Khutbah Idul Fitri: Orang-Orang Yang Bertakwa

Khutbah Idul Fitri: Orang-Orang Yang Bertakwa

Berikut Khutbah Idul Fitri tentang “Orang-Orang Yang Bertakwa” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah Hafizhahullahu Ta’ala.

Khutbah Idul Fitri: Orang-Orang Yang Bertakwa

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

Mengapa kita bertakbir? Mengapa di hari ini kita mendengar dan kita sendiri pun mengatakan? Pernahkah kita bertanya kepada diri kita? Selesai Ramadhan, tatkala tenggelam matahari Ramadhan dan lahir hilal Syawwal, kita bertakbir. Bukankah setiap shalat itu kita bertakbir? Setiap rukuk dan sujud kita bertakbir. Tapi ada apa dengan hari ini?

Ahibbati fillah,
Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan;

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Siapa yang bisa berpuasa 30 hari saat Ramadhan kemarin? Banyak. Mengapa dia bisa berpuasa sedangkan yang lain tidak berpuasa? Itu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita hidayah. Bukan karena engkau orang baik. Tapi karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang baik kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

  وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Sekiranya jika bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nur[24]: 21)
Karena itulah Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan;

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu (bertakbir) mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Maka dari itu kita mengatakan;

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

Tujuan Disyari’atkannya Puasa

Jama’ah rahimakumullah,
Selesai satu bulan penuh kita berpuasa. Ayat yang seringkali kita dengar di awal-awal Ramadhan atau sebelum Ramadhan. Sebagian kita mungkin akan membacanya lagi nanti tahun depan;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah[2]: 183)
Mengapa kita disyari’atkan untuk berpuasa? Apa agar kita semua merasakan lapar dan haus? Mengapa disyari’atkan shalat malam? Sebagian orang berpikir shalat malam itu hanya di bulan Ramadhan. Sehingga dia tidak pernah shalat malam kecuali di bulan Ramadhan. Shalat malam ini disyari’atkan sepanjang tahun. Ke mana kita di bulan Sya’ban dan Syawwal? Apakah kita berhenti shalat malam?

Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan puasa adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Sebagian kita sudah berpuasa selama 10, 20, atau 30 tahun. Tapi pernahkah dia berpikir “Apakah aku sudah bertakwa?” Atau ternyata puasa kita hanya tradisi dan budaya belaka?

Letak Takwa

Takwa itu di sini, di hati. Ada satu wadah takwa yang kata Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam;

أَلآ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sungguh di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah qalbu (hati).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Jika rusak, jangan harapkan kebaikannya. Walaupun wajahnya manis dan raganya menakjubkan.

Dari mana kita tahu bahwa puasa kita diterima? Kita harus benar-benar berpikir di hari yang mulia ini tatkala banyak orang yang mengucapkan selamat kepada kita dan mengucapkan;

تقبل الله منا ومنكم

“Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian.”

Pantaskah kita mendapatkan ucapan itu? Coba kita lihat. Ana ingin mengajak Antum semua untuk merenungkan dua hal hari ini. Yang satu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang satunya adalah hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bawalah pulang ke rumah masing-masing untuk kita renungkan.

Firman Allah Tentang Takwa

Takwa itu ada wujudnya, dan tempatnya ada di sini (di hati), di dalam raga kita. Ada wujudnya di dalam perilaku kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 133-136;

1. Bersegera Mohon Ampun

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 133)

Bersegeralah minta ampun. Karena kita semua itu pelaku dosa. Jika dosa itu ada aromanya, kita tidak bisa hidup berdampingan, jama’ah. Tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menutupi dosa kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk segera menuju ke surga. Kita tidak sedang memperebutkan sebuah kursi yang jika orang lain telah duduk di atasnya maka kita tidak bisa. Tidak.

Kita memperebutkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala  yang cukup untuk seluruh umat manusia. Bahkan cukup untuk orang-orang kafir. Tapi mereka tidak mau. Jadi untuk siapa surga itu? Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiapkannya untuk orang-orang yang bertakwa.

2. Infaq Ketika Lapang dan Sempit

Dan kita berpuasa, bukan untuk lapar dan haus. Melainkan untuk mencapai tingkatan takwa itu. Kita sudah shalat dan puasa sebulan penuh. Kita sudah membaca Al-Qur’an. Sebagian khatam satu kali, sebagian dua kali atau tiga kali. Tapi buktikan takwa itu. Siapa orang-orang yang bertakwa? Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala;

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ .

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 134)

Orang bertakwa itu tidak menyakiti atau pun mengganggu orang lain, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan levelnya naik. Dia berbuat baik kepada orang lain. Harta yang dia kumpulkan sepanjang hari, ketika dia mendapatkannya, dia tidak berpikir untuk perutnya. Dia memikirkan perut orang lain. Itulah orang bertakwa.

Ketika lapang, dia berinfaq. Namun ketika dia dalam keadaan sempit, apakah dia menjadi pelit? Tidak. Dia tetap berinfaq. Bayangkan, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bajunya ada yang meminta, beliau akan membukanya (dan memberikannya), jama’ah. Kadang kala tidak ada apa-apa di rumah beliau, tapi beliau tetap berinfaq.

Sedekah adalah Bukti

Orang bertakwa itu tidak menunggu kaya untuk berinfaq. Buktikan ini. Bagaimana kecintaan kita terhadap harta kita. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan;

وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ

“Dan sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim)

Bukti engkau yakin bahwa dunia ini akan kita tinggalkan semuanya. Syaqiq Al Balkhi pernah ditanya oleh gurunya, Ibrahim bin Adham;

با شقيق, اخبرني عما انت عليه.

“Wahai Syaqiq, bagaimana cara engkau menyikapi kehidupan ini?”

Syaqiq menjawab;

اما انا اذا رُزِقْتُ اَكَلْتُ واذا مُنِعْتُ صَبَرْتُ

“Jika aku mendapat rezeki maka akan aku makan. Dan jika aku tidak mendapat rezeki maka aku bersabar.”

Apakah yang seperti ini adalah orang yang bertakwa? Kata gurunya;

هكذا تعمل كلاب بَلْخٍ عندل

“Wahai Syaqiq, apakah engkau tahu, anjing-anjing di negeriku di Balkh seperti itu pekerjaannya.”

Itu anjing, jama’ah. Orang bertakwa tidak seperti itu. Syaqiq seperti ditampar dengan ucapan gurunya. Maka dia bertanya, “Kalau engkau bagaimana?”

Gurunya menjawab;

إذا رُزقتُ آثرتُ وإذا مُنعتُ شكرتُ

“Jika aku mendapat rezeki maka aku berbagi kepada orang lain. Aku cari orang-orang yang membutuhkan rezeki itu. Mungkin hanya lewati aku rezeki itu. Dan jika aku dihalangi dari rezeki, aku bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala itu banyak. Aku bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Maka lihat, apakah setelah Ramadhan ini kita berubah atau tidak?

3. Menahan Amarah

Kemudian yang kedua, kata Allah ‘Azza wa Jalla;

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 134)

Dia bukan orang yang pemarah. Seakan-akan pemarah itu tidak masuk surga. Tidak ada lagi yang mengatakan, “Ustadz, itu tabi’atku. Aku memang seperti itu. Keras. Keluargaku juga seperti itu.” Tidak ada alasan engkau untuk menjadi orang baik. Tahan emosimu. Orang bertakwa lebih dari itu.

Dia shalat di masjid dan Al-Qur’an yang dia baca itu berpengaruh kepada dia. Dia naik level kepada memaafkan orang. Bukan menyakiti orang. Dia berbuat baik sama orang. Disakiti oleh orang lain, dia tahan amarahnya kemudian dia memaafkan orang tersebut. Dan lebih dari itu, dia berbuat baik kepada orang yang menyakiti dia. Itulah orang bertakwa.

Maka kalau ada lagi orang yang bertanya bagaimana caranya kita tahu bahwa Ramadhan kita diterima atau tidak, bagaimana kita tahu kita sudah mencapai peringkat takwa atau belum, coba engkau lihat hal itu.

4. Selalu Beristighfar

Kemudian kata Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang bertakwa itu bukan orang yang tidak berbuat dosa. Karena kita bukan malaikat. Kita akan kembali berbuat dosa;

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri,” (QS. Ali ‘Imran[3]: 135)

Orang bertakwa itu jika dia terjebak di dalam dosa, dia berhenti berbuat dosa di bulan Ramadhan dan dia bertekad untuk tidak mengulangi dosa itu. Tapi apa hendak dikata, sudah jadi qodratnya manusia bahwa jika dia berbuat dosa kecil mau pun besar, dia ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang kemarin pada Ramadhan dia datang ke rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang dia tinggalkan makan, minum, dan syahwatnya demi Allah ‘Azza wa Jalla. Sekarang tatkala dia berbuat dosa, dia ingat lagi bahwa dia mempunyai Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun.

ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ

“mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka..” (QS. Ali ‘Imran[3]: 135)

Dia beristighfar, memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan dia yakin Allah Subhanahu wa Ta’ala itu menghukum, memberikan sanksi kepada para pelaku dosa.

5. Meyakini Hukuman Terhadap Dosa

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan;

لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ ۗ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (QS. An-Nisa'[4]: 123)

Siapa membuat dosa, pasti dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mau lari ke mana kita? Yakinlah. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala melanjutkan;

وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 135)

Ahibbati fillah,

Kalau kita sudah sampai kepada tingkatan itu, tafadhdhal engkau ucapkan kepada saudaramu “Taqabbalallahu minna wa minkum.” Kita pantas mendapatkan ucapan itu. Tapi kalau tidak, ya tetap kita ucapkan dengan harapan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita.

Hadits Nabi Tentang Kesabaran

Yang kedua, hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini riwayat ‘Utbah bin Ghazwan radhiyallahu ‘anhu. Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إنَّ مِن ورائِكم أيامَ الصَّبرِ ، لِلمُتَمَسِّكِ فيهنَّ يومئذٍ بما أنتم عليه أجرُ خمسين منكم

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, orang yang tetap mengamalkan ajaran agama ketika zaman itu akan mendapatkan pahala amalan 50 orang dari kalian (para sahabat Nabi).” (HR. Abu Daud 4341, Silsilah Ash Shahihah 494)[1]

Untuk orang-orang pada hari itu, yang penuh dengan kesabaran dan fitnah. Tatkala keimanan diuji, tatkala orang-orang berpaling dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, tatkala ketaatan menjadi bahan hinaan. Untuk orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya, seperti yang para sahabat lakukan, maka dia akan mendapatkan pahala amalan 50 orang dari para sahabat.

Bayangkan. Mendapat pahala 50 sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian para sahabat mengatakan;

قال : يا نبي الله ! أو منهم؟ قال : (( بل منكم )) . ثلاث مرات أو أربعًا

“Wahai Nabi Allah, apakah maksud engkau itu 50 orang dari mereka?” Lalu Nabi menjawab, “Dari kalian (para sahabat)”

Seperti Menggenggam Bara Api

Pertanyaannya, apakah kita sudah merasakan kesabaran seperti sabarnya para sahabat dalam mempraktekkan agama Islam ini? Yang kata Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Ibnu Mas’ud;

يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ

“Akan tiba suatu zaman bagi manusia, barangsiapa di antara mereka yang bersabar berpegang teguh pada agamanya, ia ibarat menggenggam bara api.” (HR. At Tirmidzi 2260)[2]

Apakah keislaman yang kita lakukan sekarang ini sudah seperti menggenggam bara api? Atau ternyata keislaman kita adalah Islam yang hanya mengikuti kemauan kita? Kita santai dengan Islam kita. Ada banyak Islam yang kita lihat di sini. Ada Islam A, B, C, D. Semuanya mengaku benar.

Tapi ingat apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan; untuk orang-orang yang berpegang teguh dengan apa yang kalian (para sahabat) lakukan, dia mendapatkan pahala dari 50 sahabat. Kalau ternyata Islam yang kita rasakan itu tidak sampai seperti menggenggam bara api, maka jangan-jangan kita hanya mengikuti hawa nafsu kita. Bukan mengikuti syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka hari ini, pulang bawa hadits. Renungkan, apakah yang engkau lakukan setiap hari sudah sesuai dengan syari’at Islam? Apakah engkau sudah meninggalkan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Orang yang tidak mau riba‘ mungkin dikatakan fundamentalis. Dia dicaci-maki dan dihina. Berapa banyak orang yang resign dari lembaga riba’ dikatakan “Nggak mikir”. Ya, seperti menggenggam bara api.

Ujian Keimanan

Sebagai penutup, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 214)

Ayat ini turun kepada para sahabat yang sebagian tewas dimutilasi oleh musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang diusir dari negeri mereka, dikeluarkan dari rumah-rumah mereka, yang sebagian tidur di masjid dalam hidupnya.

Kalian mengira bahwa kalian bisa masuk surga? Ketawa-ketawa di dunia, ra’syi-ra’syi hidupnya. Jalan ke sana dan ke sini. Padahal kalian belum ditimpa seperti apa yang menimpa para sahabat dahulu yang ditimpa oleh penyakit, kelaparan, bala, dan musibah. Keimanan mereka diguncangkan sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman mengatakan;

مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ

“Kapankan datangnya pertolongan Allah?”

Pernahkah kita mengatakan hal itu dalam hidup kita?

اقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم، ولسائر للمؤمنين والمؤمنات، فاستغفروه، انه هو الغفور الرحيم

Video Khutbah Idul Fitri: Orang-Orang Yang Bertakwa

Sumber MP3: Channel Syafiq Riza Basalamah Official

Mari turut menyebarkan transkrip khutbah idul fitri “Orang-Orang Yang Bertakwa” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Referensi:
[1][2] https://shahihfiqih.com/artikel/ini-hal-yang-berat-tapi-pahala-yang-besar-bagi-yang-bersabar-menjalani/

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: