Ceramah Singkat: Kisah Cinta Sejati

Ceramah Singkat: Kisah Cinta Sejati

Tulisan tentang “Kisah Cinta Sejati” ini adalah catatan faedah dari ceramah singkat yang dibawakan oleh Ustadz Abu Fairuz Ahmad Ridwan, Lc, MA. Hafidzahullahu Ta’ala.

Ceramah Singkat Tentang Kisah Cinta Sejati

Dalam kehidupan rumah tangga, kita akan mendapati dalam contoh salafush shalih, kisah-kisah percintaan dan kesetiaan yang menggugah dalam berrumah tangga.

Suatu ketika datanglah Abul ‘Ash bin Rabi’ menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia meminta agar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudi kiranya menikahkan puterinya (yaitu) Zainab. Kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tunggu sebentar, saya akan tanya kepada Zainab.”

Dalam Islam, seorang perempuan berhak menentukan siapa yang ia senangi, dan siapa yang tidak ia senangi. Tidak boleh seorang perempuan dipaksakan menikah dengan orang yang tidak ia cintai.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi Zainab, “Wahai Zainab puteriku, sungguh Abul ‘Ash bin Rabi’ datang meminta dirimu kalaulah kiranya engkau sudi menjadi istrinya.” Lalu Zainab terdiam, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam paham bahwa Zainab ridha jika Abul ‘Ash bin Rabi’, yang merupakan anak dari bibinya, menjadi suaminya. Karena dalam Islam, seorang gadis begitu besar malu meliputi dirinya, sehingga terkadang untuk mengatakan setuju pun dia tidak berani, dia hanya terdiam. Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, ketika dia diam menunjukkan dia ridha. Maka terjadilah pernikahan.

Hari berganti dengan bulan. Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berusia 40 tahun, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau menjadi nabi. Kemudian beberapa saat setelah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat beliau menjadi rasul.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” QS. Asy Syu’ara [26] : 214

Mulailah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendakwahkan Islam kepada keluarga-keluarga terdekat. Lalu Islamlah istri beliau, Khadijah Radhiyallahu ‘Anha. Masuk pula ke dalam Islam, puteri-puterinya; Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum, Fathimah. Masuk pula ke dalam Islam, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah.

Kemudian, tatkala Islam telah tersebar di kalangan kerabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,  Abul ‘Ash sedang berada jauh di luar kota karena ia adalah seorang pedagang. Ia membawa harta benda dagangan milik orang-orang Quraisy. Kemudian ketika kembali dari luar kota, begitu terkejutnya ia mendengar berita tentang keislaman kerabat-kerabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Betapa kagetnya ia ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diangkat menjadi seorang rasul.

Maka datanglah Zainab menemui suaminya, Abul ‘Ash, dan berkata, “Wahai suamiku tercinta, sungguh aku inginkan bagimu kebaikan sebagaimana yang aku rasakan. Berislamlah. Sungguh ayahku telah mendapatkan wahyu dari langit. Dan ayahku bukanlah seorang pendusta.”

Abul ‘Ash menjawab, “Mengapa engkau tidak meminta izin kepadaku?” Kemudian ia tinggalkan Zainab karena ia enggan masuk Islam. Subhaanallah.

Tetapi walaupun demikian, kehidupan rumah tangga mereka tetap berjalan sebagaimana biasanya. Karena ketika itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala belum memerintahkan untuk berpisah antara suami istri yang suaminya musyrik dan istrinya seorang muslimah. 20 tahun ia menikah dengan Zainab, dan ia tetap dalam kekufurannya.

Kemudian datanglah masanya untuk hijrah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk berhijrah meninggalkan kota Makkah, dimana di sana orang-orang beriman dizhalimi dan harta mereka dirampas. Ketika itu, datanglah Zainab kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata, “Wahai ayahku Rasulullah, apakah sudi kiranya engkau membiarkan aku di sini bersama suamiku Abul ‘Ash?”

Ketika itu, yang mampu pergi hijrah pun berangkat meninggalkan kota Makkah menuju Madinah. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengizinkan Zainab untuk menemani suaminya yang ketika itu Abul ‘Ash belum juga masuk Islam. Subhaanallah.

Zainab senantiasa berupaya mengajak suaminya untuk mengikuti keislaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun, pada dasarnya hidayah ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedahsyat apapun keinginan hati Zainab agar suaminya memeluk Islam, Abul ‘Ash mengatakan, “Sungguh, aku tidak mau masuk Islam. Karena aku khawatir orang-orang akan mengatakan bahwa Abul ‘Ash masuk Islam disebabkan karena patuh pada istrinya.”

Namun Zainab tetap sabar terhadap suaminya. Mereka masih bersama. Sehingga datanglah masa Perang Badar al Kubro. Terpaksa sebagian orang-orang dari ahlu Makkah yang mereka tidak ingin memerangi kaum muslimin, dipaksa oleh orang-orang kafir Makkah untuk berangkat memerangi kaum muslimin.

Maka terjadilah Perang Badar. 300 sekian pasukan kaum muslimin berhadapan dengan 1000 orang Quraisy dengan tokoh-tokoh yang lengkap dengan peralatan perangnya. Berangkatlah sebagian orang-orang yang dipaksa untuk berperang, yang mereka sesungguhnya tidak ingin memerangi kaum muslimin. Berangkatlah ‘Abbas bin Abi Thalib, di antara mereka berangkatlah Abul ‘Ash bin Rabi’. Sungguh khawatir Zainab jikalau suaminya terbunuh dan jikalau ayahnya terbunuh. Ia takut menjadi janda jika suaminya terbunuh, dan ia pun takut akan nasib umat Islam jika ayahnya terbunuh.

Lalu usailah perang Badar yang atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala umat Islam menang. Terbunuhlah 70 orang-orang kafir Quraisy, tokoh-tokohnya seperti Abu Jahal dan yang semisalnya. Dan tertawanlah 70 orang. Di antara yang tertawan adalah Abul ‘Ash bin Rabi’. Maka kebijakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat agar setiap tawanan boleh ditebus agar harta tebusan tersebut menjadi bantuan bagi kaum muslimin untuk menghadapi peperangan selanjutnya.

Maka datanglah berbondong-bondong kaum Quraisy untuk menebus para tawanan perang. Salah seorang kerabat Abul ‘Ash datang membawa kalung milik Zainab yang mana kalung tersebut adalah milik Ummul Mukminin Khadijah Radhiyallahu ‘Anha yang diberikan kepada Zainab ketika Zainab menikah.

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat berbagai macam bentuk harta sebagai tebusan, beliau melihat seuntai rantai dan betapa kagetnya beliau karena rantai itu bukan sembarang rantai. Itu adalah rantai kenangan, kenangan beliau ketika beristri Khadijah Radhiyallahu ‘Anha. Dan rantai itu sungguh mengingatkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Khadijah Radhiyallahu ‘Anha. Alangkah sedihnya beliau seandainya rantai ini menjadi jaminan bagi Abul ‘Ash.

Maka beliau katakan kepada kaum muslimin, “Wahai kaum muslimin, aku kembalikan kepada kalian, kalaulah kalian izinkan, sudilah kiranya Abul ‘Ash dibebaskan tanpa harus menjadikan rantai itu sebagai tebusannya. Wallahi, ini adalah rantai milik Khadijah istriku, yang diberikannya kepada Zainab, dan Zainab menebus suaminya dengan rantai ini.”

Dengan kerelaan dan keikhlasan kaum muslimin untuk mencari ridha Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dibebaskanlah Abul ‘Ash tanpa mengambil apapun sebagai tebusan. Dikembalikanlah kalung tersebut kepada Zainab.

Kehidupan terus bergulir. Dan Abul ‘Ash belum juga mendapatkan hidayah. Maka datanglah ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membisikkan ke telinga Abul ‘Ash, “Wahai Abul ‘Ash, aku akan membisikkan kepadamu suatu perkara, mohon dengarkan. Aku tidak pernah mengetahui engkau seorang yang berkhianat, aku mohon kepadamu, tolong engkau kirimkan kemari Zainab, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan bagi kalian untuk bercampur dengan dua agama yang berbeda.”

Kemudian Abul ‘Ash menjawab, “Baiklah wahai mertuaku.” Kemudian Abul ‘Ash kembali ke Makkah, lalu berkata kepada Zainab, “Wahai Zainab, sungguh kita akan berpisah.” Zainab berkata, “Mengapa wahai suamiku?” Abul ‘Ash menjawab, “Sesungguhnya ayahmu memerintahkan agar engkau diantarkan ke kota Madinah agar engkau berhijrah. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan kita untuk bercampur bersama.” Lalu akhirnya Zainab pun diantarkan ke kota Madinah. Berpisahlah kedua kekasih ini. Sungguh berat perpisahan antara dua orang kekasih yang telah terpatri kecintaan dalam hati mereka.

Berangkatlah Zainab ke kota Madinah, berpisah dengan suaminya. Datanglah berbagai lamaran kepada Zainab. Namun Zainab tidak menerima satupun dari lamaran-lamaran itu. Dia berharap bahwa seandainya suaminya masuk ke dalam Islam dan kembali menjemputnya kemudian kembali menjadikan ia sebagai istrinya.

Setelah enam tahun penantian, Abul ‘Ash pergi mengantarkan dan membeli berbagai macam barang untuk peniagaan orang-orang Quraisy. Ketika pulang, Abul ‘Ash mendapati para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang mengintainya. Maka seketika kaum muslimin mengejar Abul ‘Ash dengan harta benda orang-orang Quraisy, lalu Abul ‘Ash pun berlari. Dia bersembunyi, dan bertanya di manakah rumah Zainab, lalu ia pun mendatangi rumah Zainab.

Zainab kaget mendapati kedatangan Abul ‘Ash, lalu bertanya, “Apakah engkau tidak berislam?” Abul ‘Ash menjawab, “Tidak, aku datang kemari untuk menyembunyikan diri. Sungguh kaum muslimin telah mengambil harta orang-orang Quraisy. Aku mohon kepadamu wahai Zainab, tolong amankan diriku.”

Tepat pada pagi hari usai subuh, dari balik hijab, Zainab berkata dengan sekeras-kerasnya, “Wahai kaum muslimin, sungguh saya telah memberikan jaminan keselamatan kepada Abul ‘Ash. Maka janganlah ganggu dia.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Wahai kaum muslimin, apakah kalian mendengarnya?”

Kaum muslimin menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Kita wajib memberikan kepada Abul ‘Ash jaminan keselamatan.”

Subhaanallah.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada kaum muslimin, “Sudilah kiranya kalian mengembalikan harta milik orang-orang Quraisy agar diantarkan ke Makkah, lakukanlah. Tapi tidak aku paksakan.”

Untuk mencari keridhaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kaum muslimin mengembalikan semua harta yang mereka ambil dari Abul ‘Ash. Kemudian Abul ‘Ash berangkat ke kota Makkah, dan diantarkannya seluruh harta milik orang-orang Quraisy kepada pemilik-pemiliknya.

Setelah semua hartanya kembali kepada para pemiliknya, berkatalah Abul ‘Ash, “Wahai orang-orang Quraisy, apakah ada yang kurang atau tertinggal?.” Kaum Quraisy menjawab, “Tidak, sesungguhnya engkau adalah seorang yang jujur. Sebaik-baik orang adalah engkau.”

Abul ‘Ash berkata, “Saksikanlah wahai kaum Quraisy, saya bersaksi laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah. Saya mengimani Muhammad dan saya akan datang kepadanya untuk berhijrah.”

Allahu akbar.

Maka ia pun berangkat ke kota Madinah, kemudian ia berikrar dan bersyahadat di depan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia masuk Islam, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengembalikan pernikahan mereka sebagaimana biasanya. Lalu mereka hidup sebagaimana sepasang suami istri pada umumnya. Sungguh betapa bahagianya Zainab ketika melihat keislaman Abul ‘Ash.

Satu tahun setelah itu, Abul ‘Ash mendapati Zainab wafat. Betapa sedihnya Abul ‘Ash dan mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah, alangkah pahitnya aku rasakan hidup ini tanpa Zainab.”

Lalu setahun setelah Zainab wafat, Abul ‘Ash pun wafat.

Sungguh ini merupakan kisah cinta sejati antar dua manusia. Maha Suci Allah yang menyatukan mereka. Maka hendaklah kita berupaya menjadikan rumah tangga kita bagaikan kisah-kisah yang kita dengarkan. Kisah yang abadi, cinta yang abadi, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan kita semua.

Wallahu a’lam.

Video Ceramah Singkat tentang Kisah Cinta Sejati

Mari turut menyebarkan catatan kajian tentang “Kisah Cinta Sejati” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 1
  • comment-avatar
    Laisan 3 tahun ago

    Subhaanallah padahal sebelumnya sudah berulang-ulang membaca kisah Abul ‘Ash tapi tetap saja meneteskan air mata ketika beliau menyatakan memeluk islam dihadapan kaum qurais terlebih bersatunya cinta mereka dan wafatnya.
    Ini bisa dijadikan contoh untuk kita, bagaimana keimanan dan cinta mereka kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

  • DISQUS: