Mengenal Hakikat Jiwa

Khutbah Jumat Menyambut Muharram Mencintai Sunnah Rasulullah

 

Berkata Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu :

“Kaedah yang ke sepuluh : Mengenal Jiwa

Diantara perkara tertinggi dari pembahasan Tazkiyatun Nafsi adalah mengenal hakikat jiwa dan mengenal sifat-sifatnya, agar mudah bagi kita untuk memperhatikannya, dan menjaganya serta menyingkirkan penyakit-penyakit yang akan menggerogoti jiwa.”

– Jadi penting bagi kita untuk mengenal hakikat dari jiwa, apa sih hakikat dari jiwa itu?

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu :
“Dan Allah Subhanahu wata’ala telah mensifati jiwa dalam Al-Qur’anul karim dengan 3 sifat, dan sifat-sifat ini semuanya kembali kepada kondisi jiwa.”

– Jadi jiwa itu terbagi menjadi 3.

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu :
“Yang pertama, Yaitu Jiwa yang tenang.
Yaitu jiwa yang tenang dengan keimanan, dzikir kepada Allah, beribadah kepadaNya serta mudah menerima kebenaran.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Qur’an :

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ“

“Orang-orang yang beriman, dan hati mereka tenang dengan berdzikir kepada Allah, ketahuilah hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang, tentram.” (Qs. Ar-Ra’du ayat 28)

– Dan Allah Subhanahu wata’ala juga menyebutkan bahwasanya hati yang tenang ini atau jiwa yang tenang, maka dia nanti akan masuk ke dalam surga Allah.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah engkau kepada Rabbmu dalam keadaan ridho dan diridhoi dan masuklah engkau ke dalam golongan hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku.” [Qs. Al-Fajr ayat 27-30]

– Jadi nanti setelah kita mengetahui tiga sifat dari jiwa ini, maka kita lihat jiwa kita masing-masing termasuk kepada jiwa yang mana.

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu :
Yang ke dua, yaitu jiwa yang tercela.
Yaitu jiwa yang mencela pelakunya dari melakukan perbuatan dosa, atau ketika dia kurang dalam melakukan kewajiban, atau kelalaiannya dari melakukan ketaatan.

Ini sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala sebutkan dalam surah al-Qiyamah :

وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri.” (Qs. Al-Qiyamah ayat 2)

– Jiwa yang tercela atau mencela, yaitu yang mencela pemiliknya dari melakukan yang salah, atau lalai dari melakukan kewajiban, jadi dia dicela oleh jiwanya.

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu :
Yang ke tiga, yaitu jiwa yang senantiasa memerintahkan kepada keburukan.
Yaitu yang senantiasa mendorong pelakunya untuk melakukan perbuatan haram, melakukan dosa, serta jiwanya itu mengarahkannya kepada tempat-tempat kemungkaran, dan ketempat-tempat yang hina, serta mendorongnya melalukan perbuatan buruk dan perbuatan rendah.

– Ini jiwanya selalu memerintahkan kepada perbuatan mungkar.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam surah Yusuf :

وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ

“Sesungguhnya jiwa itu senantiasa menerintahkan kepada perbuatan buruk, kecuali yang dirahmati oleh Rabbmu.” (Qs. Yusuf ayat 53)

Lalu Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Mukhsin al-Badr hafizhahullahu mengatakan :
“Inilah kata beliau tiga sifat dari jiwa, yang pada hakikatnya ke tiga kondisi jiwa ini berkaitan dengan sebuah jiwa, atau satu jiwa. Oleh karena itu kondisi-kondisi ini senantiasa berbolak-balik, berubah-rubah tergantung pada apa yang didapati oleh jiwa. Terkadang, (kata Syaikh) tiga sifat ini terkumpul pada diri seseorang dalam satu hari, terkadang jiwanya jiwa yang tenang, jiwa yang cinta ketaatan, tenang dengan melakukan amal sholih, namun di hari yang sama jiwanya berubah, terkadang jiwanya memerintahkannya untuk melakukan perbuatan mungkar atau jiwanya memanggil-manggilnya untuk melakukan perbuatan mungkar.

– Jadi kita harus waspada, kita lihat diri kita masing-masing diri kita ini termasuk memiliki kondisi yang mana.

– Bukan berarti ketika kita sudah menyelesaikan belajar sepuluh kaedah dalam pensucian jiwa, maka kita akan menjadi orang yang suci jiwanya, bersih jiwanya, tidak! Karena jiwa ini senantiasa berubah-rubah, berubah dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Oleh karena itu, kita penting sekali untuk mengenal hakikat dari jiwa, supaya kita bisa menentukan tindakan yang harus kita lakukan terhadap jiwa kita masing-masing. (0:13:06)

___________________
#Faedahkajian
Ust. Arwi Fauzi Asri -hafizhahullahu-

Jika ingin mendengarkan kelanjutannya, silahkan simak audionya di:

 

t.me/kajianislamilmiyyah/343 (hanya yang punya telegram)

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: