Tulisan tentang “Materi 77 – Tawadhu’nya Nabi Kepada Bawahannya” ini adalah catatan yang kami tulis dari Audio kajian khusus peserta WAG UFA OFFICIAL yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafizhahullah.
Sebelumnya: Materi 76 – Tawadhu’nya Nabi Kepada Orang Lemah
Materi 77 – Tawadhu’nya Nabi Kepada Bawahannya
Di antara bentuk ketawadhu’an Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dikisahkan oleh Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma. Dia berkata,
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ ، فَأَبْطَأَ بِي جَمَلِي وَأَعْيَا
Suatu hari aku bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu peperangan. Kemudian untaku tidak mampu lagi atau berat untuk berjalan. Sehingga aku pun terlambat di belakang.”
Subhanallah. Orang-orang sudah maju ke depan, Jabir terlambat, untanya repot dan tidak kunjung berjalan. Apa yang terjadi?
فَأَتَى عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ( جَابِرٌ ) : فَقُلْتُ: نَعَمْ ، قَالَ: ( مَا شَأْنُكَ ؟ ) ، قُلْتُ: أَبْطَأَ عَلَيَّ جَمَلِي وَأَعْيَا، فَتَخَلَّفْتُ
“Maka datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadaku dan bertanya, ‘(Engkau) Jabir?’ Lalu aku menjawab, ‘Ya, aku adalah Jabir’ Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘ada apa dengan engkau?’ Lalu aku menjawab, ‘Ya Rasulallah, untaku terlambat. Maka dari itu aku di belakang’.”
Yang menjadi perhatian kita di sini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perhatian terhadap para sahabat, sampai beliau nengok kepada pasukan yang terbelakang. Jabir bukanlah sahabat yang senior/ terkenal/ kepala suku, bukan. Dia adalah anak muda yang ikut perang. Yang entah sudah nikah atau belum. Makanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kemudian ke belakang kemudian menengok dia. Dan kemudian terjadi dialog antara Jabir dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemani dia berbincang. Bayangkan, ini kepala panglima. Panglima yang berbincang dengan anak buahnya yang paling belakang. Sampai di antara obrolan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“ تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ ”. فَقُلْتُ نَعَمْ. فَقَالَ ” بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا ”. قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا. قَالَ ” فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ، وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ ”
‘Apakah engkau sudah menikah, wahai Jabir?’ Aku menjawab, ‘Ya, aku sudah menikah, wahai Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘Janda atau gadis?’ Aku menjawab, ‘Dengan janda’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis? Engkau bisa bercanda kepadanya dan dia juga bisa bercanda kepadamu.
Artinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbincang dengan Jabir. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ingin membeli untanya Jabir. Namun Jabir menolaknya, Jabir ingin memberikan untanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara cuma-cuma sebagai hadiah.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, kalau begitu kita tawar-menawar saja. Lalu terjadilah tawar-menawar, dan itu dalam perjalanan. Kemudian unta tersebut didoakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga unta tersebut yang tadinya lemah menjadi menjadi kuat untuk berjalan. Ketika sudah kuat untuk berjalan, maka tadi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin membeli unta tersebut.
Yang menakjubkan juga di sini adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin membeli untanya, lantas Jabir berkata, ‘Ambil saja, wahai Rasulullah (tidak usah membayarnya), ini hadiah untukmu.’ Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak, aku ingin membelinya.’ Dan kemudian akhirnya mereka sepakat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli untanya.
Kata Jabir, ‘Baik, aku akan menjualnya kepadamu, wahai Rasulallah. Tetapi aku ingin menaikinya hingga tiba di Madinah. Baru kemudian engkau ambil.’ Ketika sampai di Madinah, ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyerahkan uangnya dan mengembalikan untanya kepada Jabir.
Inilah tawadhu’nya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana beliau perhatian kepada sahabatnya, pasukannya, bahkan yang tertinggal di belakang. Dan sempat berbincang dengan Jabir, bertanya tentang bagaimana kehidupan keluarganya. Hal ini tidak lain adalah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mudah berinteraksi dengan siapa saja.
Wallahu a’lam bishshawab.
▬▬•◇✿◇•▬▬
Mari turut menyebarkan catatan kajian tentang “Materi 77 – Tawadhu’nya Nabi Kepada Bawahannya” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi yang lain. Baarakallahu fiikum..
Komentar