Makna Al-Fiqhu Fiddin

Makna Al-Fiqhu Fiddin

Tulisan tentang “Makna Al-Fiqhu Fiddin” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafizhahumullahu Ta’ala.

Sebelumnya: Syarah Hadits Faqih Dalam Agama

Makna Al-Fiqhu Fiddin

Telah lalu penjelasan kita tentang hadits Jibril ‘Alaihis Salam, dimana Jibril ‘Alaihis Salam datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian bertanya tentang masalah Islam. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwasanya Islam itu berkaitan dengan perkara-perkara ibadah; tentang zakat, shalat, puasa, haji dan sebagainya.

Lihat: Syarah Hadits Jibril

Kemudian juga Jibril bertanya tentang masalah iman, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menjelaskan tentang keimanan; iman kepada Allah, Malaikat dan rukun-rukun iman yang lainnya. Kemudian di akhir hadits kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Yang datang tadi adalah Jibril dan dia mengajarkan kepada kalian agama kalian.”

Oleh karena itu bahwasanya kalimat “agama” dalam hadits ini mencakup peribadahan yang dzahir, demikian juga mencakup masalah-masalah keimanan, berkaitan dengan keyakinan/aqidah.

Oleh karena itu sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini yaitu ‘dia akan paham tentang masalah-masalah agama (baik yang berkaitan dengan masalah aqidah maupun yang berkaitan dengan peribadatan), semuanya termasuk dalam kalimat الدِّين.

Menit ke-11:42 Oleh karena itu perhatian tentang masalah aqidah, demikian juga ushulul iman (pondasi-pondasi keimanan) merupakan perkara yang sangat dituntut dalam syariat Islam. Terutama rukun iman yang enam; iman kepada Allah, kepada malaikatNya, kepada RasulNya, kepada kitab-kitab Allah, kepada hari akhir, dan kepada Qadar yang baik maupun yang buruk.

Karena enam perkara ini merupakan pondasi keimanan. Artinya keimanan seseorang tidak akan bisa tegak kecuali diatas enam pondasi ini. Kalau salah satu dari enam pondasi ini bolong, maka keimanan seseorang tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana pula amalan itu dibangun diatas enam pondasi keimanan ini. Kalau ada orang yang rukun imannya tidak terpenuhi, maka amalnya tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah memuji orang-orang yang menjalankan enam pokok perkara keimanan ini. Dalam akhir surat dari Al-Baqarah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Setiap mereka beriman kepada Allah, kepada MalaikatNya dan kepada kitab-kitab Allah, dan kepada rasul-rasulNya. Dan mereka mengatakan: ‘Kami tidak membedakan antara satu Nabi dengan yang lainnya’…”

Kemudian di akhirnya mereka mengatakan: “Dan kepada Engkaulah tempat kami kembali” yaitu ini iman kepada hari akhir.

Ilmu tentang iman kepada Allah

Menit ke-14:40 Syaikh mengingatkan bahwasanya di antara rukun-rukun iman tersebut yang paling utama/urgent yaitu beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu beriman tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dalam rububiyah Allah, maupun dalam uluhiyah Allah, maupun dalam al-asma’ wa shifat. Semuanya harus kita imani tentang keesaan Allah.

Pertama, dalam rububiyah Allah artinya kita mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah satu-satunya yang memiliki alam semesta ini, Dia-lah satu-satunya yang telah menciptakan alam semesta ini, Dia-lah Allah satu-satunya yang menghidupkan dan mematikan, Dia-lah Allah satu-satunya yang memberi dan menahan rezeki. Dia-lah Allah satu-satunya yang telah mengatur alam semesta ini.

Kedua, demikian juga kita harus mengimani keesaan Allah dalam asma’ dan sifat-sifat Allah. Yaitu kita beriman tentang asma’ dan sifat-sifat Allah sebagaimana yang datang dalam Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita imani sebagaimana datangnya nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah tanpa kita selewengkan.

Kemudian jangan lupa kita berusaha mewujudkan peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berdasarkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nama-nama Allah menuntut kita untuk beriman kepada nama-nama tersebut dan menuntut kita untuk beribadah sesuai dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketiga, beriman tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peribadahan, artinya kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh ibadah kita tidak kita serahkan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Menit ke-17:49 Sebagaimana tadi keimanan kepada Allah termasuk dalam “faqih dalam perkara agama”, demikian juga keimanan tentang para malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala, demikian juga tentang kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta beriman kepada hari akhir. Semuanya termasuk dalam “فَقِّههُ فِي الدِّين”, kita dituntut untuk memahaminya dengan baik.

Telah lalu penjelasan secara ringkas tatkala kita menjelaskan tentang hadits Jibril tentang rukun iman yang enam. Baik iman kepada Malaikat, Kitab, Rasul dan Yaumil akhir, semuanya dengan singkat. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwasanya perkaranya menuntut agar kita bisa mendalami tentang rukun iman ini dengan lebih jauh dan terperinci.

Oleh karena itu kita harus perhatian terhadap buku-buku yang ditulis oleh para ulama tentang rukun iman yang dibangun diatas dalil. Yaitu buku-buku yang isinya adalah firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Adapun kita berusaha mendalami masalah keimanan tentang malaikat, tentang kitab, tentang Rasul, hanya dengan sekedar otak kita tanpa bersandar kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka ini bukanlah fikih dalam syariat. Fikih yaitu kita memahami sesuatu dengan dalil, dengan Al-Kitab dan Sunnah, dengan perkataan Allah dan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Caranya yaitu kita mengatakan: “Kita beri’tiqad (berkeyakinan) begini dan begini karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman demikian.” Atau kita katakan: “Kita beriman akan terjadi demikian dan demikian karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda demikian.”

Oleh karena itu yang dinamakan fikih adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Adapun selain itu maka itu bukan fikih dalam agama.

Ilmu tentang ibadah

Menit ke-21:41 Syaikh juga menjelaskan bahwa yang termasuk dalam الفقه في الدِّين yaitu fikih tentang ibadah. Berusaha kita mempelajari tentang masalah peribadatan. Terutama rukun-rukun Islam yang lima, yang semuanya terkumpul dalam sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam itu dibangun diatas lima perkara; syahadatain, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa, serta mengerjakan haji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka kita berusaha untuk memahami lima perkara ini dengan baik. Kita berusaha tafaqquh fiddin dalam syahadatain. Apa sih syarat-syarat syahadat, apa kaidah-kaidah yang berkaitan dengan syahadatain, agar syahadah yang kita ucapkan di atas ilmu dan kita bisa mengamalkan konsekuensi-konsekuensi disebut syahadah tersebut.

Demikian juga masalah shalat, haji, bayar zakat, puasa, kita semua mengerjakannya diatas ilmu. Kita berusaha untuk memahami lima perkara tersebut dengan ilmu dan melaksanakannya dengan ilmu. Jangan sampai kondisi kita sebagaimana kebanyakan orang yang agama mereka bukan dibangun diatas ilmu, amalan mereka bukan dibangun diatas ilmu, akan tetapi amalan mereka dibangun diatas ikut-ikutan. Mereka melakukan apa yang mereka lihat dari orang-orang lain. Kalau orang-orang salah maka mereka juga akan salah.

Maka kita berusaha ber-tafaqquh fiddin. Berusaha mengamalkan rukun-rukun Islam yang lima ini diatas ilmu. Sehingga amal kita lebih diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Alhamdulillah -kata Syaikh- di zaman ini mudah sekali bagi kita untuk menuntut ilmu. Banyak sarana-sarana yang memudahkan kita untuk menuntut ilmu. Di antaranya Radio Rodja, radio yang sedang kita dengarkan sekarang ini merupakan salah satu sarana untuk menuntut ilmu. Alhamdulillah kita bisa mendengarkan Al-Qur’an, hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, demikian juga ada pelajaran-pelajaran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Maka kita berusaha memanfaatkan sarana-sarana yang tersedia dalam menyebarkan ilmu ini.

Makna Faqih Adalah Paham

Selanjutnya: Makna Faqih Adalah Paham

MP3 Kajian Makna Al-Fiqhu Fiddin

Sumber mp3: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan tulisan tentang “Makna Al-Fiqhu Fiddin” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: