Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal

Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal

Tulisan tentang “Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal” ini adalah apa yang bisa kami ketik dari kajian yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafizhahumullahu Ta’ala.

Sebelumnya: Makna Faqih Adalah Paham

Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal

Menit ke-43:09 Para sahabat, demikian juga para Salafush shalih, mereka telah mendapatkan kemenangan yang sangat agung, mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, dan mendapatkan ketinggian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena mereka telah dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menjalankan dua perkara ini. Mereka telah menggabungkan antara ilmu dan amal, jadilah mereka terangkat derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena mereka telah mengumpulkan antara ilmu dan amal.

Kalau kita melihat sejarah atau shirah para sahabat, bagaimana kisah tentang mereka, maka kita akan mendapatkan hal yang sangat menakjubkan, hal yang sangat ajaib, baik dalam ilmu maupun dalam amalan mereka. Bagaimana kesungguhan mereka dan menuntut ilmu, bagaimana kesungguhan mereka dalam beramal, bagaimana bersegeranya mereka dalam beramal, berlomba-lomba di antara mereka dalam beramal. 

Kalau kita lihat bagaimana salah seorang dari mereka, kalau mendengar satu hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka langsung mereka amalkan. Begitu mendengar ada hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung mereka amalkan, tidak mereka tunda-tunda, segera mereka amalkan.

Berbeda dengan sebagian orang, mendengar hadits berulang-ulang tentang suatu amalan, maka dia tidak amalkan. Seakan-akan hadits yang dia dengar itu tidak ditujukan kepada dia, seakan-akan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbicara dengan kaum yang lain, hadits yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak ditujukan kepada dia. Sehingga dia mendengar sekali, dua kali, tiga kali, mungkin sepuluh kali, tetap tidak dia amalkan dengan segera.  Bagaimana kita bandingkan kondisi kita dengan kondisi para Salafush shalih dahulu?

Kisah dilarangnya cincin emas bagi laki-laki

Di antara contoh yang ada sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat seseorang di tangannya ada cincin dari emas. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ngambil emas tersebut dan melemparkannya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أيعمد أحدكم إلى جمرة من نار فيضعها في يده؟

“Apakah salah seorang dari kalian mau mengambil jamrah dari api neraka kemudian dia pasangkan di tangannya?”

Setelah melemparkan cincin emas itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi. Setelah itu teman-teman orang itu berkata: “Ambil saja cincinmu tadi, jangan kamu pakai tapi ambil manfaat (mungkin dijual atau yang lainnya).” Apa kata sahabat tersebut? “Aku tidak akan mengambil cincin yang telah dibuang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lihatlah bagaimana dengan semangatnya dia mengatakan demikian.

Kisah diharamkannya khamr

Menit ke-46:47 Demikian juga dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘Anhum, dalam hadits yang shahih tentang kisah turunnya ayat pengharaman khamr, kata Anas bin Malik: “Dulu saya pernah menuangkan Khamr untuk Abu Talhah.” Karena tatkala itu Khamr belum diharamkan, sebagian sahabat minum khamr dan Anas menuangkan khamar kepada para sahabat yang biasa minum khamr.

Kata Anas bin malik, “Tatkala saya sedang menuangkan khmar kepada Abu Talhah, tiba-tiba datang utusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mengatakan sesungguhnya telah turun ayat yang mengharamkan khamr.”

Subhanallah, para sahabat tatkala itu juga lantas menumpahkan khamr yang ada di tangan dan mulut mereka. Yang masih ada di botol-botol dan tempat yang lainnya mereka buang semua tatkala itu.

Lihatlah bagaimana para sahabat, dengan keimanan yang mereka miliki dengan mudahnya mereka menjalankan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitu datang perintah bahwasanya khamr diharamkan, mereka langsung buang. Padahal orang yang sudah terbiasa minum khamr sulit bagi dia untuk meninggalkan khamr. Orang yang sudah kecanduan, sulit bagi dia untuk meninggalkan bir. Kita lihat ada sebagian orang kalau untuk meninggalkan bir harus menempuh tahapan-tahapan untuk bisa meninggalkannya. Sulit bagi mereka karena sudah kecanduan.

Adapun para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum, meskipun mereka sudah mungkin bertahun-tahun minum khamr, namun sekali datang perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka saat itu juga mereka langsung membuang khamr yang mereka miliki. Dan itu terakhir mereka minum khamr, tidak lagi minum setelah datang perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Larangan bersumpan dengan nama nenek moyang

Menit ke-50:08 Demikian juga kisah ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dimana ‘Umar pernah berkata: “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إنَّ الله يَنْهَاكُمْ أَن تَحْلِفُوا بِآبَائِكم

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kalian untuk bersumpah dengan menyebutkan nama-nama nenek moyang kalian.” (HR. Muslim)

Dan ‘Umar sudah terbiasa tatkala dia hendak bersumpah maka dia bersumpah dengan menyebutkan nama-nama orang tuanya atau nama-nama nenek moyang dia. Namun bagaimana sikap ‘Umar tatkala mendengar hadits ini?

Kita tahu sebagian orang yang lidahnya sudah terbiasa mengucapkan sesuatu, maka sulit baginya untuk melupakan kebiasaan dia. Mungkin saja dia berusaha untuk meninggalkan kebiasaan yang biasanya diucapkan oleh lisannya, akan tetapi terkadang kelepasan. Namanya orang sudah terbiasa, bagaimanapun dia berusaha untuk meninggalkannya suatu saat akan kelepasan. Namun bagaimana dengan ‘Umar? Apa yang dikatakan ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu?

Kemudian ‘Umar berkata:

فَوَاللَّهِ مَا حَلَفْتُ بِهَا مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهَا ذَاكِرًا وَلَا آثِرًا

“Demi Allah, saya tidak pernah lagi bersumpah dengan menyebut nama-nama nenek moyangku semenjak aku mendengar larangan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak terucap dari perkataanku demikian juga tidak aku ceritakan dari orang lain dari sumpah-sumpah mereka.” (HR. Muslim)

Lihatlah semangat ‘Umar dan semangat para sahabat pada umumnya untuk segera melaksanakan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berusaha meninggalkan larangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejauh-jauhnya.

Semangat menjalankan amalan sunnah

Menit ke-53:10 Bukan cuma pada perkara-perkara wajib yang disemangati oleh para sahabat dan bersegera mereka untuk melakukannya, bahkan pada perkara-perkara yang sunnah. Begitu mereka mendengar hal mustahab dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka mereka segera melaksanakannya.

Contoh tentang masalah ini begitu banyak, yang kalau kita menyebutkan contoh bagaimana semangatnya para sahabat menjalankan sunnah-sunnah Nabi, maka akan terlalu panjang pengajian kita.

Namun di antara contoh yang disebutkan tentang bagaimana semangatnya para sahabat menjalankan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (meskipun perkara tersebut hanya mustahab, bukan wajib), yaitu apa yang datang dari Ummu Habibah Radhiyallahu ‘Anhu. Dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat sehari semalam 12 rakaat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membangunkan bagi dia istana di surga.” (HR. Muslim)

Ummu Habibah tatkala mendengar hadits ini, yaitu barangsiapa yang shalat rawatib 12 rakaat, yaitu:

  • 2 rakaat sebelum shalat subuh,
  • 4 rakaat sebelum shalat dzuhur,
  • 2 rakaat setelah shalat dzuhur,
  • 2 rakaat setelah maghrib,
  • 2 rakaat setelah shalat isya’.

Apa kata Ummu Habibah tatkala mendengar sabda Nabi ini? Dia mengatakan:

فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Saya tidak pernah meninggalkan 12 rakaat ini setelah saya mendengarkannya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Bayangkan, begitu mendengar sunnah Nabi ada 12 rakaat barangsiapa yang mengerjakan akan dibangunkan istana di surga, maka Ummu Habibah tidak pernah meninggalkannya sampai seumur hidup beliau.

Wasiat untuk Abu Hurairah

Menit ke-55:42 Kemudian dalam hadits yang Shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia pernah berkata:

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berwasiat kepada beliau dengan tiga perkara yang aku selalu mengerjakannya sampai meninggal…”

Ini yang menjadi perhatian kita, bagaimana dia mendengar wasiat Nabi langsung dikerjakan dan tidak pernah ditinggalkan sampai meninggal dunia. Tiga perkara tersebut yaitu:

صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ‏

“Shalat witir sebelum tidur, shalat dhuha dan puasa tiga hari dalam sebulan.” (HR. Bukhari)

Bagaimana semangat Abu Hurairah menjalankan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

‘Ali berdzikir sebelum tidur

Menit ke-58:12 Contoh terakhir -agar pengajian kita tidak panjang- adalah yang disebutkan dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim) adalah kisah ‘Ali Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu bersama Fatimah.

Fatimah Radhiyallahu ‘Anhu pernah datang kepada bapaknya, yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan minta agar diberikan pembantu karena pekerjaannya yang sulit. Maka apa kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? “Maukah aku kabarkan kepada engkau wahai putriku tentang sesuatu yang lebih baik daripada pembantu?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan: “Jika engkau akan tidur, maka bertasbihlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebanyak 33 kali, kemudian bertahmidlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebanyak 33 kali, dan bertakbirlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala 34 kali.”

Inilah wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Fatimah. Kata ‘Ali Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu: “Saya tidak pernah meninggalkan dzikir tersebut, kalau mau tidur saya selalu berdzikir dengan dzikir tersebut semenjak saya mendengar hal itu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Tatkala ‘Ali menyampaikan kisahnya kepada sahabat yang hadir tatkala itu, ada yang bertanya kepada ‘Ali: “Tatkala malam perang Shiffin, tatkala mau tidur apakah kau lupa membaca dzikir ini?” Kata ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu:

وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ

“Bahkan tatkala malam perang Shiffin, saya tetap membaca dzikir ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Subhanallah, bagaimana semangat ‘Ali Radhiyallahu Ta’al ‘Anhu. Meskipun dia menghadapi kondisi yang sangat sulit, tatkala perang. Namun beliau tatkala berbaring di tempat tidur tidak lupa untuk membaca dzikir yang pernah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan beliau mengatakan: “Saya tidak pernah meninggalkannya semenjak saya mendengar hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Itulah para Salafush Shalih, memiliki himmah ‘aliyah (semangat yang tinggi) dalam beramal. Mereka luar biasa semangat dan bersegera dalam beramal. Meskipun kondisi mereka sulit, mereka tidak meninggalkan amalan mereka. Berbeda dengan sebagian kita yang kalau ada perkara kebutuhan dunia yang sepele saja mungkin hatinya sibuk memikirkan kebutuhan dunianya tersebut, padahal perkaranya sepele. Akhirnya karena kesibukannya dia lupa untuk berdzikir, lupa untuk menjalankan sunnah yang biasanya dia lakukan, padahal karena ada perkara sepele.

Lihatlah bagaimana ‘Ali Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, tatkala perang saja masih tetap berdzikir dan tidak dianggap sepele oleh ‘Ali Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu. Tatkala mau tidur tetap dia membaca dzikir tersebut.

Penutup kajian

Menit ke-1:01:37 Demikianlah bagaimana kondisi orang-orang terdahulu, para Salafush Shalih, para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum. Dimana mereka semangat dalam berilmu dan mereka juga semangat dalam beramal. Maka mereka pun mendapatkan kemenangan yang luar biasa, ketinggian derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka wajib bagi kita untuk mengikuti mereka agar kita memperoleh apa yang mereka dapatkan. Wajib bagi kita untuk meneladani mereka. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ…

“Dan orang-orang yang (masuk Islam) terdahulu, yaitu para sahabat dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka, mereka juga akan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala…” (QS. At-Taubah[9]: 100)

Kalau kita ingin mendapatkan apa yang mereka dapatkan, ingin mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka wajib bagi kita untuk mengikuti apa yang telah mereka lakukan. Maka hendaknya seorang muslim semangat dalam menuntut ilmu dan semangat dalam beramal, bertafaqquh fiddin, memperoleh bashirah, dan berusaha untuk senantiasa istiqamah hingga dia meninggal dunia dalam keadaan mengharapkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian juga takut kepada adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian seterusnya kondisinya, menuntut ilmu, beramal dan istiqamah, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil ruhnya.

Demikian saja pengajian yang bisa kita sampaikan pada halaqah kita hari ini semoga bermanfaat bagi kita dan para pendengar sekalian.

Baca dari awal: Syarah Hadits Faqih Dalam Agama

MP3 Kajian Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal

Sumber mp3: radiorodja.com

Mari turut menyebarkan tulisan tentang “Semangat Salafush Shalih dalam Ilmu dan Amal” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahu fiikum..

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: