ada yang diberi harta yang sedikit, ada yang hidupnya sedang, ada yang susah, namun ada satu hal yang mereka sepakat di dalamnya, yaitu sama-sama qona’ah. Apakah dia kaya ataukah miskin atau sedang, mereka semua qona’ah.

Maka jangan menyangka bahwasanya حَيَاةً طَيِّبَةً (kehidupan yang baik) adalah banyaknya harta. Banyak harta tidak menjamin seseorang kemudian bahagia. Karenanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

ﻟَﻴْﺲَ اﻟﻐﻨﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﻌَﺮَﺽِ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ اﻟﻨَّﻔْﺲِ

“Bukanlah namanya kekayaan adalah dengan harta yang banyak, tetapi kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari)

Ketika seorang qona’ah, maka apapun kondisinya dia akan bahagia. Adapun jika seseorang memiliki harta yang banyak, tapi jika dia tidak qona’ah, dia tidak akan bahagia. Lihatlah orang-orang kaya yang tidak dianugerahi qona’ah, mereka hidup dengan kesengsaraan. Terkadang di hadapan mereka ada makanan yang terlezat, ada tempat tidur yang terindah dan paling empuk, namun mereka sulit untuk tidur, mereka sulit untuk makan.

Pikiran mereka selalu mengikuti perkembangan dunia, apa yang telah terjadi, Si Fulan bagaimana keberhasilannya? Dia selalu mengikuti dan tidak pernah merasa puas. Bahkan kalau kita terkadang bertemu dengan sebagian orang kaya kemudian kita ngobrol dengan dia, maka dia akan menceritakan tentang kesulitan kehidupan dunia, berbicara tentang kondisi perusahaannya yang repot, tentang keuangannya yang sulit, tentang masalah ini masalah anu, tentang banyak hal diceritakan padahal dia orang kaya raya, seakan-akan dia sedang sengsara.  Kita lihat bagaimana kesulitan yang terkumpul dalam kepalanya.

Sebaliknya terkadang kita bertemua dengan seorang miskin, rumahnya sederhana, motornya butut, tapi kalau kita bertanya dia selalu mengatakan: “Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.” Kemudian dia mulai menceritakan tentang kenikmatan yang dia rasakan, “Alhamdulillah saya baru punya ini, Alhamdulillah saya kemarin ke sana.” Padahal dia miskin. Kalau kita mendengar perkataannya, seakan-akan kita menyangka dia seorang raja, seorang yang tinggal di sebuah istana.

Oleh karenanya benar perkataan Al-Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala:

إذا ما كنـت ذا قلب قنـــوع, فأَنت ومـالـك الـدنيا ســواء

“Kalau engkau memiliki hati yang qona’ah, sesungguhnya engkau dan raja sama saja.”

Hal ini karena seorang sudah bahagia. Kalau kita sudah qona’ah, maka kita sudah puas.

Oleh karenanya dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntung orang yang Islam kemudian diberi rezeki yang kafaf (tidak berlebihan dan tidak kurang, rezeki yang cukup) dan Allah menjadikan dia qona’ah (nerima) dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya.” (HR. Muslim)

Manfaat Qona’ah

Barangsiapa yang telah meraih qona’ah, dia akan mendapatkan banyak kelezatan. Pertama, dia akan bahagia, tenteram, hatinya bahagia, apa yang Allah berikan kepada dia maka dia bersyukur Alhamdulillah.

Yang kedua dia tidak akan hasad. Dia melihat orang punya kekayaan, dia santai saja, tidak terpengaruh. Kalau ada yang cerita kalau Si Fulan sudah beli ini beli anu maka dia bilang “Alhamdulillah, semoga dia jadi orang yang bersyukur. Kita berdoa semoga dia pandai mensyukuri nikmat Allah.” Dia tidak ada hasad dan jengkel. Hal ini karena dia qona’ah. Dia tidak lirik sana-sini, tidak sibuk mengikuti Si Fulan sudah maju, kita masih telat, tidak demikian. Dia santai saja karena dia qona’ah, dia memperoleh kebahagiaan yang dia harapkan.

Kemudian juga dia ridha dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Apa yang Allah bagikan kepada dia maka dia ridha. Dan apa yang Allah berikan kepada orang lain pun ia ridha dengan pembagian tersebut. Ini semua karena qona’ah. Syaratnya dia harus beriman dan beramal shalih agar Allah bisa memberikan qona’ah dalam hatinya.

Khutbah Kedua – Cara Mendapatkan Sifat Qona’ah

Mungkin kita bertanya bagaimana cara kita bisa meraih qona’ah? Caranya yaitu:

Beriman dan beramal shalih

Yang pertama, qona’ah diperoleh dengan iman dan amal shalih. Tadi Allah sudah syaratkan:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Barangsiapa yang beramal shalih lelaki maupun wanita dengan syarat dia beriman…”

فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

Kami akan berikan dia qona’ah dalam kehidupannya.

Mengingat nikmat-nikmat Allah

Yang kedua, dia berusaha menghitung-hitung nikmat Allah yang ada pada dirinya. Sesungguhnya nikmat Allah sangat banyak yang ada pada dirinya. Nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat anak-anak, nikmat tempat tinggal, nikmat pergi ke masjid, nikmat bisa beribadah, nikmat bisa shalat Jumat, banyak kenikmatan yang dia rasakan.

Oleh karenanya Allah mengatakan:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

Kalau kalian menghitung-hitung nikmat Allah kalian tidak akan bisa menghitungnya…

إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Hanya saja manusia itu suka dzalim dan ingkar dengan nikmat yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ibrahim[14]: 34)

Bahkan saya katakan seandainya seluruh penduduk dunia kita kumpulkan untuk menghitung nikmat yang Allah berikan kepada kita, maka mereka tidak akan mampu. Karena nikmat Allah tiada pengunjungnya.

Nikmat Allah sangat banyak. Jangan kita menjadi orang yang hanya ingat-ingat musibah dan lupa dengan nikmat-nikmat Allah.

إِنَّ الإنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

Sesungguhnya manusia suka berkeluh kesah.” (QS. Al-‘Adiyat[100]: 6)

Hasan Al-Bashri berkata:

يذكر المصائب وينسى النعم

“Hanya ingat-ingat musibah dan lupa dengan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepadanya.”

Selalu melihat kebawah tentang urusan dunia

Yang ketiga, selalu melihat kebawah tentang urusan dunia. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang di atas kalian, sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak meremehkan nikmat yang Allah berikan kepada kalian.” (HR. Muslim)

Betapapun kondisi kita, pasti ada yang lebih para daripada kita. Seandainya ada seorang hanya bisa melihat dengan satu mata, ketahuilah ada orang yang buta. Seandainya ada orang yang belum punya rumah tapi sudah bisa sewa rumah, masih banyak orang yang tinggal berantakan entah tinggal dimana, ada yang di bawah kolong jembatan, bahkan ada orang yang tinggal di negara lain menjadi pengungsi.

Kalau kita tidak punya kendaraan, hanya berjalan kaki, masih banyak orang yang tidak bisa berjalan karena tidak memiliki kedua kaki. Dan masih banyak, kita selalu lihat ke bawah. Kalau Anda gajinya sedikit, masih banyak orang yang gajinya lebih kecil dan masih banyak orang yang belum dapat pekerjaan.

Dengan senantiasa melihat kebawah, maka kita akan senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memiliki sifat qona’ah.

Dunia hanya sementara

Kemudian di antara hal yang membantu kita untuk qona’ah yaitu harus yakin bahwasanya dunia ini hanyalah sementara, bukan tempat tinggal selama-lamanya. Apa yang kita kejar di dunia ini akan kita tinggalkan itu semuanya. Lihatlah sebagian orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya kemudian dia tinggalkan begitu saja. Dia latih mengumpulkan harta tersebut.

Kita bukan dilarang mencari harta, tetapi yang kita inginkan qona’ah. Dapat sekian kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dapat banyak atau sedikit bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah yang lebih tahu apa yang lebih baik buat kemaslahatan kita. Bisa jadi kalau kita diberi harta yang banyak maka kita lupa diri, bisa jadi kita sombong yang menyebabkan kita masuk neraka jahanam, bisa jadi kita bermaksiat karena memiliki harta yang banyak. Maka kita terima apa yang Allah takdirkan dan anugerahkan kepada kita.

Balasan sesungguhnya adalah di surga

Kemudian juga harus ingat bahwasanya balasan yang sesungguhnya bagi orang beriman adalah di surga, bukan di dunia. Dunia Allah berikan sekedarnya. Kita bersabar dalam kehidupan ini karena balasan yang sesungguhnya bagi orang yang beriman adalah di surga kelak.

Bergaul dengan orang-orang qona’ah

Jangan lupa untuk bergaul dengan orang-orang yang qona’ah. Jangan salah bergaul. Kalau kita bergaul dengan teman-teman yang selalu cerita tentang dunia, tentang tas branded, tentang jam branded, tentang mobil mewah, pembicaraannya selalu dunia.

Hati kita lemah. Ketika kita bergaul dengan orang yang selalu berbicara tentang dunia maka kita akan terpengaruh. Akhirnya kita tidak pernah bahagia dengan apa yang Allah berikan kepada kita.

Sebagian orang kaya -mungkin kita lihat dari satu sisi dia kaya raya- tapi lihat begitu banyak yang mungkin Allah ambil dari dirinya. Sebagai orang mungkin dari sisi harta dia kaya raya, tapi bisa jadi istrinya tidak taat, adapun istri kita taat kepada kita misalnya. Bisa jadi anak-anaknya tidak berbakti, sedangkan anak-anak kita berbakti, ini adalah rezeki luar biasa.

Orang hanya melihat dari sisi dunia. Makanya dikatakan “Jangan hanya melihat apa yang Allah berikan kepada seseorang, tapi lihat juga apa yang Allah ambil darinya.” Bisa jadi yang Allah ambil darinya lebih banyak daripada yang Allah berikan kepada dia.

Maka seorang tidak perlu melirik kesana, melirik ke sini, dia berusaha dalam kehidupan dunia ini dan nerima dengan apa yang Allah berikan kepadanya.

Video Khutbah Jumat Tentang Qona’ah

Sumber video: Firanda Andirja

Silahkan bagikan khutbah jumat tentang “Sifat Qona’ah“, semoga bermanfaat dan menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: