Tulisan tentang “Materi 59 – Tawadhu’ Kasih Sayang Terhadap Sesama” ini adalah catatan yang kami tulis dari Audio kajian khusus peserta WAG UFA OFFICIAL yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafizhahullah.
Sebelumnya: Materi 58 – Sikap Orang Tawadhu’ Terhadap Dunia
Materi 59 – Tawadhu’ Kasih Sayang Terhadap Sesama
Kita masih membahas ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang tawadhu’. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Rendahkanlah dirimu bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr[15]: 88)
Al-Qurthubi mengomentari ayat ini dengan berkata:
أي ألن جانبك لمن آمن بك وتواضع لهم
“Lembutlah engkau kepada orang yang beriman kepada engkau Wahai Muhammad, dan tawadhu’lah kepada mereka.”
Jadi, kita akan menyebutkan beberapa ayat yang menunjukkan bahwasanya di antara makna tawadhu’ adalah seseorang bersifat lemah-lembut kepada saudaranya, tidak kasar, tidak kaku, tidak merendahkan. Karena kalau seseorang lemah-lembut kepada yang lainnya, itu biasanya menunjukkan ekspresi dari hati yang tawadhu’.
Mengapa orang mudah marah? Mudah mengangkat suara? Karena terkadang dia merasa tinggi sehingga dia mudah merendahkan orang di depannya dengan sikap/ kata-kata keras dan kasar.
Sebagaimana kita dapati banyak majikan-majikan yang kasar kepada pembantu, atau bos-bos yang kasar kepada anak buahnya. Tetapi mereka tidak akan melakukan yang seperti itu kepada sesama temannya. Mengapa demikian? Karena mereka tidak merasa tinggi di hadapan temannya.
Artinya maksud saya, seseorang ketika merasa tinggi daripada lawan bicaranya, dia punya potensi untuk mudah mengangkat suara, bersifat kasar, merendahkan. Lain halnya ketika dia tawadhu’. Maka di antara realisasi dari tawadhu’ di hati akan muncul dalam perbuatan yang lemah-lembut.
Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berlemah-lembut kepada orang yang beriman, dan itu adalah bentuk tawadhu’. Apa kata Allah Subhanahu wa Ta’ala?
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Rendahkanlah dirimu bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr[15]: 88)
Sebagaimana ditafsirkan oleh Al-Qurthubi tadi:
ألن جانبك لمن آمن بك وتواضع لهم
“Lembutkanlah dirimu kepada orang yang beriman kepada engkau dan tawadhu’lah di hadapan mereka.”
Karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam surat Ali Imran ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّـهِ لِنتَ لَهُمْ
“Sungguh dengan rahmat dari Allah kepada engkau Wahai Muhammad engkau lembut kepada mereka…”
وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Kalau engkau kasar, hatimu keras, tentu mereka akan berlari darimu.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 159)
Demikian juga dalam ayat yang lain, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Rendahkanlah dirimu terhadap orang yang mengikuti engkau dari kaum mukminin.” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 215)
Yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh untuk bersikap tawadhu’.
Demikian juga dalam surat Al-Maidah ayat 54, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّـهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, maka Allah akan datangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka cinta kepada Allah…”
Kaum ini memiliki sifat spesial. Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai mereka dan mereka mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat spesial berikutnya:
أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Mereka lemah-lembut/merendahkan diri di hadapan kaum mukminin dan mereka tegas terhadap orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma’idah[5]: 54)
Ibnu Katsir ketika mengomentari ayat ini, beliau berkata:
هذه صفات المؤمنين الكُمَّل أن يكون أحدهم متواضعًا لأخيه
“Ini adalah sifat orang-orang beriman yang sempurna iman mereka yang bersikap tawadhu’ di hadapan saudaranya.”
Mengapa demikian? Yaitu:
أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Merendah di hadapan kaum mukminin yang lain.”
Makna “merendah” di sini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala bukanlah maksudnya menghinakan diri, tetapi maksudnya adalah:
ذل رحمة وعطف وشفقة
“Merendah maksudnya dengan kasih sayang, dengan kelembutan, dengan rahmat.”
Ini maksudnya “merendah” di sini. Bukan merendahkan diri, kita dilarang merendahkan diri / maksudnya dalam rangka menghindarkan diri.
Merendah diri ini bukan menghinakan diri, tapi merendah dengan penuh kasih sayang, dengan kelembutan, ramah, itulah yang dimaksud dengan tawadhu’.
Makanya kita katakan di antara bentuk nyata tawadhu’ adalah kelembutan seseorang, ramahnya dia, murah senyum juga tawadhu’, karena hatinya berarti tawadhu’. Beda kalau orang hatinya sombong biasanya mudah kasar, mudah marah, suara keras, karena dia merendahkan orang yang di hadapannya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang tawadhu’ terhadap sesama kaum mukminin.
▬▬•◇✿◇•▬▬
Mari turut menyebarkan catatan kajian tentang “Materi 59 – Tawadhu’ Kasih Sayang Terhadap Sesama” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Baarakallahu fiikum..
Komentar