Berikut ini beberapa kajian yang membahas tentang nafkah batin adalah kajian perihal rumah tangga yang sangat kita butuhkan.
Berhubungan dengan istri dapat pahala sedekah
Pada kajian Ustadz Dr. Firanda Andirja حفظه الله berjudul “Untukmu yang Sedang Dalam Penantian“. Disesi tanya jawab (menit ke-1:17:00) ada akhwat yang bertanya seperti ini:
“Ustadz, bagaimana hukumnya jika ada suami yang jarang menafkahi batin istrinya, artinya tidak berhubungan dengan istrinya dengan alasan sibuk.“
Jawaban Ustadz:
Saya katakan bahwa suami seperti ini -kita khawatir- melanggar perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Pergaulilah para istri dengan cara yang baik” (QS. An-Nisa[4]: 19)
Di antara pergaulan yang baik kepada istri adalah penuhi nafkah lahir dan batinnya. Nafkah sandang, pangan dan papan dipenuhi demikian juga batinnya dengan perlu mendekati sang istri, ngobrol dengan sang istri, tempat curhat bagi istrinya, menggauli sang istri.
Sebagaimana dia ingin menundukan pandangannya, istrinya juga ingin menundukkan pandangannya. Apa tujuan pernikahan kalau ternyata kita tidak bisa menundukkan pandangan istri kita? Apa tujuan pernikahan kalau kita tidak bisa menjaga kemaluan istri kita? Dua-duanya perlu.
Oleh karena itu saya katakan, suami yang punya kemampuan untuk berhubungan dengan istrinya kenapa dia tidak berhubungan istrinya? Dia berhubungan dengan istrinya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingat sabda Nabi:
وَفِي بُضِعْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
Berhubungan dengan istri dapat pahala sedekah.
Menyikapi Suami Yang Sudah Lama Tidak Memberi Nafkah Batin
Pada potongan kajian Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah M.A. حفظه الله ada akhwat yang bertanya seperti ini:
“Ustadz, bagaimana cara menghadapi atau menyikapi suami yang sudah lama tidak memberi nafkah batin? Tapi nafkah lahir pun tidak dipenuhi. Seperti misalnya suaminya selalu bikin istri kesal. Nah, istrinya itu kayaknya sudah lelah gitu ustadz. Gimana nasehatnya untuk seorang suami dan nasehat juga untuk seorang istri menghadapinya?”
Jawaban Ustadz:
Nasehat untuk istrinya:
Karena yang bertanya seorang istri, ana mengarahkan istri bagaimana dia menghadapi suaminya. Kalau yang bertanya seorang suami, maka ana mengarahkan suami bagaimana dia menyikapi istrinya. Bukan kita sedang membela fulan atau membela fulan. Kita sedang menjelaskan tentang bagaimana menyikapi masalah yang ada.
Pertama, bagi seorang wanita hendaklah dia bersabar. Ini yang pertama. Bersabar. Karena sebagian kehidupan -mungkin setengah hidup kita ini- harus dengan sabar dan setengahnya lagi dengan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena semuanya adalah ujian.
Kedua, lihat kepada yang dibawahnya. Karena ada orang-orang yang mendapatkan bencana lebih berat dari kita.
Ketiga, banyakin shalat. Allah mengatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
“Wahai orang-orang yang beriman, minta tolonglah dalam menghadapi masalah-masalah itu kalian dengan bersabar dan shalat.” (QS. Al-Baqarah[2]: 153)
Di shalat itulah Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam seringkali mengadukan permasalahan yang dihadapi dari kaumnya, dari umatnya, yang macam-macam model-model mereka. Maka beliau ‘Alaihish Shalatu was Salam melarikannya ke shalat.
Keempat, kenapa suami tidak memberikan nafkah? Ini pertanyaan yang perlu digali jawabannya. Ada apa masalah sama dia? Mungkinkah fisik dia sudah tidak mampu? Maka tugas istri bagaimana mengobati suaminya. Kalau tadi kan bagaimana mengadukan masalahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekarang dia bagaimana mengobati suaminya yang sakit. Baik itu sakit kejiwaannya atau sakit fisiknya sehingga dia tidak bisa melayani istrinya.
Diobati dengan cara apa?
Ya.. Dikasih ramuan untuk apa sehingga dia bisa bangkit lagi semangatnya, fisiknya semakin kuat. Karena ada laki-laki memang yang nggak peduli sama kesehatan dia. Dia lupa kalau dia mungkin nggak berhasrat, tetapi istrinya masih berhasrat. Padahal di antara hak seorang wanita, kalau laki-laki itu minta dilayani istri menolak dan suami marah, itu dilaknat sama malaikat sampai subuh.
Bagaimana kalau wanita yang minta lalu suami tidak melayani? Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
Dan wanita-wanita itu memiliki hak yang sepadan/setara dengan kewajiban dia, laki-laki memang memiliki derajat yang lebih, tetapi secara hak, ada hak istri juga dalam hal tersebut.
Maka di sini istri bagaimana sekarang ngobatin suaminya. Kasih ramuan, kemudian dipijitin suaminya, istri berusaha untuk tampil indah menawan setelah diberi ramuan. Kalau nggak dikasih ramuan, istri mau tampil menawan dan menarik pun kayak tembok sama suaminya. Karena memang dia sudah ngga punya hasrat.
Diobatin suaminya, dipijat, diterapi atau apalah, diajak olahraga, sehingga muncul kembali hasrat dia yang seperti itu sehingga bisa memberikan pelayanan kepada istrinya.
Kemudian berkaitan dengan nafkah batin enggak, suami suka jengkelin istri, jadi ada satu kekuran suami yang berdampak kepada yang lainnya. Salah satunya tadi masalah nafkah batin. Kadangkala suami nggak mampu. Apa yang dia lakukan? Dia cari-cari kesalahan istri. Dia tidak ingin disalahkan. Istri yang harus paham.
Seseorang kadangkala kalau dia punya salah dia berusaha untuk menyerang dengan harapan dia menang. Karena ada yang mengatakan sebaik-baiknya pertahanan adalah menyerang.
Maka istri yang paham, mungkin suami ku seperti itu, diobati, insyaAllah mudah-mudahan waras suaminya.
Dan ada seorang suami yang cerita sama ana, “Ana terus terang Ustadz, sama istri tidak hasrat sama sekali.” Kenapa? Karena (istrinya) ini kalau ngomong pedes. Jadi mau melayani itu nggak ada hasrat sama sekali. Ternyata masalahnya di istri. Si istri mengatakan suaminya didukunin sehingga tidak bisa.. Padahal sang suami nggak punya hasrat gara-gara ngomong istrinya. Ya mungkin ada istri-istri yang ngomongnya nggak lembut. Coba lembut, dipijitin suaminya sambil dibisik-bisikin atau apa, insyaAllah Allah akan mengembalikan kembali masa-masa indah itu dan jangan lupa untuk berdoa mohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena awal dan akhir hanya Allah yang bisa menyelesaikan masalah kita, kita hanya berusaha.
Minimal Nafkah Batin untuk Istri
Pada satu kajian singkat, Ustadz Aris Munandar, SS., MPI. Hafidzahullah menjelaskan tentang minimal nafkah batin untuk istri.
Tentang masalah nafkah batin alias hubungan suami istri. Perlu diketahui bahwa ulama berbeda pendapat tentang minimal hubungan suami istri yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya berapa kali dalam periode waktu tertentu.
Minimal ada tiga pendapat dalam masalah ini:
Pendapat yang pertama mengatakan bahwa nafkah batin atau hubungan biologis yang wajib adalah sekali per empat bulan.
Pendapat yang kedua mengatakan minimal nafkah batin adalah sekali per satu bulannya.
Pendapat yang ketiga dan insyaAllah ini adalah pendapat yang terkuat bahwa nafkah batin itu wajib sesuai dengan kebutuhan istri. Menimbang firman Allah Ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Perlakukanlah istrimu dengan pergaulan yang baik.”
Dan ini satu hal yang wajib disadari oleh para suami dan apa yang kami sampaikan di sini bisa disampaikan kepada suami yang bersangkutan. Maka mudah-mudahan kemudian bisa jadi nasihat untuk beliau. Yaitu perlu diingat bahwa kita para suami punya kewajiban untuk mempergauli istri dengan cara yang baik. Termasuk diantaranya -pergaulan dalam masalah ini- adalah hubungan biologis. Maka suami punya kewajiban untuk memanage waktu, kemudian kondisi fisiknya sebaik mungkin sehingga bisa menunaikan hak istri dengan semestinya.
Suami Sibuk Ibadah, Lupa Nafkah Batin Istri
Pada kajian Ustadz Dr. Firanda Andirja حفظه الله berjudul “Hak Dan Kewajiban Suami Istri“. Disesi tanya jawab (menit ke-1:02:35) ada yang bertanya seperti ini:
“Ustadz bagaimana hukumnya suami yang sibuk sendiri dengan ibadahnya sampai-sampai lupa menafkahi istrinya nafkah batin terutama. (Jawab ustadz: Ini ngga bener seperti ini.) Dan apakah ada aturannya dalam agama sekurang-kurangnya berapa kali dalam sebulan suami mendatangi istrinya?“
Jawaban ustadz:
Jadi ini pernah dialami oleh Abu Darda. Abu Darda dipersaudarakan dengan Salman Al-Farisi oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam shahih Bukhari maka Salman datang kepada Abu Darda kemudian ia tidak mendapati Abu Darda, namun dia mendapati istrinya Abu Darda yang menggunakan pakaian yang kurang rapi. Ini berarti ada masalah, karena harusnya istri pakai pakaian yang bagus untuk menyambut suaminya, ini kok istri tidak persiapan kapan suaminya datang.
Salman ada firasat kalau ini ada masalah. Maka dia bertanya, “Maka Abu Darda?” Maka Ummu Darda berkata, “Saudaramu tidak punya kebutuhan dengan dunia.” Isyarat bahwasannya dia tidak perhatian sama saya.
Maka Salman ingin menyelesaikan permasalahan. Maka kemudian dia pun tunggu Abu Darda datang. Waktu Abu Darda datang, kemudian Abu Darda menjamu tamu, Salman diberikan makanan. Kata Abu Darda, “Silakan makan.”
Kata Salma, “Saya tidak makan sampai kau makan.” Kata dia (Abu Darda), “Saya puasa.” Kata Salman, “Saya tidak makan sampai kau makan.”
Akhirnya Abu Darda berbuka. Kemudian dia (Salman) tidur di situ. Baru awal-awal malam Abu Darda sudah pengen bangun shalat malam. Salman bilang, “Belum waktunya, tidur dulu.” Malam-malam berikutnya tengah malam ingin bangun lagi ingin shalat malam kata Salman, “Belum, tidur dulu.” Pas sudah mungkin sepertiga malam terakhir baru mereka shalat malam bersama. Setelah itu Salman menasehati Abu Darda. Kata Salman:
إنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Sesungguhnya Rabbmu punya hak.”
ولأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Istrimu juga punya hak (untuk digauli, untuk dicumbui, untuk mesrai,)”
Anak-anakmu juga punya hak, tamumu juga punya hak..
لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Badanmu juga punya hak untuk istirahat.”
فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
“Berikanlah masing-masing haknya.”
Salman setelah itu pergi kemudian Abu Darda pergi ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengcrosscheck perkataan Salman. Karena ini perkataan Salman bukan dalil. Maka dia bercerita dengan seadanya. Lalu kata Nabi, “Benar perkataan Salman.”
Jadi kita tahu bahwasannya dalam beribadah kepada Allah bukan ikut hawa nafsu kita. Bukan seorang tatkala berlezat-lezat dengan puasa akhirnya istrinya ditinggalkan. Bukan seseorang berlezat-lezat dengan shalat malam akhirnya istrinya tidak pernah digauli, ini salah. Masing-masing ada porsinya. Tatkala seseorang berlebihan dalam satu porsi akhirnya banyak porsi yang dikorbankan. Ada orang -misalnya- lezat ketika berdzikir di masjid. Iya lezat, tapi ingat ada istrimu ada anakmu. Seseorang lezat kalau berdakwah, iya ente berdakwah boleh tapi anak istri jangan ditelantarkan, harus diurus.
Jadi seseorang tidak boleh kemudian berlebihan dalam satu sisi sementara hak yang lain diabaikan. Karena masing-masing ada hak yang harus ditunaikan.
Saya pernah menghadapi beberapa kasus. Seorang wanita ingin minta cerai kepada suaminya, lapor kepada saya dan saya kenal suaminya. Kenapa Bu?
“Aduh ustadz saya tidak pernah digauli, saya rindu sama suami saya, suami saya pergi terus berdakwah, saya tidak pernah digauli.”
Saya bilang, “Tegur suami ibu.”
“Saya sudah tegur.” jawab ibu itu.
“Tegur berulang-ulang.” kata ustadz..
“Sudah, tapi dia selalu mengatakan, ‘Kamu kok tidak sabar? Ibrahim ‘Alaihis Salam meninggalkan istrinya 27 tahun. Kamu hanya berapa bulan.'”
Kalau mau tinggal, nggak usah nikah aja. Kamu juga masih sebentar, ini baru 4 bulan. Sekali aja 27 tahun keluar, jangan balik-balik supaya menjalankan seperti Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam.
Ini salah. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam disuruh meninggalkan istrinya tidak mau, tapi yang nyuruh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam shahih Bukhari:
آللَّهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا
“Allah yang perintahkan engkau begini suamiku?” Hajar berkata demikian, Ibrahim berkata, “Benar.”
Jadi, kalau sekarang berlebihan dalam satu sisi, bahkan berlezat-lezat ibadah lalu lupa dengan istrinya, maka dia salah.
Sebaliknya ada seorang wanita pun demikian. Saya pernah menghadapi suatu kasus seorang suami yang istri shalihah. Suaminya sebelum pergi ke kantor pagi-pagi, karena tahu di Jakarta perjalanan jauh bisa 2 jam baru sampai kantor. Dia (suami) ingin berhubungan di pagi hari tapi istrinya bilang, “Jangan dulu, saya masih dzikir pagi petang. Dzikir saya belum selesai, baca Qur’an belum selesai.”
Gimana? Ada perkara yang harus segera dikerjain. Akhirnya dzikir pagi petang, baca Qur’an terus, suami tidak pernah dipenuhi syahwatnya. Ini juga salah.
Jadi dua-duanya harus memperhatikan. Ingat:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Sebagaimana lelaki punya hak, wanita juga punya hak.”
Sebagaimana pernikahan itu untuk menundukkan pandangan suami, demikian juga fungsinya untuk menundukkan pandangan istri. Nah bagaimana kita bisa menundukkan pandangan istri kita, bagaimana kita bisa menjaga kemaluan istri kita sementara tidak kita gauli, tidak kita dekati, tidak kita mesrai? Maka dia akan mencari pelampiasan di hal-hal yang haram. Kalau sampai terjerumus dalam perzinahan atau yang lain maka yang salah kita karena kita tidak memenuhi hasratnya. Yang salah kita kemudian kita menyesal di kemudian hari.
Pencarian: bolehkah istri meminta nafkah batin, penyebab suami tidak memberi nafkah batin, kenapa suami tidak memberi nafkah batin, suami gagal beri nafkah batin islam, hukum suami tidak memberi nafkah batin selama 3 bulan, minimal nafkah batin, batas minimal suami memberi nafkah batin pada istri, batasan nafkah batin, suami gagal beri nafkah batin islam, kapan minimal suami memberi nafkah batin pada istri, bagaimana kalau suami tidak memberi nafkah batin, berapa minimal nafkah batin, bagaimana suami tidak memberi nafkah batin selama 3 bulan
Komentar