Ayat Al-Quran Tentang Akhlak dan Penjelasannya

Ayat Al-Quran Tentang Akhlak dan Penjelasannya

Artikel Ayat Al-Quran tentang akhlak dan penjelasannya ini menyajikan sebagian kecil dari banyaknya ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang akhlak dengan penjelasan singkat dari Salafush Shalih (orang-orang shalih terdahulu).

Di dalam Al-Quran ada banyak ayat yang memerintahkan kita agar menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang terpuji, dan menjanjikan balasan kebaikan di dunia serta pahala yang sangat besar di akhirat. Allah berfirman:

لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّـهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia” (QS. Al-Baqarah [2]: 83)

Ayat ini berisi perintah supaya mentauhidkan Allah. Setelah perintah yang agung tersebut, Dia mengiringinya dengan seruan agar seorang hamba selalu berbuat kebajikan dan berakhlak mulia kepada seluruh manusia.

Tatkala menafsirkan firman-Nya: “Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia,” Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan, ” Yaitu terhadap setiap manusia.”1

Senada dengan itu, Atha menjelaskan: “Ayat ini memerintahkan kita agar memperlakukan umat manusia dengan baik, yang Mukmin maupun yang musyrik.”2

Demikianlah Allah memerintahkan para hamba-Nya agar bersikap santun dan berlaku baik kepada setiap orang; kawan maupun lawan, Mukmin atau kafir.  Dalam ayat lain, Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Nabi Harun:

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lenbut, mudah-mudahan dia sadar atau takat.” (QS. Thaha [20]: 44)

Sudah pasti kita tidak lebih mulia daripada Nabi Musa maupun Nabi Harun. Dan, siapa pun orangnya, sudah tentu dia tidak lebih buruk daripada Fir’aun, Meskipun demikian, Allah memerintahkan dua Nabi-Nya itu agar bertutur kata lembut ketika berbicara kepada sang penguasa zhalim ini.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahkan mengatakan: “Seandainya Fir’aun berkata kepadaku: ‘Barakallahu fik, semoga Allah memberkahimu,’ niscaya akan aku jawab: ‘Wa fik; dan juga untukmu.’ Namun, dia telah lama mati.”3

Allah mendorong setiap hamba-Nya agar tidak membalas keburukan dengan keburukan yang sama, karena tidaklah sama antara kebaikan dan keburukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلا تَتَوَى أَحَسَنَةً وَ الْبَيْتَهُ أَرَفَعَ بأَلَتي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وبينه عدوةً كأنه ولى حيي (۳۰)

Dan tidaklah sana kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akam seperti teman yang setia.” (QS. Fushshilat [41]: 34)

Seiring dengan itu, janganlah kebencian mendorong kita berlaku zhalim kepada sesama, sehingga kita meninggalkan akhlak yang mulia.

Allah berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan janganlah kebencianmu terbadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.” QS. Al-Maidah [5]: 8)

Ibnu Taimiyah berkata: “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan kebencian kaum Muslimin kepada orang-orang kafir, dan kebencian seperti ini diperintahkan oleh syariat. Apabila dalam konteks kebencian yang Syar’i saja kita dilarang menzhalimi orang kafir, lantas bagaimana pula dengan kebencian terhadap sesama Muslim yang (umumnya) lahir dari interpretasi dan hawa nafsu belaka? Orang Muslim tersebut tentu lebih berhak diperlakukan secara baik, adil, dan tidak dizhalimi.”4

Maka itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mendorong hamba-Nya agar memiliki sifat pemaaf atas kezhaliman orang lain yang menimpa dirinya. Hal itu terangkum dalam firman-Nya:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” QS. Al-A’raf [7]: 199)

Aktualisasi Akhlak Muslim. Cetakan kedua, Jumadil Akhir 1335 H / Maret 2014 M. Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsari Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Catatan:

  1. Syu’abul Iman (V/288).
  2. Tafsir Ibnu Jarir (II/296).
  3. Sahih Adab Mufrad (no. 848).
  4. Minhajus Sunnah (V/126).

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0