Khutbah Jumat: Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah

Khutbah Jumat: Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah

Berikut ini khutbah JumatBimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah” yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor.

Download pdf via telegram: t.me/ngajiid/120

Khutbah Jumat: Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Khubah Jumat Pertama

Ummatal Islam,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menurunkan dan memberikan kepada kita bimbingan-bimbingan. Terutama di zaman yang penuh dengan fitnah. Yang tentunya bimbingan-bimbingan itu penting untuk kita perhatikan. Karena sesungguhnya fitnah membuat manusia menjadi buta. Fitnah menjadikan hilang akal-akal manusia Ketika fitnah mulai datang, dia terlihat indah. Sufyan bin ‘Uyainah berkata, berkata Khalaf bin Hausyab; “Dahulu salafushshalih membawakan syair berikut ini ketika munculnya fitnah:

الحرب أول ما تكون فتية, تسعى بزينتها لكل جهول

Perang (fitnah) itu pada awalnya (terlihat indah) seperti gadis, yang datang membawa kecantikannya menipu orang-orang yang bodoh

حتى إذا اشتعلت وشب ضرامها, ولت عجوزا غير ذات حليل

Sehingga ketika fitnah itu menjadi besar, berat, bahkan menyala-nyala, maka tampaklah kepada kita bahwa ia ternyata bukan gadis melainkan janda tua

شمطاء ينكر لونها وتغيرت, مكروهة للشم والتقبيل

Rambutnya telah memutih, warna kulitnya pun juga telah berubah. Tak baunya dan tak enak untuk dicium.” (HR. Bukhari)

Demikianlah fitnah. Di awalnya mentereng dengan menggunakan bahasa-bahasa dan kata-kata yang indah. Dengan alasan amar ma’ruf nahi munkar atau pun yang lainnya. Membuat akal-akal manusia tertipu. Sehingga akhirnya, akal tak lagi menjadi berfungsi. Yang berfungsi adalah perasaan, egois, dan emosi semata.

Para ulama mengatakan, di zaman yang penuh dengan fitnah ini jangan kita menjadi orang yang tergesa-gesa memberikan keputusan. Jangan kita tergesa-gesa mengambil sebuah sikap. Akan tetapi hendaklah di zaman fitnah ini kita memiliki dua sifat yang dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ

”Sesungguhnya engkau memiliki dua sifat yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya, yaitu sifat al-hilm dan al-anah.” (HR.Muslim)

الْحِلْمُ yaitu berusaha dan kekuatan untuk mencegah emosi dia. Di saat dia emosi, dia tidak terbawa oleh emosinya. الأَنَاةُ artinya tidak tergesa-gesa untuk mengambil sebuah keputusan dan sikap. Ia melihat jauh ke depan dengan keilmuan yang dalam dan hati yang bening.

Kedua sifat ini sangat penting sekali agar kita tidak mudah terkena atau pun terjerumus ke dalam fitnah demi fitnah. Karena kata Syaikhul Islam, fitnah itu إذا اشتعلت apabila telah menjadi besar, maka akan lemah orang-orang yang berakal untuk mencegah orang-orang yang kurang akalnya.

Bertanya kepada ulama

Ya akhal Islam,

Kewajiban kita adalah bertanya kepada para ulama. Ulama-ulama besar yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada mereka ke dalam ilmu. Maka dari itulah, sungguh celaka suatu kaum yang mereka tidak menghormati para ulama atau meng-ulama-kan orang-orang yang bukan ulama. Yang hanya sebatas mengandalkan semangat-semangat dan perasaan-perasaan belaka. Bukan demikian Islam memberikan keputusan kepada umatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk bertanya kepada ahli ilmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya[21]: 7)

Ummatal Islam,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berusaha mempraktekkan Al-Qur’an dalam hidupnya. Dan kalau kita perhatikan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak lepas dari dua perkara; yang pertama adalah mendatangkan maslahat yang besar. Dan yang kedua adalah menghindari mudharat yang besar.

1. Mendatangkan maslahat yang besar

Saat di sana ada maslahat dan mudharat, kita lihat mana yang paling besar. Jika maslahatnya jauh lebih besar maka kita lakukan. Tapi bila mudharatnya jauh lebih besar, kita tinggalkan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 219)

Walaupun di sana ada manfaat, tapi ketika di sana ada mudharat yang jauh lebih besar, maka itu dilarang. Oleh karena itulah, di zaman yang penuh fitnah ini penting sekali kita untuk menuntut ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betul-betul kita menyikapi berbagai macam perkara dengan ilmu. Bukan dengan semangat, kemarahan, atau dengan emosi yang membabi buta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إنكم أصبحتم في زمان كثير فقهاؤه، قليل خطباؤه، قليل سؤاله، كثير معطوه، العمل فيه خير من العلم، وسيأتي زمان قليل فقهاؤه، كثير خطباؤه، كثير سؤاله، قليل معطوه، العلم فيه خير من العمل (أخرجه الطبراني في”المعجم الكبير”وفي “مسند الشاميين “) (2/ 221/1225) .

“Kalian wahai para sahabat, hidup di suatu zaman yang ulamanya banyak dan penceramahnya sedikit, yang memberinya banyak dan yang meminta-mintanya sedikit. Dan beramal di zaman itu lebih baik dari pada berilmu. Akan datang suatu zaman yang banyak penceramahnya dan sedikit ulamanya, banyak yang meminta-minta tapi sedikit yang memberi. Ilmu pada zaman itu lebih baik dari pada beramal.” (HR. Ath Thabrani)[1]

Artinya menuntut ilmu di zaman itu sangat besar pahalanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di akhir zaman yang penuh fitnah menekankan agar kita menuntut ilmu? Karena zaman itu zaman penuh fitnah. Maka seakan-akan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing kita untuk jangan menghukumi sesuatu dengan perasaan belaka atau dengan kemarahan dan emosi belaka. Akan tetapi semuanya harus dengan ilmu, dengan ulama. Semuanya harus mempertimbangkan antara maslahat dan mudharat.

Namun terkadang ketika emosi dan kemarahan itu telah meledak-ledak, seringkali fatwa para ulama pun dibuang. Seringkali melecehkan para ulama. Seribu nasihat pun tidak akan pernah didengar. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

2. Menghindari mudharat yang besar

Yang kedua, kita berusaha di zaman yang penuh fitnah seperti ini untuk mempunyai sifat tabayyun. Jangan mudah terpancing oleh isu-isu dan berita-berita. Hendaknya periksa dulu semuanya dengan teliti. Kemudian tidak setiap berita bisa kita sebarkan kepada setiap orang. Tidak demikian. Lihatlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita pelajaran bagaimana menerima berita dan bagaimana men-share atau menyebarkan. Adapun menerima berita, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat[49]: 6)

Ini manhaj dan bimbingan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak setiap berita yang masuk ke telinga kita itu boleh kita sebarkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukup seseorang dikatakan pendusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim)

Semua harus dipilah. Tidak bisa kita langsung menerima berita begitu saja. Itu bukan manhaj Islam. Demikian pula ketika menyebarkannya. Tidak setiap berita bisa kita sampaikan kepada manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (kaum munafik) lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” (QS. An-Nisa'[4]: 83)

Maka di zaman ini betapa butuhnya kita kepada dua ayat ini. Berhati-hati dalam menerima dan membagikan berita. Semua itu adalah untuk menjaga jangan sampai timbul mafsadah (mudharat) yang lebih besar. Terkadang kita lihat orang-orang yang sudah terbakar perasaan dan emosinya, ia tak akan pernah mau bertanya kepada para ulama tentang apakah berita itu berhak untuk disebar atau tidak. Sehingga kemudian dia langsung sebarkan kepada manusia.

Siapakah Ulama yang dimaksud

Ummatal Islam,

Di antara bimbingan yang hendaknya kita lakukan di zaman fitnah yaitu kita berusaha untuk bertanya kepada para ulama. Karena merekalah yang paling tahu tentang perkara-perkara dan urusan agama dengan ilmu mereka yang dalam. Dengan kedalaman ilmu mereka, mereka melihat apakah sikap ini akan menimbulkan maslahat atau mudharat.

Ulama di sini adalah ulama yang menguasai Al Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan sebatas ulama yang terbawa oleh emosi dan perasaan. Akan tetapi ia berbicara dengan dalil dan perhitungan yang matang. Mempertimbangkan antara maslahat dan mudharat. Bukan karena pengecut atau takut. Akan tetapi untuk menjaga darah kaum muslimin. Untuk menjaga kemaslahatan yang lebih besar dari itu. Inilah yang banyak ditinggalkan oleh pemuda-pemuda di zaman ini.

Ketika pemuda-pemuda itu ingin memperjuangkan Islam, mereka terkadang melecehkan para ulama. Bahkan menganggap para ulama itu katanya pengecut, penjilat, dan yang lainnya. Wallahul musta’an. Sehingga akhirnya fitnah semakin menjadi-jadi. Karena munculnya orang-orang yang menghukumi sesuatu bukan dengan keilmuan.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

Khutbah Jumat Kedua

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam,

Kita semua pasti marah ketika mendengar Al-Qur’an dicaci maki. Kita semua pasti tidak rela dan tidak ridha ketika kitab suci kita ini diinjak-injak, bahkan dianggap dusta dan bohong. Ya, kita semua tidak akan pernah rela itu. Namun untuk menyikapinya, berusahalah dengan keilmuan. Dan jangan menimbulkan mudharat yang lebih besar.

Dahulu ketika kaum muslimin berada di Mekkah, orang-orang musyrikin Quraisy menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentunya menghina beliau adalah perkara yang berat dan besar. Mereka menuduh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penyair, dukun, dan gila. Bahkan mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an itu

أَسَٰطِيرُ ٱلْأَوَّلِينَ

“Cerita-cerita orang zaman dahulu.” (QS. Al-Muthaffifin[83]: 13)

Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang beriman, di saat kaum muslimin berada di Mekkah dan lemah;

قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Jatsiyah[45]: 14)

Karena di saat itu kaum muslimin tidak memiliki kemampuan. Maka dari itulah, kita lihat di zaman sekarang. Apa kemampuan kita? Kemudian apakah itu akan menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar atau tidak? Ya, semua muslim tidak akan sepakat dan tidak akan rela jika Al-Qur’an dihina, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dihina, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala dicaci maki. Siapa pun juga, tak akan pernah rela. Namun tentunya semua harus berbicara dengan ilmu, kematangan, dan dengan pertimbangan. Bukan hanya sebatas semangat demi semangat.

Inilah yang dinasihatkan oleh para ulama.

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اللهم اغفر لنا ذنوبنا يا رب العالمين, اللهم أعز الإسلام والمسلمين، وأذل الشرك والمشركين يا رب العالمين, اللهم انصر المسلمين في كل مكان يا رب العالمين, اللهم اصلح ولاه امور المسلمين في هذا البلد وفي سائر بلاد المسلمين, اللهم وفق شباب المسلمين لما تحب وترضى
آمين يارب العالمين
وصَلَّى اللهُ على نبيِّنا محمّد، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين

Download mp3 Khutbah Jumat Tentang Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah

Sumber audio: radiorodja.com

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download khutbah Jumat “Bimbingan Ulama Saat Terjadi Fitnah” ini, kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.

[1] Sumber: https://al-maktaba.org/book/9442/5391

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: