Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati

Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati

Ceramah singkat tentang bersedekah harus dilakukan dengan hati ini kami sajikan dari berbagai kultum singkat yang bisa kita jadikan untuk meluruskan niat ketika kita hendak bersedekah.

Lihat juga: Ceramah Singkat Kedudukan Dan Manfaat Sedekah Dalam Islam

Contoh Sedekah Terbaik Yang Dilakukan Dengan Hati

Saudaraku, ketika Allah turunkan FirmanNya:

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ

Kamu tidak akan sampai kepada kebaikan sampai kamu menginfakkan apa yang kamu cintai dari harta.” (QS. Ali-Imran[3]: 92)

Ketika Allah turunkan ayat ini, ada seorang sahabat Nabi yang terkenal kaya raya yang bernama Abu Talhah, datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, telah diturunkan ayat لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ. Dan sesungguhnya hartaku yang paling aku cintai hai Rasulullah, adalah sebidang tanah yang ada di depan masjid yang bernama Bairaha.”

Ia adalah kebun yang Rasulullah suka masuk ke situ. Dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam suka minum dari airnya yang segar. Dan itu adalah merupakan harta yang paling disukai oleh Abu Talhah. Ketika Allah turunkan ayat:

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

“Kamu tidak akan mencapai kebaikan sampai kamu menginfakkan apa yang kamu cintai.”

Abu Talhah berkata: “Wahai Rasulullah, saksikan bahwa aku menginfakkannya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Subhanallah.. Apa kata Rasulullah?

Rasulullah mengatakan:

بَخٍ، بَخٍ، ذَلِكَ مَالٌ رَابِحٌ، قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ، فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ،

“Luar biasa kebaikan yang sangat besar, itu adalah harta yang sangat mendatangkan keuntungan, aku mendengar apa yang kau ucapkan wahai Abu Talhah, akan tetapi aku memandang sebaiknya engkau jadikan harta tersebut untuk karib kerabatmu. Maka Abu Talhah membagikan harta tersebut untuk karib kerabat beliau dan untuk sepupu-sepupu beliau.” (HR. Bukhari Muslim)

Lihatlah sahabat ini, bagaimana mereka begitu turun ayat Allah, segera meraka mempraktekkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Allah mengatakan: “Kamu tidak akan sampai kepada kebaikan sampai kamu menginfakkan apa yang kamu cintai.” Maka Abu Talhah ini segera melihat hartanya yang paling ia cintai segera ia infakkan dijalan Allah. Adakah keimanan yang luar biasa seperti ini?

Makanya Salafush Shalih (orang-orang shalih terdahulu) semakin mencintai suatu harta, semakin malah mereka infakkan dijalan Allah. Karena mereka sadar bahwasanya harta itu hakikatnya yang akan mereka bawa adalah yang sudah diinfakkan. Rasulullah mengatakan: “Berkata anak Adam: ‘Hartaku-hartaku.'” Padahal hartanya hakikatnya -kata Rasulullah- adalah yang sudah ia makan atau yang ia sudah pakai, atau yang sudah ia sedekahkan. Maka apa yang sudah kita sedekahan itulah yang akan kita bahwa sampai ke surga, insyaAllah.

Kisah yang luar biasa, saudaraku..

Sahabat ini adalah sahabat yang betul-betul tunduk kepada Allah dan RasulNya. Ia infakkan hartanya yang paling dia cintai. Maka sudahkah kita berusaha seperti ini? Mengaplikasikan ayat, sehingga kita termasuk orang-orang yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saudaraku, semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berjiwa dermawan dan berusaha untuk menginfakkan apa yang kita cintai dari harta kita. Karena mencintai harta itu hanya akan merusak hati dan menyebabkan kita akhirnya kurang berlomba menuju kehidupan akhirat.

Video Contoh Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati

Sumber Video Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati: Yufid TV – Ceramah Singkat: Infaq dan Sedekah Terbaik – Ustadz Badrusalam, Lc.

Sedekah Ilmu Agama Harus Dilakukan Dengan Hati Yang Ikhlas

Bagi seorang guru yang mengajarkan ilmu, tergantung ilmunya apa. Ilmu seara garis besar bisa dibagi menjadi dua; ilmu duniawi dengan ilmu Agama. Ilmu duniawi contohnya fisika, biologi, matematika, kimia, dan sebagainya. Kalau ini, anda niat saja untuk mencari uang tidak masalah. Dan itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap keikhlasan. Karena ini sesuatu yang sifatnya duniawi, orang memang diperintahkan untuk mencari uang, sarananya mengajarkan ilmu yang sifatnya duniawi. Sama sekali tidak masalah. Jadi kalau ada orang kuliah umum niatnya supaya dapat ijazah sehingga bisa diterima jadi PNS, ini tidak apa-apa.

Tapi yang jadi permasalahan kalau yang diajarkan ilmu agama. Ilmu agama tidak boleh diperjual-belikan. Dodolan ayat Al-Qur’an niku mboten pareng (jualan ayat Al-Qur’an itu tidak boleh). Jualan mushaf Al-Qur’an tidak mengapa, tapi jualan ayat Al-Qur’an atau jualan hadits.

Misalnya seseorang berkata: “Kene tak wulang, ko bayar pira? Nek ora mbayar ya ora (Sini saya ajarin, bayarnya berapa? Kalau tidak bayar, tidak saya ajarin.)” Maaf saja, kadang-kadang ada sebagian ustadz kalau diundang, dari awal sudah ada transaksi. Seperti ingin beli mobil. Kalau satu jam, segini. Kalau dua jam, segini. Kalau tidak ada bayarannya, saya tidak mau. Ini sudah jual beli ayat. Ini tidak boleh. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا ، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا

“Barangsiapa mencari ilmu agama yang seharusnya hanya mengharapkan wajah Allah namun ia menuntut ilmu untuk mendapatkan bagian dunia ia tidak akan bisa mencium baunya syurga yaitu harumnya syurga.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Ini dalil yang melarang memperjual-belikan agama. Tapi kalau misalnya ada seorang yang mengajarkan ilmu agama, niatnya bukan untuk mencari dunia, niatnya lillahi ta’ala, kemudian ada orang yang membantu dia, melihat: “Ustadz ini anaknya banyak, rumahnya memprihatinkan, kemudian dia tidak punya penghasilan tetap, anaknya mau minum susu dari mana? istrinya mau makan dari mana?” Kemudian ada orang yang sekedarnya, bukan untuk membeli ilmu yang ustadz berikan. Karena ilmu itu tidak bisa dinilai dengan harta. Kalau ustadznya mau menerima, tidak apa-apa. Tapi dia harus menjaga keikhlasannya. Dan ini yang susah.

Menjaga keikhlasan itu susah. Makanya kalau bisa menghindari, itu lebih baik. Kecuali kalau misalnya kalau dia tidak mengambil/menerimanya lalu anaknya kelaparan, maka dia ambil sambil berusaha untuk terus menjaga keikhlasannya.

Video Sedekah Ilmu Agama Harus Dilakukan Dengan Hati Yang Ikhlas

Sumber Video Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati: Yufid TV – Sedekah Ilmu Agama Harus Dilakukan Dengan Hati Yang Ikhlas

Bersedekah 100 Ribu Setiap Hari Dengan Hati Yang Ikhlas

Barangsiapa yang menunda pembayaran dari orang yang sulit. Kalau kita berhutang, itu ada batas waktu satu bulan. Nah, selama penundaan itu kita dianggap bersedekah. Kemudian kalau sudah jatuh tempo, kita masih tunggu, maka dia seperti bersedekah 2 kali lipat. Jadi orang berhutang kepada kita kemudian sudah jatuh tempo, kita masih tunggu, itu seperti bersedekah 2 kali lipat.

Besar atau tidak pahalanya? Menunggu orang yang sulit bayar hutang. Yaitu dianggap bersedekah setiap hari.

Ini amalannya mudah, cuma nunggu. Jangan sampai mendatangkan debt collector. Apalagi sampai membunuh gara-gara ingin menagih hutang. Meskipun menagih hutang boleh. Cuma nunggu. Ketika dia belum sampai jatuh tempo, kita tunggu kalau seandainya dia sulit. Kalau sampai habis jatuh temponya, kita tunggu lagi. Pahalanya berbeda.

Yang sebelum jatuh tempo mendapatkan pahala sedekah setiap hari. Yang setelah jatuh tempo, kita dapatkan pahala sedekah 2 kali lipat setiap hari. Pahalanya besar. Dari sisi sabar. Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Tidak ada sesuatu yang diberikan kepada seseorang lebih baik dan lebi luas pahalanya dari pada sabar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, mana ada orang sedekah 10JT setiap hari?

Yang menghutangi orang, itu dianggap seperti dia bersedekah setiap hari. Jangan 10JT, itu terlalu besar. Misalnya 100RB. Apakah ada orang bersedekah 100RB setiap hari? Ada orang yang sedekah 200RB setiap hari? Inilah besarnya.

Dan ada yang lebih besar. Dan setelah saya menjelaskan ini, silahkan Bapak tentukan mau pilih yang mana. Ada hadits yang mengatakan bahwa:

كَانَ رَجُلٌ يُدَايِنُ النَّاسَ فَكَانَ يَقُولُ لِفَتَاهُ: إِذَا أَتَيْتَ مُعْسِرًا فَتَجَاوَزْ عَنْهُ، لَعَلَّ اللهَ يَتَجَاوَزُ عَنَّا؛ فَلَقِيَ اللهَ فَتَجَاوَزَ عَنْهُ

“Dahulu ada seseorang yang suka memberi hutang kepada manusia, maka dia mengatakan kepada pegawainya: ‘Bila kamu datangi orang yang kesulitan membayar maka mudahkanlah, mudah-mudahan Allah mengampuni kita.’ Maka ia berjumpa dengan Allah sehingga Allah mengampuninya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Besar atau tidak pahala membebaskan orang-orang berhutang dan tidak bayar-bayar? Ganjarannya dimaafkan Allah. Kalau sudah dimaafkan, berarti tidak memiliki dosa dan berarti surga.

Silahkan pilih, membebaskan atau menunggu?

Ada orang yang berpikir logis, saya ingin mendapatkan pahala banyak, saya tidak mungkin bersedekah setiap hari. Sudah saya tunggu saja. Saya tidak mau membebaskan.

Mana yang lebih utama kira-kira? Tentu membebaskan. Karena pasti surga. Adapun yang menunggu belum pasti surga. Cuma dianggap pahala sedekah.

Sumber Video Bersedekah 100 Ribu Setiap Hari Dengan Hati Yang Ikhlas

Sumber Video: Yufid TV – Bersedekah 100 Ribu Setiap Hari Dengan Hati Yang Ikhlas

Mengharapkan Imbalan Dunia Saat Bersedekah Termasuk Ikhlas?

Mengharapkan imbalan dunia dari siapa? Dari Allah? Allah kan yang memberi? Allah kan yang janji? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةَ

“Obati orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.”

Ini Nabi yang memerintahkan. Boleh atau tidak kita bersedekah dengan minta yang sakit menjadi sembuh? Ini perintah Nabi, urusan dunia. Tapi jangan cuma dunia yang diminta. Apa gunanya kita dan keluarga kita sembuh tapi nanti masuk neraka? Kan tidak ada gunanya.

Maka seorang mukmin itu ketika bersedekah mengharapkan:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً

Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 201)

Ketika seorang sahabat bersedekah satu ekor unta dengan palana yang lengkap untuk dibawa perang. Dia mengatakan: “Ya Rasulullah, ini untuk di jalan Allah.” Apa kata Rasulullah?

لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُ مِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَةٌ

“Engkau akan mendapatkan ganti dari Allah pada hari kiamat tujuh ratus ekor unta (semuanya pakai pelana).” (HR. Muslim)

Jadi yang ada di timbangan nanti adalah 700 ekor unta. Maka lebih utama mana kita mengharapkan dunia atau akhirat? Tentu kita minta kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Tapi jangan hanya meminta dunia.

Terus kalau kita takut riya’, tentu itu ujian. Ketika ada orang melihat, bismillah! Allah mengatakan:

إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

Kalau kalian bersedekah terang-terangan, itu baik. Tapi kalau engkau sembunyikan, kau berikan kepada fakir miskin, maka itu lebih baik.” (QS. Al-Baqarah[2]: 271)

Kenapa sembunyi-sembunyi lebih baik?

Karena dengan sedekah sembunyi-sembunyi, kita sudah tutup pintau setan. Tidak ada yang tahu. Bahkan istri tidak tahu kita bersedekah. Berusahalah kita untuk menyembunyikan amalan kita semampu mungkin. Karena ini lebih selamat buat kita.

Tips: Ada orang yang masyaAllah, ketika ada kotak amal, dia sudah siapkan misalnya 200RB, dia bungkus dengan uang 2RB an. Ketika antum keluarkan, biar yang lain melihat. Berapa yang dilihat? 2RB, meskipun ternyata di dalamnya ada 200RB. Maka di sini kita berusaha beramal ikhlas. Barakallahu fiikum..

Video Mengharapkan Imbalan Dunia Saat Bersedekah?

Sumber Video: Tarbiyah Sunnah – Ikhlas Bersedekah, Bagaimana Caranya?

Bagimana Makna Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati?

Ada sebagian amalan-amalan yang memang Allah atau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salalm iming-iming dengan ganjaran duniawi. Seperti kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya, maka sambung silaturahmi.” (HR. Muslim)

Maka kalau ada orang menyambung silaturahmi dengan niat dilapangkan rezekinya, ini boleh. Kalau tidak boleh ngapain Nabi mengiming-imingi dengan demikian? Berarti Nabi menyesatkan kalau begitu?

Tetapi itu bukan tujuan utama. Tujuan utama harus mencari pahala dari Allah. Tetapi (jika) didampingi dengan niat tersebut, maka tidak mengapa selama tidak mendominasi. Bukan itu tujuan utama. Karena kalau itu mendominasi, cuma itu tujuannya, ini berarti keinginan dunia murni. Seorang selama dia berharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan harapan Allah balas di dunia sebelum di akhirat, di dunia juga dan di akhirat juga, maka ini tidak mengapa.

Ada orang miskin, kita bilang: “Kalau kamu miskin, kurang rezeki, bertakwa, imanmu diperbaiki, shalat yang banyak, sambil berusaha tentunya.” Kemudian dia shalat berharap dimudahkan rezekinya oleh Allah, tidak mengapa. Allah mengatakan:

وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Allah kasih solusi.” (QS. At-Talaq[65]: 2)

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Dan Allah memberi rezeki kepada dia dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq[65]: 3)

Kata Allah:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ

Perintahkanlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah. Kami tidak minta rezeki dari kamu, justru Kami yang kasih rezeki bagi kamu.” (QS. Tha-ha[20]: 132)

Ini peringatan agar orang jangan gara-gara cari rezeki lupa mengajari anak istri untuk shalat. Justri Allah mengatakan: “Kalau kau mengajari anak istrimu untuk shalat, Kami kasih rezeki sama kamu.”

Kata para ulama, ini dalil bahwasannya shalat mendatangkan rezeki. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan dalam haditsnya:

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةَ

“Sembuhkanlah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.”

Ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengiming-imingi dengan ganjaran duniawi. Dan ini dipraktekkan di Saudi banyak sekali. Ada orang sakit, maka dia bersedekah dengan niat agar ibunya sembuh. Dan ini banyak. Teman saya juga demikian. Ada keluarganya yang sakit, dia bersedekah. (Bahkan ada yang) bikin masjid di tanah air, pernah titip uang untuk membuat masjid saat ada keluarganya yang sakit. Dia bersedekah dengan niat perkara dunia. Tapi tentu niat utamanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam Al-Qur’an Allah mengatakan. Ayat ini turun tentang masalah haji. Kata Allah:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ

Tidak mengapa kalian mencari rezeki kepada Allah tatkala hajian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 198)

Ada seorang berhaji niatnya haji sekalian jualan, boleh atau tidak? Jawabannya boleh, selama niat akhirat tidak didominasi.

Jadi maksud saya, niat akhirat yang paling utama. Adapun ada niat-niatnya dunia yang Rasulullah pernah sebutkan, mata tidak mengapa.

Seperti tentang sedekah, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

يَابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ

“Wahai anak Adam, berinfaklah maka Allah akan infak kepadamu.” (HR. Muslim)

Ini dalil bahwasannya orang bersedekah akan diganti oleh Allah. Tapi jangan kita bilang: “Barangsiapa yang sedekah jadi 100 kali lipat. Barangsiapa yang sedekah 100RB jadi 1JT, jangan begitu.” Bahaya. Khawatir orang mendustakan hadits. Karena tidak ada hadits seperti itu. Kita bilang: “Barangsiapa berinfak, Alalh akan ganti.” Dan mudah-mudahan lebih banyak. Dan kenyataannya demikian.

Saya tahu seorang, dan ini benar-benar saya tahu. Dia ini suatu hari berinfak membantu ibunya. Dia membantu ibunya 6JT. Kemudian dia membantu saudaranya juga 3JT. Dia menyambung silaturahmi. Subhanallah, dipagi itu pula ada orang yang transfer ke dia 6JT. Setelah dia kirim 3JT, ada yang transfer lagi 3JT. Ini mau dibilang kebetulan susah. Kok bisa nominalnya sama-sama 6JT dan 3JT? Dan cerita begitu banyak.

Maksud saya, orang yang berinfak pasti diganti oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun kita tidak tahu berapa Allah ganti. Dan kebiasaannya lebih banyak daripada apa yang kita keluarkan.

Jadi intinya, kita bersedekah dengan berharap dimudahkan rezekinya oleh Allah itu boleh. Namun jangan dijadikan sebagai tujuan utama. Tujuan utama adalah akhirat.

Video Apa Makna Ikhlas dalam Sedekah

Sumber Video: Tarbiya Sunnah – Apa Makna Ikhlas dalam Sedekah – Ustadz Dr. Firanda Andirja حفظه الله

Penutup Catatan Kajian Tentang Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati

Demikian catatan kajian tentang Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati. Mari turut menyebarkan link kajian Bersedekah Harus Dilakukan Dengan Hati di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: