Materi 28 – Perbedaan Riya’ dan ‘Ujub

Materi 28 – Perbedaan Riya’ dan ‘Ujub

Ceramah Singkat: Tips Mendapatkan Ketenangan Hati (Obat Galau)
Ceramah Singkat Tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Ceramah Singkat: Yang Dikenal oleh Hati

Tulisan tentang “Materi 28 – Perbedaan Riya’ dan ‘Ujub” ini adalah catatan yang kami tulis dari Audio kajian khusus peserta WAG UFA OFFICIAL yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.

Sebelumnya: Materi 26 – Riya’ Terselubung 2

Transkrip Materi 28 – Perbedaan Riya’ dan ‘Ujub

 بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, setelah kita memahami makna ‘ujub secara istilah, kita bisa paham perkataan Al-Jurjani ketika dia menjelaskan tentang ‘ujub, yaitu seorang merasa dia telah mencapai suatu kedudukan padahal dia tidak berhak untuk mendapatkannya.

Demikianlah orang yang ‘ujub, dia merasa dirinya berhasil dan tinggi karena kemampuan dia, padahal tidak. Padahal keberhasilan itu semata-mata dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lagi pula kemampuan yang dia miliki, kecerdasan yang dia memiliki, pengalaman yang dia lakukan, semuanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, semuanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita ini nothing, kita ini siapa? Semuanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika dia merasa dirinya lebih tinggi, merasa dirinya mencapai derajat tertentu dan sebenarnya dia tidak berhak mendapatkan, itulah ‘ujub. Sama seperti penjelasan dari Al-Ghazali bahwasanya ‘ujub ini adalah seseorang merasa bahwa kenikmatan yang dia miliki itu luar biasa dan dia lupa menynadarkannya kepada Allah. Seharusnya ketika dia berhasil maka dia mengatakan ini semua dari Allah.

Dari sini kita telah pahami -insyaAllah- makna ‘ujub secara istilah.

Sekarang saya ingin mengajak ikhwan dan akhwat berpikir tentang perbedaan mendasar antara riya’ dan ‘ujub.

Perbedaan mendasar riya’ dengan ‘ujub

1. Riya’ menyekutukan Allah dengan orang lain | ‘Ujub menyekutukan Allah dengan diri sendiri

Riya’, kesyirikannya berkaitan dengan menyekutukan Allah dengan orang lain. Yaitu kita mengharap pahala dari Allah sekaligus mengharap pujian dari orang lain.

Adapun ‘ujub, kesyirikannya berkaitan dengan diri kita sendiri. Yaitu kita menyandingkan diri kita bersama Allah dalam menentukan keberhasilan kita, seakan-akan kita berhasil bukan hanya sekedar karena Allah, tapi karena kita juga yang pintar, kita juga yang cerdas, karena kita banyak pengalaman. Jadi mensyirikan Allah dengan diri kita sendiri.

2. Riya’ berkaitan dengan masalah agama | ‘Ujub berkaitan dengan masalah dunia dan agama

Berikut yang kedua, kalau riya’ hanya berkaitan dengan masalah agama. Yaitu seorang riya’ karena shalatnya, seorang riya’ karena dakwahnya, seorang riya’ dengan sedekahnya. Jadi riya’ berkaitan dengan masalah-masalah agama, riya’ tidak berkaitan dengan masalah dunia.

Kalau seorang kemudian persentase suatu proyeknya dalam ikut tender misalnya, tidak ada masalah dia tampakkan. Atau seorang bekerja kemudian dia tunjukkan kepada bosnya bahwa saya telah melakukan demikian, demikian, demikian, itu bukan riya’, tapi memang dia dituntut untuk menunjukkan keahliannya. Seperti seorang jualan, kemudian dalam iklan disebutkan produk kami begini, begini, begini. Itu bukan riya’, itu tidak jadi masalah.

Jadi kalau riya’ hanya berkaitan dengan masalah-masalah agama, amalan-amalan shalih.

Adapun kalau ‘ujub, berkaitan dengan masalah dunia dan juga masalah agama. Contoh tadi dalam masalah agama seorang ‘ujub dengan dakwahnya. Dia merasa dia berhasil dakwah karena kecerdasannya, karena orasinya, dia menyandarkan kebrehasilan tersebut kepada dirinya. Seakan-akan karena dialah keberhasilan itu. Padahal semuanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini berarti ‘ujub dalam dakwah.

Ujub dalam tulisan, misalnya. Dia bisa menuls karya-karya yang bagus kemudian dia menyandarkan kepada kecerdasannya, buku-buku agama yang menarik, dia menyandarkan kepada dirinya, maka ini adalah ‘ujub dalam urusan agama.

Selain dalam urusan agama,ujub juga bisa dalam masalah dunia. Seperti yang kita contohkan pada pertemuan sebelumnya, yaitu orang merasa bangga ketika dia berhasil menjadi orang kaya lalu dia mengatakan karena saya cerdas, mulai dari nol, karena saya begini. Dia lupa bahwasanya hanya Allah semata yang membuat dia berhasil.

Ini di antara perbedaan yang mendasar antara ‘ujub dengan riya’.

3. Riya’ pada tauhid uluhiyah | ‘Ujub pada tauhid rububiyah 

Perbedaan yang ketiga sebagai penekanan dan tambahan. Kalau riya’ berkaitan dengan syirik dalam tauhid al-uluhiyah (peribadahan). Yaitu kita beribadah kepada Allah dan juga kita beribadah kepada orang yang ingin kita harapkan pujiannya. Dan ini berkaitan dengan tauhid al-uluhiyah.

Adapun ‘ujub berkaitan dengan tauhid ar-rububiyah, dalam masalah isti’anah. Yaitu kita tidak meyakini hanya Allah yang menolong kita, tapi kita menyatakan bahwa kita juga bersama Allah menentukan keberhasilan kita.

Jadilah tiga perbedaan mendasar antara ‘ujub dan riya’.

Apakah ‘ujub sama dengan sombong?

Ujub adalah sarana untuk mengantarkan kepada kesombongan. Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:

اعلم أن العجب يدعو إلى الكبر، لأنه أحد أسبابه، فيتولد من العجب الكبر

“Ketahuilah bahwasanya ‘ujub itu mengantarkan kepada kesombongan. Karena ‘ujub adalah salah satu sebab kesombongan. Sehingga ‘ujub melahirkan kesombongan.”

Jadi tidak semua orang ‘ujub dia sombong. Benar bahwa orang ‘ujub itu dia merasa hebat, dia merasa tinggi, tapi belum tentu dia merendahkan orang lain. Ketika dia mulai merendahkan orang lain, itulah sombong. Makanya ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang الكبر (kesombongan), kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

الكِبْرُ غَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan adalah meremehkan/merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)

Oleh karenanya orang yang sombong bisa dipastikan dia ‘ujub. Tapi orang ‘ujub belum tentu sombong. Tapi mengantarkan kepada kesombongan.

Oleh karenanya Abu Wahab Al-Marwazi berkata:

سألت ابن المبارك ما الكبر

“Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: ‘Apa itu kesombongan?'”

Maka Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:

أن تزدري الناس

“Engkau merendahkan orang lain.”

فسألته عن العجب

“Aku bertanya kepadanya tentang ‘ujub.”

Maka (Ibnul Mubarak menjawab):

أن ترى أن عندك شيئا ليس عند غيرك

“Engkau melihat pada dirimu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”

Ini namanya ‘ujub.

Jadi kita merasa kita hebat, tinggi, itu sudah ‘ujub. Tetapi ketika kita mulai merendahkan orang lain, meremehkan orang lain, maka itulah ‘ujub yang mengantarkan kepada kesombongan. Dan dua-duanya sangat berbahaya.

والله أعلم بالصواب

Selanjutnya: Materi 29 – Bahaya Penyakit ‘Ujub

Perhatian Materi 28 – Perbedaan Riya’ dan ‘Ujub

⚠️ Note: Kalau team UFA merevisi audionya, insyaAllah catatan ini juga akan direvisi sesuai dengan audio yang baru.

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: