Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

👤  Pemateri : Ustadz Dr. Abdullah Roy, Lc.,M.A
🏡  Tempat : Studio Jember
📆  Hari : Senin 22 Sya’ban 1442 H / 05 April 2021
🕰 Jam :
20:00​​​​​ – Selesai

Lihat juga: Transkrip Dauroh HSI Abdullah Roy Tentang Wasiat Perpisahan Rasulullah ﷺ

Mukaddimah Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kepada kita semuanya taufik dan juga hidayahNya kepada Islam dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Pada kesempatan kali ini kita akan bersama-sama menambah keimanan di dalam diri kita masing-masing berkaitan dengan tema yang sudah kita sampaikan dan kita kabarkan sebelumnya. Yaitu berkaitan dengan “TEGAR DI TENGAH PANDEMI”.

Sebagaimana kita tahu, sudah setahun lebih kita bersama-sama ditimpa musibah ini, dan kita mendengar bukan hanya sekali, sebagian saudara kita yang mereka sangat termudharati dengan adanya pandemi ini dari sisi ekonomi, dari sisi pekerjaan, bahkan yang lebih menjadikan kita bersedih adalah adanya sebagian mereka yang akhirnya menjadi futur, menjadi lemah iman, menjadi berkurang semangatnya di dalam menuntut ilmu, yang sebelumnya dia rajin di dalam beribadah kepada Allah, kemudian akhirnya dia lemah di dalam melakukan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tentunya yang demikian tidak bisa kita biarkan berlarut-larut, kita harus bangkit kembali, bangun kembali, dan tetap tegar dalam keadaan apapun.

Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Ada beberapa poin yang dibahas dalam kajian ini, yaitu:

1. Manusia Diciptakan Untuk Beribadah

Menit ke-3:15 Kita harus mengingat kembali tentang apa sebenarnya tujuan hidup kita? Apakah kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk sekedar makan dan juga minum? Apakah kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya sekedar untuk menikah? Ataukah hanya menjadi orang yang terkenal, menjadi orang yang populer? Atau kita diciptakan oleh Allah untuk sekedar mengumpulkan harta dunia? Apakah itu tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita semuanya? Tentu jawabannya tidak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita dengan tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita sering mendengar firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat[51]: 56)

Ayat yang sangat jelas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kita semuanya tentang untuk apa kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia ini. Sering diulang-ulang, cuma kita juga sering lupa, Ana di sini untuk apa?

Maka ingatlah, kita di sini untuk beribadah kepada Allah, untuk menyembah Allah, menyerahkan seluruh ibadah hanya kepada Allah.

Kalau kita mengetahui tujuan, maka insyaAllah hidup kita ini menjadi terarah, kita tidak bingung lagi tentang apa yang harus Ana lakukan ketika terjadi ini, ketika terjadi itu, ketika terjadi peristiwa ini dan peristiwa itu. Kita tahu bahwasanya Ana di sini adalah untuk beribadah kepada Allah.

Apabila kita mengetahui tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita, maka kita mengerti makna kesuksesan di dalam kehidupan ini. Apa yang dimaksud dengan sukses di dunia?

Kesuksesan hidup di dunia yang sebenarnya adalah ketika seseorang berhasil melaksanakan/mencapai tujuan dia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia ini, yaitu ketika dia bisa beribadah kepada Allah sampai dia meninggal dunia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabbbmu, beribadahlah kepada Rabbmu, sampai habis kehidupan, sampai engkau meninggal dunia.” (QS. Al-Hijr[15]: 99)

Karena inilah memang tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita semua.

2. Allah Menguji HambaNya dengan Nikmat dan Musibah

Menit ke-7:05  Setelah kita mengetahui bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah, ketahuilah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menguji kita. Itulah tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala Allah menciptakan kita dan Allah juga mengabarkan bahwa Allah akan menguji kita semua.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang telah menciptakan kematian dan juga kehidupan untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalan? Dan Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk[67]: 2)

Allah mengatakan: “Siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya,” siapa di antara kalian yang istiqamah, siapa di antara kalian yang benar-benar beribadah kepada Allah dan ingat bahwasanya dia diciptakan untuk beribadah kepada Allah.

Dalam ayat yang lain, Allah mengatakan:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia menyangka bahwasanya mereka akan dibiarkan mengatakan ‘kami beriman’ kemudian mereka tidak diuji?” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 2)

Ini menunjukkan bahwasanya Allah akan menguji, Allah tidak akan membiarkan mereka dalam keadaan mengatakan “Kami beriman,” sementara mereka tidak diuji oleh Allah. Ujian pasti ada.

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengetahui siapa di antara mereka yang benar ucapannya ketika dia mengatakan ‘kami beriman’ dan siapa di antara mereka yang berdusta.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 3)

Ketahuilah bahwasanya ujian tersebut adalah berupa nikmat dan juga berupa musibah. Ujiannya secara global adalah dua perkara ini. Kita akan diuji oleh Allah dengan nikmat dan Allah juga akan menguji kita dengan musibah. Allah mengatakan:

وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

Dan Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan juga dengan kebaikan.” (QS. Al-Anbiya[21]: 35)

Berarti harus kita pahami bahwasanya ujian bukan hanya musibah saja. Banyak di antara kita yang menganggap bahwasanya ujian hanyalah ketika seseorang mendapatkan musibah, padahal nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita ini juga merupakan ujian.

Harta dunia ujian bagi kita. Keluarga, anak dan juga istri adalah ujian bagi seseorang. Jabatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala titipkan kepada seseorang adalah ujian. Rasa aman dan tentram juga merupakan ujian. Kesehatan yang kita rasakan juga merupakan ujian. Banyak nikmat-nikmat di dalam diri kita dan ada yang di sekitar kita, semuanya adalah ujian bagi seseorang.

Dan di sana ada musibah. Kematian, kemiskinan, kecelakaan, sakit, kekurangan harta dan seterusnya, maka ini adalah musibah. Intinya bahwa ujian yang menimpa kita ini kadang berupa nikmat dan terkadang berupa musibah.

3. Orang Yang Sukses Menghadapi Ujian

Menit ke-12:16 Siapakah orang yang sukses dan orang yang lulus ujian? Dia adalah orang yang ketika mendapatkan salah satu di antara dua ujian tadi, ketika dia mendapatkan nikmat atau ketika dia mendapatkan musibah, maka itu tidak menggoyahkan/menyimpangkan dia dari tujuan utama dia diciptakan oleh Allah. Yaitu kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Orang yang lulus ujian adalah orang yang ketika dia mendapatkan berbagi nikmat, mendapat harta, diuji dengan istri dan juga anak, diuji dengan jabatan, diuji dengan kesehatan, tidak menjadikan dia goyah, tidak menjadikan dia menyimpang dari tujuan utama, yaitu beribadah kepada Allah, dia terus istiqamah, dia terus menyerahkan hidup dan matinya dan seluruh ibadahnya hanya kepada Allah.

Demikian pula ketika terjadi musibah, terjadi musibah pandemi atau yang lebih besar daripada itu, orangtuanya meninggal, anaknya atau dirinya sendirian sakit berkepanjangan atau dia dipecat atau dia dikeluarkan dari pekerjaannya atau dia mengalami kerugian di dalam usahanya, itu semua tidak menjadikan dia menyimpang dari tujuan utama.

Maka inilah orang yang lulus. Allah uji dia dengan kenikmatan, Allah uji dia dengan musibah, tapi dia tetep istiqamah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Balasan Kepada Orang Yang Istiqamah

Menit ke-14:27 Apa balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang-orang yang tetep istiqamah ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengujinya dengan berbagai ujian tadi?

Balasan yang besar, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١٣﴾ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿١٤﴾

Sesungguhnya orang-orang yang sudah menyatakan: ‘Rabb kami adalah Allah’...”

Yaitu maksudnya “kami hanya menyembah Allah saja,” ini adalah tujuan utamamanusia diciptakan oleh Allah.

Dan dia istiqamah di atas ucapannya tadi, maka tidak ada takut atas mereka dan mereka tidak bersedih.

Allah akan menjadikan hati mereka adalah hati yang tenang, mereka tidak takut dengan sesuatu yang akan mereka hadapi kedepan, karena mereka istiqamah sesuai dengan apa yang Allah inginkan, sebagaimana yang Allah perintahkan.

Kemudian “mereka tidak bersedih” atas apa yang mereka tinggalkan. Ketika mereka meninggalkan dunia, ketika mereka berpisah dengan keluarganya, mereka tidak bersedih. Allah hilangkan dari diri mereka perasaan sedih dan Allah hilangkan dari diri mereka perasaan takut terhadap apa yang terjadi di masa yang akan datang.

Bukan hanya itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memasukkan mereka ke dalam surga, memasukkan orang-orang yang istiqamah (orang-orang yang tetap tegar mentauhidkan dan menyembah Allah semata di tengah-tengah ujian yang melanda) dengan surga.

Merekalah orang-orang yang akan masuk ke dalam surganya Allah dalam keadaan mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan.” (QS. Al-Ahqaf[46]: 13)

Atas kesabaran mereka, atas usaha mereka, dalam rangka istiqamah di tengah-tengah ujian yang melanda selama kehidupan mereka di dunia.

Ini adalah balasan bagi orang-orang yang isitiqamah.

Kunci Istiqamah

Menit ke-17:44 Bagaimana sebenarnya kunci untuk tetap istiqamah, sehingga kita bisa meraih pahala yang dijanjikan oleh Allah, dihilangkan dalam diri kita rasa takut dan rasa sedih, dan dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan surga.

Kuncinya adalah pada dua perkara, yaitu bersyukur dan juga bersabar. Kalau kita mengetahui bahwasanya ujiannya hanya dua (nikmat dan musibah), maka untuk menghadapinya juga dengan dua, yaitu bersyukur dan juga bersabar.

Ketika kita diuji dengan kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kunci keberhasilannya adalah ketika kita bersyukur. Dan kalau kita diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan musibah, maka kunci keberhasilannya adalah dengan bersabar. Itu adalah secara singkat kunci utama seseorang bisa istiqamah dan berharap bisa mendapatkan pahala yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang-orang yang istiqamah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Hendaklah kalian bersyukur atas nikmat Allah kalau kalian benar-benar hanya beribadah kepada Allah.” (QS. An-Nahl[16]: 114)

Ini tentang bersyukur ketika diuji dengan nikmat.

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah.’” (QS. Al-Baqarah[2]: 156)

Bersyukur ketika mendapatkan ujian nikmat dan bersabar ketika mendapatkan ujian yang berupa musibah.

4. Bersyukur dan Bersabar

a. Bersyukur ketika mendapatkan nikmat

Menit ke-20:37 Kunci yang pertama adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Bagaimana kita sebagai seorang hamba Allah bisa mempraktekkan syukur ini? Dan kapan seseorang dinamakan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Cara bersyukur terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya adalah:

1. Mengakui nikmat tersebut dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

Apabila kita mendapatkan kenikmatan yang kecil maupun yang besar, baik kenikmatan yang berupa kesehatan, keamanan, dapat gaji, dapat rezeki, Antum harus sadari dan akui bahwa nikmat tersebut berasal dari Allah, Allah yang memudahkan memberikan kepada kita kenikmatan tersebut. Terkadang langsung kepada kita, dan terkadang nikmat tersebut Allah sampaikan kepada kita melalui perantara orang lain.

Ini harus ada di dalam hati kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang menghendaki untuk memberikan nikmat tadi kepada kita. Ini adalah awal dari rasa syukur. Allah mengatakan:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

Dan nikmat apapun yang ada pada diri kalian, maka itu adalah berasal dari Allah.” (QS. An-Nahl[16]: 53)

Itu bukan dari atasan kita, itu bukan dari orang tua kita. Mereka hanya sekedar wasilah saja, mereka hanya sekedar perantara saja. Adapun asalnya, maka kenikmatan tersebut adalah berasal dari Allah Rabbul ‘Alamin. Kita harus pahami yang demikian.

2. Banyak memuji Allah

Secara lisan, hendaklah kita memperbanyak memuji Allah dan bersyukur kepada Allah. Jangan berat lisan kita untuk mengatakan Alhamdulillah, jangan berat untuk mengatakan نشكر الله (aku bersyukur kepada Allah), segala puji hanya untuk Allah. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

وَالحَمْدُ للهِ تَمْلأُ المِيْزَانَ

“Ucapan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan.” (HR. Muslim)

3. Jangan gunakan nikmat untuk memaksiati Allah

Kalau kita mendapatkan sebuah kenikmatan, jangan kita gunakan kenikmatan tadi justru untuk memaksiati Allah. Itu berasal dari Allah, maka kita gunakan kenikmatan tadi untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Atau minimal jangan kita gunakan kenikmatan tadi justru untuk membuat murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Harta jangan kita gunakan untuk membeli sesuatu yang justru malah semakin menjauhkan kita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, membeli sesuatu yang digunakan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Seseorang mendapatkan jabatan justru malah dia gunakan jabatan tadi untuk mendzalimi orang lain, dan seterusnya.

4. Terus beramal shalih

Beramal shalih, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Semakin seseorang merasakan kenikmatan yang begitu besar yang Allah berikan kepadanya, maka semakin dia bersemangat untuk terus beramal shalih, bersyukur dengan cara menjalankan perintah Allah, bersyukur dengan cara meninggalkan apa yang Allah larang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا

Hendaklah kalian beramal wahai keluarga Dawud dalam rangka bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Saba’[34]: 13)

Menunjukkan bahwasanya di antara bentuk syukur seseorang kepada Allah adalah dengan cara kita beramal shalih, kita tingkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita.

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba'[34]: 13)

Benar apa yang dikatakan Allah, sangat sedikit di antara hamba-hamba Allah yang bersyukur. Kita melihat diri kita sendiri sebelum kita melihat orang lain.

Betapa banyak nikmat yang sampai kepada kita dan berlalu begitu saja tanpa kita menyadari bahwasanya itu adalah dari Allah. Berapa kali kita menganggap mengucapkan Alhamdulillah dalam sahari? Betapa banyak nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Allah berikan kepada kita yang kita tidak bersyukur, tapi justru kita gunakan untuk membuat murka Allah.

Semakin mendapatkan nikmat, semakin kita malas untuk beramal shalih.

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba'[34]: 13)

Lihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika dikatakan kepada beliau karena beliau melakukan shalat malam sampai pecah-pecah kedua kaki beliau. Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anha berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Ya Rasulullah, sampai demikian engkau beribadah? Padahal sudah diampuni dosamu yang telah lalu dan juga yang akan datang.”

Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

“Bukankah aku ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i)

Maksudnya yaitu: “Justru karena diampuni dosaku yang telah lalu dan yang akan datang (ini adalah nikmat yang besar), maka aku pun bersyukur kepada Allah dengan cara aku beramal shalih.”

Tentunya ini adalah kedudukan yang tinggi, seseorang menyadari yang demikian. Semakin dia mendapatkan kenikmatan, semakin dia semangat untuk beramal shalih untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

b. Bersabar ketika menghadapi musibah

Menit ke-28:09 Adapun masalah kunci yang kedua, yaitu bersabar, maka di antara cara supaya kita bersabar ketika menghadapi musibah -tentunya bukan hanya terkusus pandemi yang sedang menimpa kita semuanya, tapi musibah secara umum- Maka yang pertama adalah:

1. Musibah berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

Hendaklah kita menyadari dan mengakui bahwa musibah ini berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah yang menghendaki. Ini bukan sesuatu yang luput dari kehendak Allah. Semuanya terjadi dengan kehendak Allah. Allah menghendaki untuk terjadi pandemi ini, maka terjadilah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

Tidaklah menimpa sebuah musibah kecuali dengan izin Allah.” (QS. At-Thaghabun[64]: 11)

Ini menunjukkan semua musibah. Pandemi dan selain pandemi, tidaklah terjadi dan tidaklah menimpa kita semuanya kecuali dengan izin Allah. Allah yang menghendaki.

وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, yakin bahwasanya itu berasal dari Allah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan hidayah kepada hatinya.” (QS. At-Thaghabun[64]: 11)

Ini syarat supaya hati seseorang mendapatkan hidayah ketika tertimpa musibah adalah meyakini dan beriman bahwasanya musibah tadi adalah berasal dari Allah, maka insyaAllah akan tenang hati kita.

2. Semua sudah ditulis oleh Allah

Menyadari bahwasanya musibah ini sudah ditulis oleh Allah. Sebelum terjadi, di dalam Lauhul Mahfudz sudah ditulis oleh Allah. Dan apa yang ditulis oleh Allah di sana pasti terjadi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Tidaklah menimpa sebuah musibah di bumi ataupun yang menimpa diri kalian, kecuali di dalam sebuah kitab sebelum Kami menjadikan musibah tadi. Yang demikian adalah sangat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid[57]: 22)

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Supaya kalian tidak putus asa terhadap seluruh apa yang luput dari kalian...”

Jangan kalian putus asa ketika luput dari kalian sesuatu yang kalian inginkan, karena itu semua sudah ditulis oleh Allah.

Demikian pula supaya kalian tidak terlalu berlebihan ketika mendapatkan nikmat,

Yaitu tidak berlebihan dalam kegembiraan, tidak lupa diri. Setiap kali dia mendapatkan nikmat, maka dia sadar bahwasanya nikmat tersebut sudah ditulis oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan nikmat tersebut, sebelum Allah menyampaikan nikmat tersebut kepada kita.

3. Terdapat hikmah dibalik musibah

Di antara cara bersabar adalah meyakini bahwa dibalik musibah yang menimpa ini ada hikmah, ada rahasia-rahasia, ada tujuan-tujuan yang mulia. Terkadang kita mengetahui hikmah tersebut, dan terkadang kita tidak mengetahuinya. Tapi kita yakin bahwasanya di antara hikmah turunnya musibah adalah diampuni dosa.

Dosa yang kita lakukan ini terlalu banyak. Ada di antaranya yang kita sadari dan banyak di antaranya yang tidak kita sadari. Ada di antaranya yang kita sempat memohon ampun kepada Allah dan ada di antaranya yang kita akhirnya lupa dan tidak memohon ampun kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala sayang kepada kita, Allah tidak ingin mengadzab kita di akhirat. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka akibat dari dosa-dosa yang dia lakukan di dunia Allah segerakan di dunia, tidak Allah akhirkan di akhirat. Sehingga dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا

“Kalau Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyegerakan hukuman di dunia.”

Diturunkan musibah, bahkan berbagai musibah, karena Allah ingin menyegerakan hukumanNya di dunia, sehingga tidak diadzab oleh Allah di akhiart.

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Kalau Allah menghendaki kejelekan bagi seorang hamba, Allah akan menahan musibah darinya padahal dia melakukan dosa sampai Allah menyempurnakan hukuman tadi di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)

Seorang bergembira dan tidak bersedih (ketika ditimpa musibah), justru ini adalah kehendak baik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan di antara hikmahnya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin mengangkat derajat kita dengan musibah tadi. Allah ingin mengangkat derajat kita yang semula, mungkin ada di antara kita yang memiliki derajat yang rendah, tapi dengan dia ditimpa musibah dan dia bersabar, akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat kita ke derajat yang lebih tinggi.

Dan juga hikmah-hikmah yang lain. Yang jelas di antara nama Allah adalah Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana), tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan sebuah musibah dan secara umum tidaklah Allah melakukan sesuatu, kecuali di sana ada hikmahnya.

4. Semua milik Allah

Kita meyakini bahwasanya kita semuanya dan harta yang kita miliki dan keluarga kita, semuanya adalah milik Allah dan kita semuanya akan kembali kepada Allah. Sehingga kalau kita ditimpa musibah berkaitan dengan harta kita, hilang hartanya, rugi bisnisnya, ketahuilah bahwasanya itu adalah milik Allah dan Allah ingin mengambilnya dari kita.

Apakah kita berhak untuk marah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memang harta tersebut adalah milik Allah yang dititipkan sementara kepada kita?

Kalau kita di dunia dititipin oleh seseorang dengan barang dan suatu saat dia ingin mengambil barang tersebut, apakah kemudian kita marah kepada orang tersebut? Kita katakan: “Tidak, karena itu adalah hak dia, itu adalah harta dia, dan hanya dititipkan sementara kepada kita.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang memberikan kita rezeki, Dia-lah yang telah membuka pintu bisnis tersebut kepada kita, Dia-lah yang memiliki orang tua kita, Dia-lah yang memiliki anak kita. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil mereka, ,aka itu adalah hak Allah. Yang bisa kita katakan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Sesungguhnya kita ini adalah milik Allah dan kita semuanya akan kembali kepada Allah.”

5. Jangan menunjukkan ketidaksabaran

Jangan kita melakukan sesuatu yang menunjukkan ketidaksabaran kita. Misalnya dengan cara berteriak, atau memukul diri, atau merusak, atau memecah sesuatu.

6. Melihat saudara yang mendapat musibah lebih besar

Kita harus yakin dan sadari bahwa di sana banyak saudara-saudara kita yang mendapatkan musibah yang lebih besar daripada ini.

Kalau kita kehilangan satu juta, di sana ada orang yang sampai kehilangan 20 juta. Kalau kita baru kehilangan seorang anak, maka di sana ada orang yang kehilangan beberapa orang anaknya. Di sana banyak saudara-saudara kita yang diuji oleh Allah dengan ujian yang lebih besar. Apa yang menimpa diri kita kalau dibandingkan dengan mereka, ini adalah sesuatu yang sangat ringan.

Kalau kita pandangannya demikian, maka InsyaAllah itu akan menjadikan kita ringan dalam menghadapi berbagai musibah.

7. Memperbanyak istighfar

Kita tahu bahwasanya musibah yang menimpa seseorang sebabnya adalah karena dosa dan kesalahan. Allah mengatakan:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka itu sebabnya adalah karena dosa yang kalian lakukan. Dan yang Allah maafkan itu sangat banyak.” (QS. Asy-Syura'[42]: 30)

Dan kalau kita tahu sebab turunnya musibah adalah dosa, maka setiap kali seseorang mendapatkan musibah, tertusuk duri, kesandung, rugi dalam bisnis dan seterusnya, segera dia meminta ampun kepada AllAh Subhanahu wa Ta’ala.

8. Kembali kepada Allah

Di antara hikmah diturunkannya musibah adalah supaya kita sadar, supaya kita mau kembali kepada Allah, supaya kita mau merendahkan diri kepada Allah, supaya kita mau kembali mengangkat kedua tangan kita kepada Allah dan merengek di hadapan Allah, mengetahui bahwasanya kita ini sangat lemah.

Allah menceritakan tentang hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan musibah kepada orang-orang sebelum kita:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَىٰ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ

“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami menimpakan kepada mereka kesusahan dan juga musibah supaya mereka mau merendahkan diri di hadapan Allah.” (QS. Al-An’am[6]: 42)

9. Berusaha secara dzahir sesuai dengan kemampuan kita dalam menghadapi musibah

Kalau kita ditimpa rasa sakit atau ditimpa penyakit, maka kita berusaha berobat, kita mencari obatnya sesuai dengan kemampuan kita. Kalau kita ditimpa ujian dalam masalah ekonomi, demikian pula kita berusaha sesuai dengan kemampuan kita.

Tunjukkan kepada Allah bahwasanya kita mengambil sebab sesuai dengan kemampuan kita. Dan yakinlah bahwasanya semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Sungguh salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar kemudian dia angkut kayu bakar tadi dan dia jual dan dia mendapatkan uang meskipun hanya sedikit, itu lebih baik bagi dia daripada meminta-minta kepada manusia, baik dia diberi ataupun dia tidak diberi.”

Maka kita berusaha secara dzahir dan bertawakal kepada Allah sesuai dengan kemampuan kita untuk menghadapi berbagai musibah tadi.

5. Iman Menjadikan Seseorang Bersabar dan Bersyukur

Menit ke-41:38 Setelah kita mengetahui dua kunci tadi, yaitu bersabar dan juga bersyukur, ternyata syukur dan juga sabar itu berkaitan dengan sesuatu. Bagaimana seseorang bisa bersyukur ketika mendapatkan ujiannya dan bagaimana dia bersabar ketika dia mendapatkan ujian musibah? Ternyata sebabnya adalah adanya iman di dalam diri kita.

Intinya kalau kita ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur dan menjadi seorang hamba yang bersabar, kita harus menguatkan keimanan yang ada dalam diri kita.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan:

عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ

“Sungguh mengherankan keadaan seorang yang beriman…”

Lihat, beliau menghubungkan ini dengan keimanan.

إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ

“Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik.”

وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن

“Yang demikian tidak terjadi kecuali untuk orang yang beriman saja.”

Selain orang yang beriman tidak terjadi yang demikian.

إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ

“Kalau dia ditimpa kenikmatan, maka dia bersyukur.”

Keimanan dia menjadikan dia bersyukur.

فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Maka yang demikian adalah baik baginya.”

Karena ketika dia bersyukur, mendapatkan pahala dari Allah, dan Allah akan tambahkan nikmat kepada dirinya.

Iman, mendapat nikmat, dia bersyukur, ditambah kenikmatannya oleh Allah, dan dia mendapatkan pahala.

وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ

“Kalau dia ditimpa musibah, maka dia bersabar.”

Keimanan dia menjadikan dia bersabar, menjadikan dia bertahan.

فَكَانَ خيْراً لَهُ

“Maka jadilah musibah yang menimpa dia itu baik bagi dia.” (HR. Muslim)

Justru malah menjadikan dosanya berkurang, justru malah menjadikan terangkat derajatnya, justru malah menjadikannya semakin dekat dengan Allah ketika dia mendapatkan musibah.

Banyak musibah yang justru mendatangkan keberkahan bagi seseorang, banyak musibah yang justru mendatangkan kenikmatan tersendiri bagi seseorang. Yang sebelumnya dia hidup dalam keadaan lupa kepada Allah, ketika dia diuji oleh Allah dengan musibah, akhirnya kembali dia datang kepada Allah, bersimpuh di hadapan Allah, kembali dia ingat terhadap keluarganya sendiri setelah sebelumnya dia sibuk dengan dunianya dan lupa kepada keluarganya sendiri.

Bagaimana cara menguatkan keimanan secara singkat?

1. Mentadabburi dan dekat Al-Qur’an

Di antara sifat orang-orang yang beriman adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, maka:

زَادَتْهُمْ إِيمَاناً

“Akan bertambah keimanan mereka.” (QS. Al-Anfal[8]: 2)

Ini tidak mungkin kecuali kalau kita memahami, kecuali kalau kita mau berhenti sebentar ketika membaca Al-Qur’an untuk ketika mendengarkan Al-Qur’an dan kita berusaha untuk memahami maknanya.

2. Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam semesta

Termasuk di antaranya adalah memikirkan bagaimana Allah menciptakan diri kita sendiri, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan juga bumi, dan makhluk yang luar biasa yang ada di sekitar kita?

Kita renungkan dan kita pikirkan tanda-tanda kekuasaan tadi, ini sangat memiliki pengaruh dan sangat berpengaruh terhadap keimanan seseorang. Dia akan merasakan kedekatan yang luar biasa kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta tersebut.

3. Menghadiri majelis ilmu

Di dalam majelis ilmu, dia akan bertemu dengan orang-orang yang shalih, dia akan mendengarkan ayat Allah, akan diingatkan dengan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, akan diingatkan dengan hari akhir.

Sebagian Salaf mengatakan kepada yang lain:

اجلس بنا نؤمن ساعة

“Hendaklah kalian duduk bersama kami, kita menambah keimana.”

4. Membaca perjalanan hidup orang-orang yang shalih dan membaca tentang kisah-kisah kesabaran mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menguatkan hati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, diceritakan kepada beliau kisah-kisah para Nabi sebelumnya. Bagaimana kesabaran Nabi Nuh menghadapi kaumnya, bagaimana kesabaran Nabi Ibrahim, ini supaya kita bisa mengambil pelajaran dan ketika kita melihat akhir dari kehidupan mereka, ternyata akhir dari kesabaran itu adalah pertolongan dari AllAh Subhanahu wa Ta’ala.

5. Berdoa kepada Allah

Kita berdoa kepada Allah supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hati kita dan menambahkan keimanan kita. Yaitu dengan mengatakan:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

Meminta kepada Allah supaya jangan sampai dipalingkan dari hidayah ini.

Dan di antara doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku diatas agamaMu.”

Yaitu: bagaimanapun dan peristiwa apapun yang terjadi Ya Allah, dengan ujian nikmat maupun ujian musibah, maka tetapkanlah hatiku diatas agama-Mu.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hati kita semuanya diatas agama Allah sampai kita meninggal dunia.

Demikian yang bisa kita sampaikan, semoga bermanfaat.

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين

Video Muhadhoroh Kubro Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Sumber video: HSI TV

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: