Level wali-wali Allah ini adalah apa yang bisa kami ketik dari tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr Hafidzahumullahu Ta’ala.
Lihat sebelumnya:
A. Mencintai Wali-Wali Allah
B. Bagaimana cara mencintai wali-wali Allah?
C. Siapakah wali-wali Allah?
D. Pengertian dan Kriteria Wali Allah
F. Level wali-wali Allah
Dari hadits ini para ulama kita menyimpulkan bahwa wali Allah ada dua level.
1. Level muqtashidin (pertengahan)
Siapakah mereka? Yaitu orang-orang yang menjalankan perintah Allah yang hukumnya wajib dan menjauhi segala yang diharam oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang menjalankan kewajiban agama dan menjauhi hal-hal diharamkan oleh Allah, maka dia adalah walinya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam shahih Muslim, bernama Nu’man Ibnu Qauqal Radhiyallahu ‘Anhu, beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Ya Rasulullah, andaikan aku menjalankan shalat lima waktu, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, apakah aku akan masuk surga?”
Maka Nabi mengatakan: “Iya, engkau akan masuk surga.” Maka Nu’man pun mengatakan: “Demi Allah, aku tidak akan menambah setelah itu wahai Rasulullah.” (HR. Muslim)
Jadi seorang hamba ketika menjalankan kewajiban Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah yang hukumnya haram, maka dia termasuk walinya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini adalah level pertengahan.
Di atas level ini adalah level yang lebih tinggi lagi. Yaitu:
2. Level As-Sabiqun (baris terdepan)
Yaitu orang-orang yang senantiasa berada di baris terdepan, yang senantiasa menjalankan ketaatan kepada Allah. Dan ini disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Qudsi yang tadi saya sampaikan. Yaitu ketika seorang hamba setelah menjalankan kewajiban, dia menambahkan amalan yang hukumnya sunnah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memakai kata “senantiasa”. Artinya istiqamah, senantiasa terus-menerus menjalankan sesuatu yang sunnah, akan tetapi setelah melakukan yang wajib. Jangan sampai dia melakukan sunnah kemudian mengabaikan yang wajib.
Jadi level yang ini adalah orang-orang yang menjalankan kemudian menjalankan yang sunnah. Dan dua level ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam banyak ayat di Al-Qur’an. Diantaranya dalam surat Al-Insan, dalam surat Al-Waqi’ah, dalam surat Al-Muthaffifin, dan juga dalam surah Ghafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Ghafir berfirman:
فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ
“Ada di antara hambaKu yang mendzalimi dirinya sendiri, meninggalkan kewajiban, melakukan yang haram”
Kemudian golongan yang ke-2 Allah sebutkan:
وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ
“Dan ada juga golongan yang pertengahan”
Ini yang tadi disebutkan, yaitu orang-orang yang tulus senantiasa melakukan kewajiban dan meninggalkan yang haram. Dan golongan yang tertinggi adalah:
وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
“Orang-orang yang senatiasa berada di garda terdepan untuk menjalankan amalan-amalan yang wajib kemudian yang sunnah.” (QS. Fatir[35]: 32)
Dua golongan ini -yaitu orang-orang yang senantiasa menjalankan kewajiban dan menjauhi yang haram (level yang pertama). Dan level yang kedua, setelah melakukan kewajiban menjauhi yang haram lalu dia tambah dengan amalan-amalan yang sunnah- dua level ini akan masuk surga tanpa hisab karena mereka adalah wali-walinya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menit-1:04:27 Jadi, wali Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak harus memakai pakaian khusus atau memakai label tertentu, tidak. Siapapun yang beriman kepada Allah, senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah dan menjauhi hal-hal yang haram, maka dia mendapatkan peluang besar untuk menjadi walinya Allah.
Bisa jadi walinya Allah adalah seorang petani yang bekerja di sawahnya, bisa jadi wali Allah adalah seorang karyawan di pabrik, bisa jadi walinya Allah adalah seorang pedagang di pasar, bisa jadi walinya Allah adalah seorang ahli ibadah di masjid, dan bisa jadi walinya Allah adalah seorang Dai, seorang ulama, seorang mubaligh, bahkan kata Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala sebagaimana diriwayatkan Al-Imam Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab beliau جامع بيان العلم وفضله:
إن لم يكن العلماء أولياء لله ليس هناك ولي
“Seandainya ulama itu bukan wali, maka tidak ada wali.”
Sehingga ulama adalah merupakan walinya Allah, yaitu mereka yang mempelajari agama ini dengan benar dan teliti, kemudian mengamalkannya dan mendakwahkannya kepada umat manusia. Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan:
فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
“Sesungguhnya keutamaan ulama dibandingkan ahli ibadah, seperti keutamaan bulan purnama dibandingkan bintang-bintang yang ada di langit.” (HR. Abu Dawud)
Kemudian para ulama adalah pewarisnya para Nabi.
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar, tidak mewariskan dirham, tidak mewariskan emas dan perak, yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mewarisi ilmu tersebut, maka sungguh dia telah mendapatkan jatah warisan yang sangat besar.” (HR. Tirmidzi)
G. Kesimpulan ciri seorang wali Allah dan penyimpangannya
Baca di sini: Kesimpulan ciri seorang wali Allah dan penyimpangannya
Mp3 Kajian Level wali-wali Allah
Sumber video: Radio Rodja – Tabligh Akbar: Mencintai Wali-Wali Allah (Syaikh Prof. Dr. ‘Abdur Razzaq Al-Badr)
Mari turut menyebarkan kajian “Level wali-wali Allah” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar