Khutbah Jumat Yang Membuat Jamaah Menangis Tentang Ayah ini adalah tulisan yang kami transkrip dari video khutbah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.
Download khutbah pdf via telegram: t.me/ngajiid/108
Khutbah Jumat Pertama Tentang Ayah
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي بعده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya di antara kewajiban yang ditekankan oleh Allah dengan penekanan yang tegas adalah berbakti kepada ayah. Sebagian orang hanya fokus untuk berbakti kepada ibunya, tentu ini adalah hal yang sangat baik. Yang jadi permasalahan adalah mereka lalai dan lupa untuk berbakti kepada ayah. Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنْتَ وَمَالُكَ لابك
“Sesungguhnya engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.” Hadits dishahihkan oleh Syaikh Al Abani Rahimahullahu ta’ala.
Dalam sebagian riwayat dari hadits ini, disebutkan dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata
جاء رجلا الى النبي قال يا رسول الله إن أبي اخذ مالي
“Datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia mengeluhkan dan mengadukan ayahnya, dia mengadukan ayahnya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku mengambil hartaku.’
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada lelaki tersebut:
إذهب فأتني بأبك
“Pergilah engkau, dan datangkanlah ayahmu kepadaku.”
Maka Jibril pun turun kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Jibril berkata:
إنَّ الله يُقرِئك السلام ويقول إذا جاءَك الشيخ فسَلْه عن شيءٍ قالَه في نفسه ما سمعَتْه أذناه
“Jika orang tua dari anak tersebut datang kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang tua itu apa yang ada di benaknya (yang diucapkan dalam hatinya) dan belum diucapkan dengan lisannya sehingga tidak didengar oleh kedua telinganya.”
Tatkala orang tua tersebut datang, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya:
ما بال ابنك يَشكوك، انك تأخْذ ماله؟
“Wahai orang tua, sesungguhnya anakmu terus mengadukan engkau kepadaku bahwasanya engkau telah mengambil hartanya.”
Maka orang tua itu berkata:
سَلْهُ يا رسول الله، هل أُنفِقه إلا على إحدى عمَّاته أو خالاته أو على نفسي!
“Tanyakan kepada anakku apakah aku mengambil uangnya untuk aku keluarkan untuk diriku ataukah untuk salah seorang tantenya?”
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
دَعْنا من هذا
“Lupakan itu semua.”
أخبِرنا عن شيءٍ قُلتَه في نفسك ما سمعَتْه أذناك
“Kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang kau ucapkan dalam hatimu dan belum didengar kedua telingamu.”
Orang tua tersebut berkata:
والله يا رسول الله ما يزال الله يزيدنا بك يقينا
“Sungguh Ya Rasulullah, Allah senantiasa menambahkan keyakinan, beriman kepada engkau.”
قلتُ في نفسي شيئًا ما سمعته أذناي
“Aku mengucapkan dalam hatiku suatu perkataan yang belum didengar kedua telingaku.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
قُلْ وأنا أسمع
“Ucapkanlah isi hatimu, dan aku akan mendengarkan.”
Maka orang tua ini pun berkata:
غَذَوْتُكَ مَوْلُودًا وَمُنْتُكَ يَافِعًا تُعَلُّ بِمَا أَجْنِي عَلَيْكَ وَتَنْهَلُ
“Aku yang mengasuhmu ketika kau lahir dan aku yang memeliharamu dan memenuhi kebutuhanmu ketika kau remaja, semua jerih payahku engkau minum dan engkau reguk sepuasmu.”
إِذَا لَيْلَةٌ ضَافَتْكَ بِالسُّقْمِ لَمْ أَبِتْ لِسُقْمِكَ إِلَّا سَاهِرًا أَتَمَلْمَلُ
“Bila engkau sakit di malam hari, wahai anakku, maka aku tidak bisa tidur lantaran sakit yang engaku derita, aku resah dan gelisah, tidak bisa tidur karena sedih dan khawatir.”
تَخَافُ الرَّدَى نَفْسِي عَلَيْكَ وَإِنَّهَا لَتَعْلَمُ أَنَّ الْمَوْتَ وَقْتٌ مُؤَجَّلُ
“Aku mengkhawatirkan jiwamu disambar maut padahal aku tahu bahwa kematian itu ada ajalnya.”
كَأَنِّي أَنَا الْمَطْرُوقُ دُونَكَ بِالَّذِي طُرِقْتَ بِهِ دُونِي فَعَيْنَايَ تَهْمُلُ
“Seakan-akan aku-lah yang sedang sakit dan bukan engkau yang sakit wahai putraku. Maka kedua mataku tak kuasa mengalirkan air mata.”
فَلَمَّا بَلَغْتَ السِّنَّ وَالْغَايَةَ الَّتِي إِلَيْهَا مَدَى مَا فِيكَ كُنْتُ أُؤَمِّلُ
“Ketika engkau telah mencapai masa dewasa dan engkau telah menggapai cita-citamu yang dahulu itu-lah yang kuharapkan darimu.”
جَعَلْتَ جَزَائِي غِلْظَةً وَفَظَاظَةً كَأَنَّكَ أَنْتَ الْمُنْعِمُ الْمُتَفَضِّلُ
“Engkau membalas budi baikku dengan sikap keras dan kata-kata kasar. Seakan-akan engkau-lah yang telah berbuat baik dan berjasa kepadaku.”
فَلَيْتَكَ إِذْ لَمْ تَرْعَ حَقَّ أُبُوَّتِي فَعَلْتَ كَمَا الْجَارُ الْمُجَاوِرُ يَفْعَلُ
“Seandainya engkau tidak memedulikan hakku sebagai seorang ayah, anggaplah aku seperti tetanggamu, sikapilah aku sebagaimana seorang yang bersikap baik terhadap tetangganya.”
فباق رسول الله
“Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menangis.”
واخذ بتلابيب ابنه
“Maka dia pun memegang kerah baju sang anak.” Kemudian Nabi berkata kepadanya:
أنت ومالُك لأبيك
“Sesungguhnya engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.”
Sungguh agung hak seorang ayah, haknya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Renungkanlah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Engkau (yaitu diri dan jiwamu, tubuh dan ragamu) adalah milik ayahmu dan hartamu adalah milik ayahmu.
Meski pujian setinggi langit dan puisi indah yang terangkai, tetap tidak bisa membalas hak ayahmu yang begitu agung. Dia-lah sosok yang menjadi tumpuanmu tatkala engkau masih kecil dan remaja. Ketika semua orang di sekelilingmu meninggalkan engkau dan tidak memedulikaknmu, dia-lah sang ayah pondasi dalam keluarga, dia-lah tanda ketenteraman dalam keluarga.
Ayah adalah cahaya dalam keluarga, kehadirannya selalu diharapkan, canda dan tawanya adalah penghias kehidupan, pelukannya dan kasih sayangnya adalah pelita kehidupan.
Memandang ayah mendatangkan kebahagiaan, kepergiannya membawa kesedihan. Ayahmu adalah sosok yang telah berkorban untuk keluarga. Dia-lah yang telah berusaha untuk membimbingmu dengan tidak pernah lelah, dia-lah yang selalu mengharapkan kebaikanmu dengan penuh ketulusan.
Ayahmu, dia-lah yang selalu memberi kepadamu tanpa pelit sama sekali dan tanpa perhitungan kepadamu. Yang penting engkau bisa tertawa dan tersenyum. Dia mengorbankan waktunya untukmu, dia mengorbankakn dirinya untuk menebus kebahagiaanmu.
Dia-lah ayah yang Rabbul ‘Alaamin telah mewasiatkan kepadamu untuk berbakti kepadanya, untuk berbuat yang terbaik baginya:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami telah perintahkakn manusia untuk berbuat baik kepada orang tua-nya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan bersyukurlah kepada bapak ibumu. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu.”
Wahai yang hendak meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang ingin meraih kenikmatan yang sempurna dan abadi, di hadapanmu ada pintu surga yang terbuka lebar, dia-lah ayahmu.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
“Ayahmu adalah pintu surga yang paling tengah, maka jagalah pintu tersebut jika kau mau. Jika kau tidak mau, tinggalkan pintu tersebut.”
Berbakti kepada ayah merupakan sebab diterimanya amal shalih. Allah berfirman tentang mereka yang berbakti kepada orang tuanya yang bersyukur kepada Allah:
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
“Mereka itu-lah orang yang Kami terima amal baik yang telah mereka kerjakan. Dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka bersama para penghuni surga sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”
Ingatlah, menjadikan ayah ridha adalah sebab meraih keridhaan Allah, sebab menggapai surga, sebab menjauhkan diri dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدَ
“Sesungguhnya keridhaan Allah berada pada keridhaan ayah.”
وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدَ
“Dan sesungguhnya kemurkaan Allah ada pada kemurkaan ayah.”
Wahai hamba Allah, renungkanlah kedudukakn ayahmu, besarnya jasa ayahmu kepadamu.
Ayahmu, sesungguhnya engkau setetes air maninya, engkau adalah belahan jiwanya. Betapa banyak harapan yang ia harapkan darimu. Jangan kau tanya tentang bagaimana besarnya kegembiraan, tingginya kebahagiaan yang meliputinya tatkala ia dikabari bahwa ibumu hamil mengandungmu. Ia begitu gembira, sementara engkau masih dalam perut ibumu, engkau masih belum keluar di dunia ini. Semakin bertambah umurmu, semakin berlalu bulan demi bulan berlalu, maka semakin besar penantiannya menantimu, semakin sayang kepada ibumu karena engkau ada dalam kandungannya.
Kerinduan semakin meliputinya, menanti saat-saat kelahiranmu. Ia menghitung hari demi hari, malam demi malam, menanti pertemuan yang indah denganmu. Betapa banyak harapan yang ia gantungkan kepada dirimu, betapa banyak angan-angan yang berputar di benaknya.
Tatkala engkau akan keluar dari perut ibumu, tatkala ibumu menghadapi kesakitan luar biasa, ayahmu juga merasakan beratnya penderitaan ibumu.
Ayahmu berdoa dengan penuh cemas dan kegelisahan agar Allah meringankan penderitaan ibumu, agar engkau keluar dengan selamat. Hingga ketika ia mendengar tangisanmu, ia mendengar teriakanmu, ia pun tak kuasa mengalirkan air mata kebahagiaan, terlalu terharu melihatmu. Kasih sayang yang tiada tara mengalir di lubuk hatinya. Ia begitu gembira berseri-seri tatkala memandangmu. Jangan kau tanya tentang sayangnya terhadap dirimu.
Itu-lah hari bersejarah yang tak akan terlupakan dari ingatan ayahmu. Sejarah kebahagiaan pertemuan denganmu.
Kemudian terus bertambah hari, bertambah pula kasih sayangnya kepadamu. Hingga jadilah engkau menjadi nomor satu, prioritas utama dalam kehidupannya. Jadilah engkau yang dilayani di siang hari dan malam. Pikirannya selalu bersamamu, hatinya selalu bersamamu, engkau yang selalu dia tanyakan.
Dia bergembira ketika melihat senyumanmu, dia begitu gelisah dan resah jika engkau menangis apalagi sakit. Ia tidak ingin kau tersakiti sedikit pun, hatinya teriris-iris jika mendengar tangisan sakitmu.
Malam-malam ia lalui dengan begadang karena gelisah memikirkanmu. Betapa sering matanya tak kuasa menahan aliran air mata karena khawatir akan kesehatanmu. Tatkala engkau semakin besar, pandangannya kepadamu semakin penuh harapan. Semua keinginanmu dipenuhi, cita-citamu selalu diperjuangkan, ia bahagia dengan bahagianya dirimu.
Ayahmu sedih jika engkau bersedih. Betapa banyak air matamu yang terhapus dengan pelukannya, betapa banyak kegelisahan dalam hatimu ia hilangkan dengan belaiannya. Ia bekerja untukmu tak kenal lelah, keringat bercucuran dari peluhnya, itu tidak ia pedulikan.
Hingga tatkala engkau menjadi seorang pemuda, jadilah dirimu menjadi kebanggaannya. Engkau diceritakan di sana dan di sini, ia gembira dengan keberhasilanmu, ia bahagia melihat derap langkah kakimu.
Tahun-tahun berlalu, inilah hasil perjuangannya mendidikmu selama ini. Jerih payahnya yang penuh dengan kesulitan dan penderitaan demi memperjuangkan kebahagiaanmu. Betapa banyak kesedihan yang ia lalui tatkala mendidikmu, dimana engkau dulu membangkangnya. Betapa banyak gelas air mata pilu yang harus diminumnya ketika engkau nakal dan melawannya.
Memang ia pernah memarahimu, tapi itu semua karena sayang kepadamu. Mungkin ia pernah menjewermu dan membentakmu, akan tetapi semua itu karena khawatir akan dirimu. Ia melawan kerasnya kehidupan, bertarung mencari nafkah, semuanya demi kebahagiaanmu, demi untuk melihat senyumanmu.
Betapa sering engkau memintanya membelikan sesuatu. Sementara engkau tidak tahu kondisinya yang begitu berat yang dia hadapi. Namun dia tidak pernah mengutarakannya kepadamu. Engkau tidak peduli dengan dirinya, akan tetapi ia begitu memedulikanmu. Baginya yang penting kebutuhan sekolahm, kebutuhan kuliahmu dan pendidikanmu terpenuhi. Ia tidak peduli meski harus berhutang, ia tidak peduli meski harus dimaki dan dihina orang, semua itu demi dirimu.
Betapa sering ia bangun di tengah gelapnya malam untuk mendoakanmu. Sementara engkau tidak tahu, engkau sedang tidur pulas dalam impianmu. Betapa sering air matanya mengalir memohon kepada Yang Kuasa seraya berkata: “Ya Rabb, yang penting anakku menjadi anak yang berhasil, yang menggapai cita-citanya,” sementara engkau tidak tahu.
Lihatlah, ia harus keluar di pagi hari untuk bekerja demi membahagiakanmu. Ia harus pulang di malam hari, tidak sempat istirahat. Ia bersafar menempuh jarak yang begitu jauh, rintangan dan bahaya ia lalui tanpa mengenal lelah, semuanya demi agar engkau bisa tersenyum. Karena ia tak kuasa melihat engkau bersedih dan menangis.
Ia membanting tulang untuk membangun rumah bagimu agar engkau bisa hidup dengan nyaman. Ia berpeluh keringat agar engkau bisa makan enak, ia menahan penderitaan pekerjaan agar engkau bisa lulus dalam pendidikanmu.
Itulah ayahmu, itulah perjuangannya, itulah pengorbanannya. Ia memberikanmu segala sesuatu dan ia tidak meminta upah darimu.
Ia berusaha semaksimal mungkin untukmu, sementara ia tidak pernah menanti darimu ucapan terima kasih kepadanya. Ia telah berbuat banyak kebaikan untukmu yang engkau tidak melihatnya. Ia berbakti kepadamu dengan pengorbanan yang tidak akan pernah bisa engkau balas.
Maka taatlah kepada Rabbul Alamin yang memerintahkan engkau untuk taat kepada ayahmu, yang memerintahkan engkau untuk berbakti kepadanya. Sungguh, durhaka kepadanya adalah dosa besar, menyakiti hati ayahmu adalah bencana bagimu, membuatnya marah atau menangis adalah malapetaka bagimu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan sungguh Allah telah memerintahkan kepadamu untuk tidak menyembah kecuali kepada-Nya dan berbaktilah kepada kedua orangtuamu dengan sebakti-baktinya.”
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
“Jika keduanya telah mencapai masa jompo, salah satunya atau keduanya maka jangan berkata ‘ah’ kepada keduanya.”
وَلَا تَنْهَرْهُمَا
“Jangan membentak mereka.”
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada mereka berdua.”
واخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Rendahkanlah dirimu di hadapan kedua orang tuamu dengan penuh kasih sayang.”
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan berdoalah: “Ya Rabbku, rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah merahmatiku ketika aku masih kecil.”
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua tentang Ayah
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
معاشر المسلمين،
Sesungguhnya berbakti kepada ayah adalah wajib setiap saat, akan tetapi berbakti kepadanya ketika ia memasuki masa jompo semakin ditekankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika rambutnya sudah seluruhnya memutih, tatkala jari-jarinya gemetar tidak bisa ia kendalikan, tatkala jalannya mulai tertatih-tatih, tatkala penyakit mulai mendatanginya, maka tatkala kekuatannya sudah sirna, telah ia habiskan demi untuk membahagiakanmu, maka saatnya engkau menyambutnya dengan penuh kasih sayang, saatnya engkau rendahkan dirimu untuk berkhidmat kepadanya. Ingatlah perintah Rabb-mu.
واخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.”
Jangan kau jalan di hadapannya, janganlah kau duduk sebelum dia duduk. Sambutlah ia dengan wajah senyum berseri-seri, isilah sisa umurnya dengan membahagiakannya, berbanggalah kalau kau bisa melayaninya.
Cari tahu apa keperluannya agar engkau bisa memenuhinya, jangan biarkan ia meminta kepadamu. Penuhi kebutuhannya sebelum ia mengutarakakn kebutuhannya kepadamu. Berikanlah kepadanya hadiah, doakan selalu dirinya. Senandungkanlah selalu doamu.
رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Ya Rabb-ku, rahmati-lah mereka berdua sebagaimana mereka berdua merawatku ketika aku masih kecil.”
Ciumlah tangannya! Ketahuilah, tangan yang kau cium itu telah hilang kekuatannya karena bekerja demi kebahagiaanmu. Ciumlah keningnya! Karena itulah kening yang dahulu berkerut memikirkan keberhasilanmu. Pijit kedua kakinya yang telah hilang kekokohannya dimasa muda untuk bekerja memenuhi kebutuhanmu.
Sungguh ini kesempatanmu yang tidak pernah terulang. Demi Allah, akan datang suatu masa engkau tidak lagi melihat ayahmu, pintu surga yang selama ini bisa dibuka telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika ayahmu telah tiada, engkau tidak bisa lagi memijitnya, engkau tidak bisa lagi memberi hadiah kepadanya, tidak bisa lagi membawakan makanan kesukaannya. Akan tetapi jangan pernah terputus doa darimu, itulah yang sangat ia harapkan dalam kuburannya.
Berinfaklah, bersedekahlah, berwakaflah untuknya, niscaya pahalanya akan melapangkan sempitnya kuburannya dan akan menyinari gelapnya kuburannya. Berbuat baiklah kepada keluarga dekat ayah, berbuat baik pula kepada sahabat-sahabat dekatnya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا اللهم ارزقنا بر والدينا أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا
“Ya Allah, anugerahkan kepada kami berbakti kepada kedua orang tua kam, apakah mereka dalam kondisi hidup maupun telah tiada.”
اللهم اجعلنا ممن يبرون والديهم أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا
“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, baik mereka dalam kondisi hidup atau meninggal dunia.”
اللهم أعنا على بر والدينا أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا
“Ya Allah bantulah kami untuk bisa berbakti kepada kedua orang tua kami dengan sebaik-baiknya apakah mereka masih hidup maupun telah meninggal dunia.”
اللهم اغفر لوالدينا وارحمهم كما ربونا صغارا
“Ya Allah, ampuni dosa-dosa kedua orang tua kami dan sayangilah mereka sebagaimana mereka telah letih merawat kami ketika kami masih kecil.”
اللهم انزل عليهم رضاك يا رب العالمين
“Ya Allah berikanlah keridhaanmu kepada kedua orang tua kami.”
اللهم أسكنهم الفردوس الأعلي من الجنه
“Ya Allah, masukanlah kedua orang tua kami di surga Firdaus, surga tertinggi.”
بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
“Dengan rahmat-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Demikian apa yang bisa disampaikan. Kita laksanakan shalat Jumat.
وأقيموا الصلاة
Video Khutbah Jumat Yang Membuat Jamaah Menangis Tentang Ayah
Sumber Video: Ayah
Mari turut menyebarkan Khutbah Jumat Yang Membuat Jamaah Menangis Tentang Ayah di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..
Komentar