Kumpulan Hadits Tentang Menuntut ilmu Beserta Penjelasannya ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. Hafidzahullah.
A. Hadits Tentang Menuntut Ilmu Beserta Penjelasannya
1. Hadits Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga
Disela-sala kehidupan kita, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggerakkan hati kita untuk menghadiri majelis ilmu ini. Dan ini adalah bagian dari hidayah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan menjadikan dia paham tentang agamanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, diinginkan keberuntungan, kesuksesan di dunia dan juga di akhirat, maka Allah akan menjadikan dia faqih, menjadikan dia paham tentang agamanya. Sebaliknya, kita pahami dari hadits ini bahwasannya orang yang Allah tidak kehendaki kebaikan pada dirinya, dijadikan dia tidak paham tentang agamanya.
Lihat juga: Hadits Tentang Tanda Seseorang Diinginkan Kebaikan Oleh Allah
Maka nikmat yang luar biasa yang Allah berikan kepada seseorang dimudahkan hatinya untuk mendatangi majelis ilmu, berarti Allah menghendaki kebaikan, menginginkan dia paham tentang agamanya sehingga dimudahkan untuk menghadiri majelis ilmu. Sementara banyak di antara manusia yang lalai atau melalaikan ilmu ini, sibuk dengan dunia, sibuk dengan bisnisnya, dengan pekerjaannya, dengan kesibukan yang berlebihan sehingga seluruh waktunya digunakan hanya untuk dunia dan tidak meluangkan sebagian waktunya untuk akhiratnya dan juga untuk agamanya.
Alhamdulillah..
Dan dalamah hadits yang lain beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan yang dia mencari ilmu di dalam jalan tersebut (baik maknanya di sini adalah menempuh sebuah jalan dari rumah menuju ke masjid untuk menghadiri majelis ilmu atau dia melakukan aktivitas yang di situ dia mendapatkan ilmu seperti membaca, maka semuanya adalah masuk di dalam sabda beliau menempuh sebuah jalan), (balasannya) Allah akan memudahkan dia jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Dan siapa di antara kita yang tidak ingin mudah masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu dilingkari dengan sesuatu yang dibenci oleh manusia, adapun neraka maka dilingkari dengan syahwat.” (HR. Muslim)
Keadaan surga yang demikian menunjukkan bahwasanya untuk sampai ke sana, ini bukan perkara yang mudah. Tapi ini dimudahkan bagi orang yang mau belajar ilmu agama. Semakin dia mendalami ilmu agama, semakin mudah dia masuk ke dalam surga. Karena dia akan mengetahui mana yang wajib, mana yang sunnah, mana yang diharamkan, mana yang makruh, mana yang diperbolehkan. Semuanya menjadi terang, semuanya menjadi jelas, sehingga dia hidup di dunia ini di atas cahaya.
Berbeda dengan orang yang tidak mau belajar agama, maka dia seperti orang yang buta yang berjalan, tidak ada penuntunnya. Atau orang yang berjalan di malam hari, tidak ada cahayanya. Dia dalam keadaan bingung, dalam keadaan dia resah dan ketakutan.
Oleh karena itu, Alhamdulillah yang telah memudahkan kita semuanya untuk bisa menghadiri majelis ilmu dan di antara bentuk syukur kita adalah konsentrasi dalam menghadiri majelis ilmu. Jangan hadir kemudian ngantuk, ya.
Thayyib, kita niatkan menuntut ilmu agama adalah ingin mengamalkan, itu niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu agama. Ingin mengangkat kebodohan dari diri kita. Kebodohan dalam diri kita terlalu banyak, maka sedikit demi sedikit kita angkat, kita bersihkan. Dan dengan tujuan untuk mengangkat kebodohan dari orang lain, kita punya anak, kita punya istri, kita punya orang-orang yang kita akan ditanya oleh Allah dihari kiamat tentang mereka.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan ditanya tentang apa yang dia pimpin.” (HR. Bukhari)
Dan di antara tanggung jawab seorang pemimpin rumah tangga bukan hanya memberikan nafkah, tapi juga memberikan pendidikan, memberikan tarbiyah.
Video: Yufid TV – Menuntut ilmu Jalan Menuju Surga – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
2. Hadits Adab Menuntut Ilmu Yang Jarang Diketahui
Adab di antara adab-adab menuntut ilmu, apabila mendatangi majelis ilmu maka:
Berpakaian dengan pakaian yang rapi
berpakaian dengan pakaian yang rapi. Ini adalah termasuk ihtiramul majalis (memuliakan majelis),, karena dia akan mengambil ilmu agama.
Kemudian yang kedua di antara hikmahnya, orang yang akan menghadiri majelis maka dia akan bertemu dengan saudaranya. Kalau dia memakai pakaian seadanya yang memiliki bau yang tidak sedap misalnya, tentunya ini akan menyakiti saudaranya, menjadikan dia tidak nyaman di dalam majelis.
Coba seandainya Antum sekarang duduk dan di depan antum baunya tidak sedap misalnya, kira-kira antum khusyu’ atau ngga mendengarkan ceramah ana? Tentunya tidak khusyu’, resah, kapan selesainya, kapan bubarnya? Kenapa? Karena antum tidak nyaman dengan apa yang ada di sekitar antum.
Oleh karena itu di antara adab bermajelis, kalau kita mendatangi majelis ilmu, usahakan memakai pakaian yang bersih, mandi terlebih dahulu kalau bisa, pakai minyak wangi. Supaya bisa mengambil faiedah, demikian pula bisa tidak mengganggu saudaranya yang juga ingin mengambil faidah.
Mendekat kepada guru
Kemudian yang kedua, di antara adab majelis adalah berusaha untuk mendekat kepada Mualim (gurunya). Selama di depan masih ada tempat kosong, mendekat. Dan ini diajarkan oleh Jibril ‘Alaihis Salam. Diantara faidah yang bisa kita ambil bahwasanya seorang thaalib, maka ketika dia menuntut ilmu berusaha untuk mendekat. Dan di dalam sebuah hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang tiga orang yang datang ke majelis, kemudian satu orang maju ke depan dan dia langsung melihat di sana ada tempat yang kosong langsung dia dudukin. Kemudian yang kedua dia malu-malu sehingga dia berada di belakang. Kemudian yang ketiga dia dia langsung pergi meninggalkan majelis ilmu. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwasannya yang pertama:
أوَى إِلَى اللهِ فآوَاهُ اللهُ إِلَيْهِ
“Maka dia datang kepada Allah, maka Allah pun menaungi/melindungi dirinya.”
Adapun yang kedua:
فاسْتَحْيَى فَاسْتَحْيَى اللهُ مِنْهُ
“Dia malu-malu sehingga dia duduknya di belakang, maka Allah pun malu kepada dirinya.”
Adapun yang ketiga:
فَأعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ
“Maka dia berpaling, maka Allah pun berpaling dari orang tersebut.” (HR. Bukhari Muslim)
Maka di antara adab dalam menuntut ilmu berusaha untuk mendekat kepada guru. Jangan kita memilih di belakang.
Dan nanti antum rasakan sendiri bedanya. Kalau kita berada di depan guru dan lebih dekat, maka InsyaAllah lebih konsentrasi, lebih sedikit godaannya. Berbeda kalau di belakanga apalagi di luar. Karena merasa tidak dilihat, main-main sendiri, atau membuka HP misalnya, ngobrol dengan temannya. Tapi kalau di depan tidak mungkin, malu dan lebih konsentrasi ia mendengarkan apa yang disampaikan oleh Ustadz. Sehingga insyaAllah dia lebih banyak mengambil faidah.
Video: Yufid TV – Adab Menuntut ilmu yang JARANG Diketahui – Ustadz Abdullah Roy
3. Hadits Syarat Menuntut Ilmu
Mengikhlaskan untuk Allah
Adab yang pertama dan ini adalah adab yang paling penting, yaitu mengikhlaskan menuntut ilmu ini hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Kenapa demikian? Karena menuntut ilmu adalah termasuk amal shalih. Didorong dandianjurkan kita untuk menuntut ilmu. Karena dia termasuk amal shalih, maka amal shalih tidak diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla kecuali apabila terpenuhi dua syarat; syarat yang pertama adalah ikhlas dan kemudian yang kedua adalah mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah mengatakan:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama ini hanya untuk Allah.” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)
Mengikhlaskan agama di antaranya adalah mengikhlaskan diri dalam menuntut ilmu. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amalan adalah dengan niat.”
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)
Kalau niatnya lillah, maka dia dapat pahala. Kalau niatnya bukan karena Allah, tapi karena dunia, maka dia tidak mendapatkan pahala. Setelahnya beliau mengatakan:
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ
“Maka barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah dan juga RasulNya, maka hijrahnya adalah untuk Allah dan juga RasulNya (akan dia mendapatkan pahala). Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang dia inginkan atau ingin wanita yang ingin dia nikahi, maka itulah yang akan ia dapatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau memberikan permisalan dengan hijrah. Dan ini adalah sekedar permisalan, bukan pembatasan. Maka kita katakan, orang yang menuntut ilmu lillahi Ta’ala, maka dia akan mendapatkan pahalanya. Dan barangsiapa yang menuntut ilmunya hanya karena dunia, karena ingin dikatakan sebagai seorang Alim, atau ingin bahwasanya manusia berpaling kepada dirinya, atau menjadi seorang yang masyhur (populer), atau niat-niat dunia yang lain, maka dia akan hanya mendapatkan apa yang dia inginkan. Mungkin dia menjadi orang yang terkenal, mungkin dia menjadi seorang yang memiliki pengikut yang banyak, mungkin dia mendapatkan keinginan-keinginan dunia yang dia inginkan, tetapi dia tidak mendapatkan pahal dari Allah ‘Azza wa Jalla. Bahkan bisa menjadi ancaman bagi dia di akhirat apabila seseorang menuntut ilmu, padahal ilmu tersebut harusnya lillahi Ta’ala tetapi digunakan untuk mencari dunia, maka ini membahayakan keselamatan seseorang di akhirat. Sebagaimana dalam hadits, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
“Barangsiapa yang mencari ilmu dengan tujuan untuk berbangga-banggaan di hadapan para ulama (mencari ilmu ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah pintar di depan para ulama, membanggakan ilmunya di hadapan para ulama) atau ingin mendebat orang-orang yang bodoh (menunjukkan kepada mereka bahwasannya dia memiliki ilmu) atau ingin manusia berpaling kepada dirinya (mengenal dirinya, mau bertanya kepada dirinya), maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memasukkan dia ke dalam neraka.” (HR. An-Nasa’i dihasankan oleh Al-Albani)
Bukan keridhaan Allah yang dia dapatkan, tetapi dia akan mendapatkan murka Allah dan dimasukkan ke dalam neraka. Hadits ini dihasankan oleh Al-Albani, dikeluarkan oleh An-Nasa’i di dalam sunannya.
Video: HSI TV – Syarat Menuntut Ilmu – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
4. Hadits Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu
Di dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ، ويتَدَارسُونَه بيْنَهُم، إِلاَّ نَزَلتْ علَيهم السَّكِينَة، وغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَة، وَحَفَّتْهُم الملائِكَةُ، وذَكَرهُمْ اللَّه فيِمنْ عِنده. رواه مسلم
Penjelasan hadits:
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di sebuah rumah di antara rumah-rumah Allah.”
Apa yang mereka lakukan?
يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
“Mereka membaca kitab Allah (yaitu Al-Qur’an)”
ويتَدَارسُونَه بيْنَهُم
“Dan mereka saling mempelajari satu dengan yang lain.” Mengajarkan Al-Qur’an, memahami maknanya dan berniat untuk mengamalkan isinya.
إِلاَّ نَزَلتْ علَيهم السَّكِينَة
“Kecuali akan turun kepada mereka ketenangan hati.” (HR. Muslim)
Dan ini adalah keutamaan yang pertama dari menghadiri majelis ilmu. Akan diberikan sakinah, turun kepada mereka ketenangan hati. Yang mungkin ketika di rumah dia dalam keadaan resah, dalam keadaan galau, dalam keadaan sedih, takut, tapi ketika dia datang menghadiri majelis ilmu, mendengar ayat-ayat Allah, mendengar hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ingat dengan akhirat, ingat dengan surga, ingat bahwasanya dunia ini sementara, mengingat bahwasannya semua sudah ditakdirkan oleh Allah, yang semua itu tentunya membawa ketenangan di dalam hati.
Oleh karena itu kita dapatkan orang yang sering menghadiri majelis ilmu, terlihat hidupnya lebih tenang daripada yang lain. Dan ini adalah di antara rahasianya. Berbeda dengan orang yang jarang menghadiri majelis ilmu. Kita dapatkan kehidupan dia penuh dengan kegelisahan, keresahan, gundah-gulana. Apabila dia mendapatkan kenikmatan lupa kepada Allah, apabila dia mendapat yang ujian maka dia tidak bersabar dengan ujian yang menimpanya.
إِلاَّ نَزَلتْ علَيهم السَّكِينَة
“Akan turun kepada mereka ketenangan.”
وغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَة
“Dan mereka akan diliputi rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Kasih sayang Allah akan meliputi mereka, yaitu orang-orang yang menghadiri majelis ilmu.
وَحَفَّتْهُم الملائِكَةُ
“Dan para malaikat akan menaungi mereka.” Karena Malaikat senang dengan Dzikrullah dan mereka mencintai orang-orang yang melakukan Dzikrullah. Datanglah mereka menaungi orang-orang yang menghadiri majelis ilmu.
Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
وذَكَرهُمْ اللَّه فيِمنْ عِنده
“Dan Allah akan menyebut-menyebut mereka di depan malaikat-malaikat yang ada di sisiNya.” Disebut nama-nama orang-orang yang menghadiri majelis ilmu. Dan yang menyebut adalah Allah رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِز (yang telah menciptakan langit dan bumi). Disebut nama kita. Dan siapa di antara kita yang tidak gembira dan tidak bahagia disebut namanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Seandainya ada di antara kita disebut namanya oleh Raja atau penguasa yang paling tinggi di sebuah negara. Nama kita disebut di depan para menterinya, di depan para stafnya. Bagaimana perasaan antum? Senang tidak? Ini baru penguasa dunia. Bagaimana apabila yang menyebut kita adalah Allah ‘Azza wa Jalla, Malikul Mulk, Raja Diraja yang menguasai langit dan juga bumi di hadapan malaikat-malaikat yang mereka adalah termasuk makhluk yang paling mulia di atas. Maka tentunya ini adalah kehormatan tersendiri bagi seseorang bisa menghadiri majelis ilmu.
Video: Yufid TV – Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu – Ustadz Abdullah Roy, M.A.
5. Hadits Para Shahabat Menuntut ilmu Untuk diamalkan
Di antara Manhaj para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum di dalam mempelajari ilmu agama adalah mereka menuntut ilmu untuk mengamalkan. Mereka datang ke majelis ilmu dan mendengar ayat dan juga hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ada di dalam jiwa mereka dan niat mereka adalah apabila mendengarnya, maka saya akan mengamalkan apa yang saya dengar. Ini adalah semangat para sahabat Radhiyallahu ‘Anhu. Mereka berilmu untuk beramal. Dan saya sebutkan di sini ini dua contoh bagaimana para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum -baik yang laki-laki maupun wanita- mereka berusaha untuk mengamalkan apa yang mereka ketahui meskipun hanya sedikit, meskipun hadits yang didengar tidak sebanyak yang dimiliki oleh yang lain. Tapi kalau sudah dia denger, maka dia pegang dan tidak dia tinggalkan dalam keadaan apapun.
Contoh yang pertama adalah ucapan Ummu Habibah istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau adalah wanita di antara wanita-wanita sahabat. Ketika beliau meriwayatkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Beliau mendengar sendiri bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat dalam sehari semalam, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di dalam surga.”
Yang dimaksud dengan 12 rakaat di sini adalah rawatib. Yaitu:
- 2 rakaat sebelum subuh,
- 4 rakaat sebelum dzuhur,
- 2 rakaat setelah dzuhur,
- 2 rakaat setelah maghrib,
- dan 2 rakaat setelah salat Isya’
Ini yang meriwayatkan adalah Ummu Habibah istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Perhatikan ucapan beliau:
قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ
“Berkata Ummu Habibah.” setelah meriwayatkan hadits ini.
فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku tidak pernah meninggalkan 12 rakaat ini semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Ini diceritakan kepada muridnya. Bahwasanya setelah mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan 12 rakaat selama sehari semalam. Ini dilakukan oleh seorang wanita, seorang istri di antara istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Murid Ummu Habibah, dan beliau adalah Anbasah Ibnu Abi Sufyan. Ketika dia mendengar dari Ummu Habibah hadits ini dan dia adalah seorang Tabi’in, ketika mendengar gurunya demikian dan bahwasanya hadits yang diriwayatkan tidak pernah dia tinggalkan di dalam mengamalkannya, maka Anbasah seorang murid ia mengambil manfaat dari gurunya, dia juga memiliki semangat yang sama dengan Ummu Habibah. Dia mengatakan:
فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ أُمِّ حَبِيبَةَ
“Aku tidak pernah meninggalkan hadits ini setelah aku mendengarnya dari Ummu Habibah.” (HR. Muslim)
Jadi guru dan murid sama-sama ingin mengamalkan hadits. Dan ini yang seharusnya ditiru oleh seorang muslim apabila dia ingin berhasil di dalam menuntut ilmu, maka hendaklah dia mengamalkan apa yang dia dengar dan tidak bermalas-malasan di dalam mengamalkan ilmu tersebut, baik berupa ayat maupun berupa hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Contoh yang kedua dari Ali bin Abi Thalib. Dan hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ، أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْأَلُهُ خَادِمًا
“Dari ‘Ali bin Abi Thalib beliau menceritakan bahwasannya Fatimah istri beliau datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang pembantu.” Jadi saat itu Fatimah merasa kecapekan dengan urusan keluarga. Dan ini mungkin yang dirasakan oleh sebagian Aakhwat dan juga Ummahat. Meminta kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam supaya diberikan pembantu sehingga dia ringan di dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan:
أَلاَ أُخْبِرُكِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكِ مِنْهُ ؟
“Maukah aku tunjukkan kepadamu wahai Fatimah, sesuatu yang lebih baik daripada pembantu yang engkau minta?”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada Fatimah dzikir sebelum tidur. Beliau mengatakan:
تُسَبِّحِينَ اللَّهَ عِنْدَ مَنَامِكِ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ
“Hendaklah engkau bertasbih (mengucapkan Subhanallah) sebelum engkau tidur 33 kali.”
وَتَحْمَدِينَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ
“Dan hendaklah engkau bertahmid (yaitu mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali.”
وَتُكَبِّرِينَ اللَّهَ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ
“Dan engkau (wahai Fatimah) bertakbir (yaitu mengucapkan Allahu Akbar) 34 kali.” Berarti semuanya 100.
Tasbih 33, Alhamdulillah 33, Takbir 34. Kemudian ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu beliau mengatakan:
فَمَا تَرَكْتُهَا بَعْدُ
“Aku tidak meninggalkan setelah itu.”
Maka orang yang mendengar ucapan ‘Ali bin Abi Thalib dan dia merasa terheran dengan ucapan ‘Ali bahwasanya beliau tidak pernah meninggalkan dzikir ini sebelum tidur. Berarti ini bukan main-main. Dia bertanya:
وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ ؟
“Apakah engkau wahai ‘Ali tidak meninggalkan dzikir ini sampai ketika malam perang Shiffin?” Ini adalah perang yang terjadi di zaman ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Perang yang besar yang terjadi di antara dua golongan kaum muslimin. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum dan mengampuni dosa mereka dan mengangkat derajat mereka di dalam surga.
Orang itu mengatakan:
وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ ؟
“Apakah engkau tidak meninggalkan ini pada malam perang Shiffin?” Karena ‘Ali adalah seorang komandan dan seorang Khalifah. Dan beosk dia akan memimpin peperangan yang besar. Maka orang yang demikian akan sibuk dengan mengatur strategi, mengatur pasukan, mempersiapkan senjata dan seterusnya. Tapi ternyata beliau Radhiyallahu ‘Anhu tidak lupa mengamalkan hadits ini. Beliau mengatakan:
وَلاَ لَيْلَةَ صِفِّينَ
“Dan tidak pula pada malam perang Shiffin, aku tidak meninggalkan.” Aku sudah mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ini adalah ilmu yang bermanfaat yang akan membawa kebaikan bagi seseorang di dunia maupun di akhirat. Diamalkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib. Dan mungkin ini dianggap sepele oleh sebagian. Tapi di mata para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum, hadits satu yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ini adalah sebuah ghanimah, sebuah keberuntungan yang besar bagi mereka. Mereka bisa mendengar hadits ini.
Dan jangan kita remehkan, lihat bagaimana ketika ‘Ali bin Abi Thalib meriwayatkan hadits ini kepada orang yang datang setelahnya. Kemudian orang yang datang setelahnya dikabarkan kepada murid-muridnya, dan muridnya dikabarkan kepada murid-muridnya dan seterusnya sehingga sekarang berapa juta dan berapa miliar di antara kaum muslimin yang mengamalkan hadits ini. Dan berapa pahala yang didapatkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib?
Ini adalah keutamaan ilmu. Semakin disebar maka semakin bertambah dan semakin banyak pahala orang yang menyebarkannya. Ini adalah contoh yang kedua bagaimana para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum mereka berusaha untuk mengamalkan ilmu yang mereka miliki.
Dan di dalam sebuah Atsar, berkata ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu:
يهتف العلم بالعمل فإن أجابه و إلا ارتحل
“ilmu ini akan menghubungi amalan. Apabila amalan tersebut menjawab, maka ilmu tersebut akan menetap. Tapi apabila tidak dijawab oleh amalan, maka ilmu tersebut akan pergi.”
Apabila kita menuntut ilmu kemudian kita amalkan ilmu tersebut, maka akan menetap ilmu tersebut. Tapi kalau kita mendengar dan kita tidak mengamalkan, maka ilmu tersebut akan pergi. Dan ini menunjukkan tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari dan ini adalah cara para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum di dalam mempelajari ilmu agama sehingga kenapa mereka sangat dalam ilmunya dan sangat luas ilmunya. Karena mereka mengamalkan apa yang mereka ilmui.
Dan di dalam sebuah Atsar disebutkan:
مَنْ عَمِلَ بِما عَلِمَ عَلَّمَهُ الله مِنْ مَا لَا يَعْلَمْ
“Barangsiapa yang mengamalkan apa yang dia ilmui, maka Allah akan mengajarkan dia sesuatu yang belum dia ketahui sebelumnya.”
Jadi kalau kita ingin tambah ilmu dan luas ilmunya, maka ilmu yang sudah kita dapatkan harus kita amalkan. Maka insya Allah akan dibuka bagi kita ilmu yang luas yang sebelumnya belum kita ketahui maka akan kita ketahui.
Video: HSI TV – Nasihat Singkat : Para Shahabat Menuntut Ilmu Untuk Diamalkan – Ustadz Dr. Abdullah Roy
6. Hadits Ilmu dan Akhlak yang Utama
Kita berusaha untuk saling bekerja sama, saling tolong menolong satu dengan yang lain. Kita membantu para panitia di dalam usaha mereka. Selain dengan doa tersebut, tentunya dengan perbuatan dan juga tingkah laku yang sopan baik ketika dalam menghadiri majelis ilmu, demikian pula ketika kita bermuamalah dengan orang lain, dengan kaum muslim yang lain, maka nampakkanlah hasil dari antum bermajelis ilmu.
Harus beda. Orang yang sering bermajelis ilmu, maka selain tauhidnya semakin kuat, ibadahnya semakin sesuai dengan sunnah, maka demikian pula akhlak harus juga berubah. Akhlak kepada siapa saja. Terutama kepada orang yang satu rumah dengan kita. Dengan istri kita, dengan suami kita, dengan orang tua kita, dengan tetangga, dengan masyarakat secara umum. Maka harus nampak hasil dari hadirnya kita di dalam majelis ilmu.
Dan ini secara tidak langsung tentunya ia adalah dakwah tersendiri. Apabila seseorang melihat ketika seseorang mengenal sunnah yang sebelumnya dia adalah orang yang tidak menegur tetangganya, sekarang jadi orang yang senang menyapa tentangnya. Sebelumnya dia adalah orang yang bakhil kemudian menjadi orang yang senang membantu orang lain. Maka ini adalah dakwah tersendiri. Meskipun kita mungkin tidak bisa berbicara, ceramah di hadapan orang lain, tetapi dengan prilaku kita, maka ini bisa menjadikan seseorang tertarik untuk mengenal agama Islam lebih jauh, untuk menuntut ilmu lebih baik. Tentunya ini memiliki pengaruh tersendiri pada diri manusia dan masyarakat. Dan berapa banyak orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab ini. Dari muamalah yang baik.
Tentunya kita juga harus mengingat bahwasannya bukan berarti bermuamalah yang baik dengan orang lain kemudian kita mengorbankan agama kita. (Misalnya) kemudian kita mengikuti arus, tidak peduli apakah itu halal atau haram, apakah itu sunnah atau tidak sunnah, tentunya tidak demikian. Orang yang diberikan taufiq oleh Allah adalah orang yang diberikan taufiq untuk senantiasa istiqamah sesuai dengan yang Allah perintahkan.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ
“Hendaklah engkau istiqamah sebagaimana engkau diperintahkan.” (QS. Hud[11]: 112)
Kemudian yang kedua dia juga tetap bermuamalah yang baik kepada manusia. Maka tidak bisa mendapatkan yang demikian kecuali orang-orang yang diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini (dakwah yang kita bawa) adalah dakwah para Nabi dan juga para Rasul ‘Alaihimus Salam, dakwah tauhid, dakwah kepada sunnah. Ini adalah sesuatu yang berat. Maka jangan diperberat yang demikian akhlak kita yang tidak baik.
Maka kita sampaikan sunnah, kita sampaikan kebenaran ini kepada manusia dengan sebaik-baiknya. Dan apabila terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di dalam dakwah, maka kewajiban kita adalah bersabar. Tentunya setelah kita berusaha di dalam dakwah kita ini mengikuti jalan para Rasul ‘Alaihimus Salam. Dengan urutan yang benar, dengan prioritas yang benar, demikian pula dengan muamalah yang baik. Dan apabila terjadi sesuatu, maka kewajiban kita adalah bersabar. Makanya Allah mengatakan:
… وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
“Dan mereka saling berwasiat dengan kebenaran dan mereka saling berwasiat dengan kesabaran.” (QS. Al-Asyr[103]: 3)
Karena yang namanya dakwah, kita berwasiat kepada orang lain, kita melawan hawa nafsu manusia. Karena hawa nafsu manusia asalnya adalah ingin menyimpang. Ada perintah, dia langgar perintah tersebut. Ada larangan, dia lakukan larangan tersebut.
Maka seseorang yang berdakwah pada hakikatnya dia melawan arus manusia, ia melawan hawa nafsu manusia. Sehingga apabila terjadi sesuatu di dalam dakwah, maka seorang bersabar. Dan bersabar sebagaimana para Rasul ‘Alaihimus Salam bersabar.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ
“Maka hendaklah engkau bersabar sebagaimana bersandarnya para Rasul yang mereka memiliki kesabaran yang kuat, kesabaran yang kokoh di antara para Rasul ‘Alaihimus Salam.”
Maka bersabarlah. Dan kalau kita bersabar dan terus kita istiqamah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
…وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْ
“Sesungguhnya pertolongan Allah itu adalah dengan kesabaran.” (HR. Ahmad)
Kalau kita bersabar, tidak mudah goyang dan terus istiqamah, bersabar atas gangguan manusia dan terus istiqomah, maka insyaAllah akan datang pertolongan dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Video: Yufid TV – Ilmu dan Akhlak yang Utama – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
7. Hadits Menghormati Guru Tatkala Menuntut Ilmu
Di antara Manhaj dan cara para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum belajar dan menuntut ilmu adalah mereka menghormati sekali orang yang diambil ilmu darinya. Para sahabat apabila menimba ilmu dari seseorang, maka dia berusaha untuk menghormati orang tersebut.
Satu contoh adalah Abdullah Ibnu Abbas. Dan sudah kita sebutkan berkali-kali siapa beliau. Bagaimana bisa mendapatkan ilmu? Di antaranya selain dengan yang tadi disebutkan oleh beliau berupa rajin bertanya dan konsentrasi di dalam belajar, beliau Radhiyallahu ‘Anhu adalah orang yang rajin mendatangi ahli ilmu. Disebutkan bahwasanya beliau Radhiyallahu ‘Anhu datang kepada Zaid bin Tsabit, salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dikenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu waris.
Abdullah Ibnu Abbas, meskipun dia adalah seorang ahlul bait, karena dia ingin mencari ilmu, maka beliau Radhiyallahu ‘Anhu datang karena ingin mendapatkan ilmu dari Zaid dan beliau menunggu di depan rumahnya dalam keadaan dia tidur di depan rumah Zaid bin Tsabit. Dan menunggu Zaid bin Tsabit sampai beliau keluar. Dan ini adalah adab Abdullah Ibnu Abbas dan kesungguhan beliau di dalam mencari ilmu, sampai demikian.
Kemudian di antara penghormatan beliau kepada Zaid bin Tsabit bahwasanya suatu saat Abdullah bin Abbas ketika melihat Zaid bin Tsabit (guru dari Abdullah bin Abbas) akan menaiki Untanya, maka melihat Abdullah bin Abbas memegang tali tersebut dan berusaha untuk membantu Zaid bin Tsabit di dalam menaiki kendaraannya. Maka Zaid bin Tsabit ketika melihat apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Abbas, beliau mengatakan:
دع عنك يا بن عم رسول الله
“Biarkanlah wahai anak paman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Artinya biarlah saya naik unta sendiri. Tidak perlu dibantu, engkau adalah anak paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka apa kata Abdullah bin Abbas?
هكذا أمرنا أن نفعل بعلماءنا.
“Demikianlah kami diperintahkan untuk menghormati para ulama kami.”
Jadi Abdullah bin Abbas melakukannya demikian sebagai bentuk pengagungan terhadap para ulama, menghormati gurunya. Dan di dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua dan tidak menunaikan hak orang yang alim di antara kami.”
Dan ini menunjukkan bahwasanya seorang ulama dan kita mengambil ilmu darinya, maka kita harus menghormati beliau.
Syu’bah, beliau adalah salah seorang perawi hadits bahkan di antara ulama ahli hadits yang digelari dengan Amirul Mukminin di dalam hadits, beliau mengatakan:
كل من سمعت منه علم، فأنا له عبد
“Setiap orang yang aku dengar darinya ilmu, maka aku adalah budak bagi dirinya.”
Dan ini menunjukkan bagaimana tawadhu’nya para ulama kepada gurunya. Jadi apabila dia merasa mengambil ilmu dari seseorang, maka dia berusaha untuk menghormati guru tersebut. Dan ini adalah cara para sahabat di dalam menuntut ilmu agama.
Dan banyak di antara para penuntut ilmu di zaman sekarang yang mereka tidak mendapatkan ilmu dan sebabnya bukan karena mereka tidak kuat hafalannya atau tidak rajin di dalam menghadiri majelis ilmu, tapi banyak di antara mereka yang tidak beradab dengan adab-adab di dalam menuntut ilmu. Sehingga banyak di antara mereka yang tidak bisa mendapatkan ilmu sebagaimana yang diinginkan.
Video: HSI TV – Nasihat Singkat : Menghormati Guru Tatkala Menuntut Ilmu – Ustadz Dr. Abdullah Roy
8. Hadits Pengertian Ulama Pewaris Nabi
Perlu kita sampaikan bahwasanya ulama adalah mustholah syar’i (istilah syariat), dia punya makna. Apa yang dimaksud dengan ulama? Tidak semua orang yang diulamakan oleh manusia adalah ulama di sisi Allah. Karena ulama bukan hanya orang yang pakai surban, ulama bukan orang yang pandai berbicara/berorasi di depan manusia kemudian dinamakan sebagai seorang ulama, ulama bukan orang yang berani untuk menjadi imam kemudian dinamakan seorang ulama. Ulama bukan hanya sekedar pandai membaca Al-Qur’an. Ulama adalah istilah syariat yang memiliki makna.
Apa makna ulama?
Ulama adalah orang-orang yang mengetahui syariat Allah dan mengamalkan syariat Allah. Yang dengan ilmu yang mereka miliki maka mereka mendapatkan rasa khasyyah dan takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka inilah yang dimaksud dengan ulama. Yaitu mereka yang mengetahui syariat Allah dan mereka mengamalkan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun orang yang dianggap ulama oleh sebagian tetapi pada kenyataannya jauh amalannya dari sunnah, jauh pendapatnya dari sunnah bahkan menghidupkan bid’ah, bahkan menghidupkan kesyirikan, maka yang demikian tidak dinamakan dengan ulama. Antum sudah mendengar:
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Ulama itu adalah pewaris para Nabi.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Apa artinya mewarisi?
Mengambil sesuatu dari yang mewarisi disampaikan kepada setelahnya. Jadi para ulama tugasnya hanya mewarisi saja, tidak berhak bagi dia untuk mengubah agama ini, menambah-nambah agama atau mengurangi-ngurangi agama, itu bukan hak mereka. Hak mereka meskipun mereka adalah para ulama hanya sekedar mempelajari sunnah kemudian menyampaikan kepada manusia.
Makanya tadi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memisalkan para ulama dengan bulan. Sebagian menyebutkan hikmahnya kenapa di sini dengan bulan, bukan dengan matahari. Padahal matahari jauh lebih terang daripada bulan.
وَفََضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كََفَضْلِِ الْقََمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
“Keutamaan seorang alim di atas seorang ahli ibadah seperti bulan dibandingkan bintang-bintang” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kenapa nggak disebutkan matahari?
Ibnul Qayyim menyebutkan, di antara sebabnya karena bulan mengambil cahaya dari yang lain. Yaitu mengambil cahaya dari matahari. Demikian pula para ulama mengambil cahaya mereka dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Jadi mereka hanya menyampaikan saja. Makanya dinamakan ulama. Mereka mengetahui apa yang diwarisi dan mengamalkan, menyampaikan kepada orang lain. Adapun orang yang dianggap ulama tapi dia merubah-rubah agama, mengurangi, menghidupkan bid’ah, maka dia tidak dinamakan ulama.
Video: Yufid TV – Pengertian Ulama Pewaris Nabi – Ustadz Abdullah Roy
B. Nasihat Tentang Menuntut Ilmu
1. Ilmu Apa Yang Harus Diprioritaskan?
Pertanyaan: ilmu apa yang harus kita prioritaskan sebagai penuntut ilmu? Kitab Ulama apa yang harus dipelajari untuk penuntut ilmu pemula?
Jawab:
Ilmu yang harus kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah ilmu-ilmu yang wajib. Karena ilmu yang dipelajari terbagi menjadi 2; ada ilmu yang wajib dipelajari dan di sana ada ilmu yang tidak wajib untuk dipelajari. Yang wajib pun ada yang fardhu ‘ain dan ada yang fardhu kifayah. Mana yang diprioritaskan? Mana yang didahulukan? Tentunya yang fardhu ‘ain. Yang masing-masing kita harus mempelajarinya, tidak ada udzur. Dan kita harus mendahulukan itu di atas yang lain.
Seperti misalnya pelajaran tentang masalah akidah, mengenal Allah; mengenal namaNya dan juga sifatNya, mengenal hak Allah ‘Azza wa Jalla. Demikian pula mengenal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; mengenal nama beliau, mengenal nasab beliau, di mana beliau dilahirkan, dan apa isi dakwah beliau?
Demikian pula mengenal agama Islam, mengenal inti dari ajaran agama Islam. Dan apa rukun-rukunnya, apa tingkatan yang ada di dalam agama Islam? Maka tiga perkara ini di antara yang wajib untuk dipelajari. Yaitu Mengenal Allah, mengenal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga mengenal agama Islam. Yang dinamakan dengan Al-Ushuluts Tsalatsah (tiga landasan yang utama).
Lihat juga: Mukadimah Kajian Al-Ushul Ats-Tsalatsah – Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq Al-Badr
Kenapa ini wajib dipelajari? Karena masing-masing dari kita kelak akan ditanya dengan 3tiga pertanyaan ketika dia masuk ke alam kubur. Ditanya tentang:
من ربك؟
“Siapa Rabbmu?”
Dan ditanya tentang:
من نبيك؟
“Siapa Nabimu?”
Dan ditanya:
ما دينك؟
“Apa agamamu?”
Sebagaimana dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan juga yang lain, bahwasannya masing-masihg dari kita ketika masuk alam kubur akan ditanyakan tentang tiga pertanyaan:
“Siapa Rabbmu?” Berarti kita harus mempelajari, mengenal Allah. Karena orang yang tidak mengenal Allah, maka dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan dengan baik.
Yang kedua, ditanya tentang “siapa Nabimu”, berarti kita mengenal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; mengenal namanya, mengenal sirah beliau, mengenal perjalanan hidup beliau.
Kemudian yang ketiga adalah mengenal agama Islam. Karena kita akan ditanya: “Apa agamamu?”
Ini adalah 3 pelajaran penting yang harus diprioritaskan seseorang dalam menuntut ilmu sebelum dia mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Kitab apa yang harus dipelajari untuk penuntut ilmu pemula?
Tentunya kitab aqidah dan kitab yang berkaitan dengan apa yang tadi kita sampaikan tentang tiga perkara tadi, adalah kitab yang dikarang oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi yang beliau beri judul dengan الأصول الثلاثة وأدلتها (Tiga landasan utama beserta dalil-dalilnya). Kitab yang ringkas dan bisa dipelajari oleh seseorang dalam waktu yang tidak lama. Dan tentunya meminta kepada Ustadz yang memang beraqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah untuk mengajarkan kitab tersebut.
Video: HSI TV – Tanya Jawab : Ilmu Apa Yang Harus Diprioritaskan – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
2. Keutamaan Menuntut ilmu Agama
Dalil-dalil yang berisi tentang keutamaan ilmu. Di sini sekalian kita mengingat kembali keutamaan menuntut ilmu agama. Di antaranya adalah Firman Allah ‘Azza wa Jalla:
يَرْفَعِ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang yang berilmu di antara kalian beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah[58]: 11)
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya di antara keutamaan ilmu, orang yang memiliki ilmu dan dia memiliki iman, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajatnya. Drajat yang tinggi di sisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan ini adalah keutamaan yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat seseorang dengan sebab ilmu di dunia maupun di akhirat.
Adapun di akhirat, diangkat derajatnya di surga. Memiliki derajat yang tinggi. Dan surga sebagaimana yang kita tahu, dia memiliki tingkatan-tingkatan. Dan orang yang berilmu, Allah lebihkan mereka, diangkat derajatnya di dalam surga.
Adapun di dunia, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajatnya di antara manusia tanpa memandang apakah dia bekerjanya demikian dan demikian, apakah dia sebagai seorang yang merdeka ataupun dia adalah seorang budak, kalau dia memiliki ilmu agama, yakin bahwasannya Allah akan mengangkat derajatnya.
Video: HSI TV – Keutamaan Menuntut Ilmu Agama – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
3. Ilmu Itu Harus Didatangi
Apa di antara faidah orang menghadiri majelis ilmu yang tidak didapatkan ketika dia hanya online saja? Yaitu sakinah, rahmat, diliputi oleh malaikat, berkumpul dengan guru. Dan berkumpul dengan guru bukan hanya mengambil ilmunya saja, tetapi juga mengambil adab, akhlak, tingkah laku. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Ahmad Rahimahullah, di dalam majelisnya itu yang menghadiri sampai 5000. Yang menulis, seperti Antum seperti ini, dari 5000 orang cuma 500, sisanya yang 4.500 datang menghadiri majelis Imam Ahmad tujuan utamanya hanya mengambil adab dari Imam Ahmad. Bagaimana beliau berakhlak, bagaimana beliau bermuamalah dengan yang lain, ini tidak didapatkan kalau kita hanya streaming.
Kemudian yang kedua, kira-kira mana yang lebih bersungguh-sungguh, orang yang duduk di depan gurunya atau orang yang mendengar di rumah sambil tiduran, sambil makan, sambil nyuci? Tentunya yang hadir. Kalau di rumah banyak godaan, belum ada tamu, belum ada film dan godaan-godaan yang lain.
Maka tidak diragukan lagi yang bahwasanya menghadiri majelis ilmu secara langsung lebih utama meskipun sekali lagi tidak kita ingkari seseorang bisa mengambil faidah dari online, dari streaming, tapi jangan dijadikan itu sebagai jalan utama. Tetap asalnya yang namanya ilmu itu didatangi.
Video: HSI TV – Ilmu Itu Harus Didatangi – Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A.
Pembahasan: Hadits Tentang Menuntut Ilmu Agama, Hadits Tentang Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Hadits Tentang Menuntut Ilmu Diliputi Malaikat, Hadits Tentang Menuntut Ilmu Singkat, Hadits Tentang Menuntut Ilmu Dan Penjelasannya, Penjelasan Hadits Tentang Menuntut Ilmu,
Komentar