Pembahasan Lengkap Shalat Sunnah Rawatib Beserta Dalilnya

Pembahasan Lengkap Shalat Sunnah Rawatib Beserta Dalilnya

Wabah yang Meningkat Karena Dosa dan Maksiat
Khutbah Jum’at: Pertanggungjawaban di Akhirat
Materi 43 – Rahasia Doa Nabi yang Mengandung Makna Tawakal

Apa itu shalat sunnah rawatib?

Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu. Shalat sunnah rawatib ini juga ada yang muakkad dan ada yang ghairu muakkad. Ada yang ditekankan dan ada yang tidak ditekankan.

Shalat Sunnah Rawatib Muakkad

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat sunnah yang muakkadah itu sepuluh saja. Ini madzhab Imam Syafi’i dan Hambali. Mazhab Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa shalat sunnah yang muakkad hanya sepuluh rakaat:

  • 2 rakaat sebelum subuh
  • 2 rakaat sebelum dzuhur
  • 2 rakaat setelah dzuhur
  • 2 rakaat setelah maghrib
  • dan 2 rakaat setelah isya.

Dasarnya hadits Ibnu Umar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ وَكَانَتْ سَاعَةً لَا يُدْخَلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا حَدَّثَتْنِي حَفْصَةُ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَطَلَعَ الْفَجْرُ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

“Aku hafal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh rakaat: dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah ‘Isya dan dua rakaat sebelum shalat Subuh. Dan ada waktu tidak dapat menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hafshah Radhiyallahu anhuma menceritakan kepadaku bahwa bila muadzin beradzan dan terbit fajar beliau shalat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sementara Hanafiah mengatakan bahwa shalat sunnah muakkad itu ada 12 rakaat. Dasarnya hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Siapa yang shalat 12 rakaat sehari semalam akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di Surga.”

  • 2 rakaat sebelum subuh
  • 4 rakaat sebelum dzuhur
  • 2 rakaat setelah dzuhur
  • 2 rakaat setelah maghrib
  • 2 rakaat setelah isya

Terjadi perselisihan ulama untuk shalat sunnah rawatib yang muakkad. Yaitu 10 atau 14. Namun wallalahu a’lam bisa kita kompromikan bahwa yang paling sedikit 10 dan yang paling banyak 12 atau 14. Karena disebutkan dalam hadits, “Siapa yang menjaga 4 rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat setelah dzuhur, Allah haramkan ia dari api neraka.” dan haditsnya juga hasan. Berarti itu menunjukkan kita dianjurkan juga untuk menjaga 4 rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat setelah dzuhur.

Kita melakukan 10 saja yang kita rutinkan, ini sudah cukup. Tapi kalau kita mau menambah menjadi 12 bahkan 14, itu bagus sekali.

Shalat Sunnah Qobliyah Subuh

Shalat sunnah qobliyah subuh ini mempunyai keistimewaan. Apa keistimewaannya?

Yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Tirmidzi:

رَكعَتَا الْفجْر خير من الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat fajar (qobliyah subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

Mana yang lebih baik? Dua rakaat sebelum subuh atau Antum punya rumah yang mewah di daerah yang sangat mahal? Tentu dua rakaat sebelum subuh itu lebih baik dari dunia dan seisinya. Ada yang tahu harga dunia dan seisinya? Ada atau tidak di dunia ini yang memiliki dunia dan seisinya?

Ini menunjukkan Rasulullah memotivasi kita jangan terlalu memikirkan dunia. Mencari dunia boleh, tidak masalah. Namun jangan sampai demi mencari dunia kita tinggalkan yang lebih baik dari itu. Kita harus meyakini bahwa akhirat lebih baik. Allah mengatakan:

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la[87]: 17)

Bagaimana cara melakukannya?

Pertama, shalat qobliyah subuh disunnahkan dilakukan dengan ringan, tidak dengan panjang. Dalilnya:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ

“Dari Ibnu Umar, beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu bila muadzin selesai mengumandangkan adzan untuk shalat subuh dan telah masuk waktu subuh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh.” (HR. Bukhari)

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata, “adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meringankan dua rakaat sebelum subuh sampai-sampai aku mengira beliau tidak membaca Al-Fatihah.”

Tapi tentu Nabi membaca Al-Fatihah. Karena Al-Fatihah adalah rukun shalat. Di sini maksudnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meringankan sekali.

Apa hikmahnya? Kenapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meringankan shalat qobliyah subuh? Yaitu untuk mendapatkan keutamaan shalat subuh diawal waktu. Karena pendapat jumhur mengatakan bahwasanya shalat subuh yang paling utama adalah diawal waktu disaat masih gelap. Sementara Abu Hanifah mengatakan shalat subuh yang paling utama yaitu disaat sudah mulai terang.

Kedua, disunnahkan dirakaat pertama membaca قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ dan yang kedua membaca قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ. Berdasarkan riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah.

Sehingga kalau kita gabungkan antara hadits ‘Aisyah dan hadits Abu Hurairah, itu menunjukkan bahwa Nabi terkadang hanya mencukupkan dengan Al-Fatihah saja dan terkadang membaca قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ dirakaat pertama dan membaca قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ dirakaat yang kedua.

Dan terkadang juga Nabi membaca dalam satu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Nasa’i, dari hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca di shalat qobliyah subuh rakaat pertama itu surat Al-Baqarah ayat 136.

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Dirakaat yang kedua Nabi membaca surat Ali-Imran ayat 64:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّـهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّـهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Ini menunjukkan bahwa tidak sunnah kalau setiap qobliyah subuh membacanya قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ terus. Justru kalau dengan itu terus, tidak sesuai dengan perbuatan Nabi. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terkadang membaca ini, terkadang membaca itu dan terkadang tidak membaca surat sama sekali.

Apakah setelah shalat sunnah qobliyah subuh dianjurkan untuk berbaring di atas rusuk kanan atau tidak? 

Terjadi ikhtilaf para ulama, sebagian ulama mengatakan bahwa disunnahkan setelah shalat qobliyah subuh untuk berbaring di atas rusuk yang kanan. Ini dari Mazhab Syafi’i. Dasarnya hadits ‘Anas bin Malik dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila telah selesai shalat qobliyah subuh, maka beliau berbaring di atas rusuknya yang kanan. Ini juga merupakan pendapat tujuh fuqaha kota Madinah dizaman Tabi’in.

Pendapat kedua, bahwa berbaring setelah shalat qobliyah subuh wajib, bukan sunnah. Dalilnya, adanya hadits yang memerintahkan, “apabila salah seorang dari kalian telah shalat sebelum subuh, hendaklah berbaring.” Demikian dengan lafadz perintah. Namun kata para ulama, bahwa hadits ini lemah. Hadits yang sahih itu bukan dari perintah, tapi dari perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka dari itu pendapat Ibnu Hazm  ini lemah.

Pendapat ketiga, bahwa berbaring di atas rusuk yang kanan setelah shalat qobliyah subuh itu makruh. Alasannya karena tidak ada satupun Sahabat yang melakukan itu. Dan yang melakukan hanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Berarti ini khusus untuk beliau kata mereka. Kenapa? Karena Nabi itu disebutkan dalam hadits, “makanya tidur tapi hatinya tidak tidur.” Kalau kita matanya tidur, hatinya bablas. Ini pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, bahkan Al-Qadi ‘Iyad mengatakan ini pendapat jumhur ulama. Dan saya condong dengan pendapat ini. Bahwa itu tidak disunnahkan, itu hanya untuk Nabi. Namun boleh bagi mereka yang butuh tapi dengan syarat dia sudah lelah setelah shalat tahajud, butuh istirahat sebentar dan tidak dikhawatirkan akan kebablasan. Tapi kalau khawatir bablas, tidak boleh.

Bolehkah mengqadha shalat qobliyah subuh?

Jawab, boleh. Kapan boleh mengqadha qobliyah subuh?
Yang pertama, boleh kita mengqadhanya setelah shalat subuh langsung. Berdasarkan hadits:

عَنْ قَيْسِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يُصَلِّي بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةُ الصُّبْحِ رَكْعَتَانِ فَقَالَ الرَّجُلُ إِنِّي لَمْ أَكُنْ صَلَّيْتُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا فَصَلَّيْتُهُمَا الْآنَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Qoys bin Amr Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat seorang laki-laki shalat dua rakaat setelah shalat Subuh. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Shalat Subuh itu dua rakaat.’ Maka orang itu mengatakan, ‘Sesungguhnya aku belum shalat dua rakaat sebelumnya (sebelum shalat Subuh) maka aku mengerjakannya sekarang.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diam (HR. Tirmidzi)

Rasulullah diam tidak melarang. Sedangkan diamnya Nabi menunjukkan boleh.

Dan sebagian ulama mengatakan yang lebih utama diqadhanya nanti setelah matahari terbit. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

“Siapa yang belum sempat shalat qobliyah subuh hendaklah ia lakukan setelah matahari terbit.” (HR. Tirmidzi)

Ini anjuran dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka dari itu kita qadhanya setelah shalat subuh langsung, namun yang lebih utama setelah matahari terbit. Tapi kalau misalnya kita khawatir mendapatkan kesulitan ketika menunggu matahari terbit, boleh melakukannya langsung setelah shalat subuh.

Shalat Sunnah Rawatib Dzuhur

Sudah kita jelaskan bahwa shalat sunnah dzuhur itu ada tiga macam:

    • 2 rakaat sebelum dzuhur dan 2 rakaat setelah dzuhur.
      Dalilnya hadits Ibnu Umar yang sudah kita bacakan tadi.
    • 4 rakaat sebelum dzuhur dan 2 rakaat setelah dzuhur.
      Haditsnya tadi sudah kita sebutkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
    • 4 rakaat sebelum dzuhur dan 4 rakaat setelah dzuhur.
      Berdasarkan hadits Ummu Habibah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

      منْ حَافظَ عَلى أَرْبَعِ ركعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَأَرْبعٍ بَعْدَهَا، حَرَّمهُ اللَّه عَلَى النَّارَ

      “Barang siapa yang menjaga empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat setelahnya, maka Allah mengharamkannya dari neraka” (HR. Tirmidzi)

Boleh tidak mengqodho shalat dzuhur yang terluput?

Jawab, boleh. Karena disebutkan dalam hadits bahwa  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat dua rakaat setelah ashar. Ketika ditanya, “Shalat apa ini Ya Rasulullah?” Kata Rasulullah, “Ini shalat ba’diyah dzuhur, aku tidak sempat melakukannya karena banyak tamu yang datang.”

Lihat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak sempat melakukan ba’diyah dzuhur karena banyak tamu. Karena melayani tamu hukumnya wajib. Dan yang wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.

Shalat Sunnah Rawatib Maghrib

Adapun shalat sunnah maghrib, ini ada qobliyah dan ba’diyah. Namun sudah kita sebutkan bahwa qobliyah maghrib itu ghoiru muakkad (tidak ditekankan). Beda dengan ba’diyah maghrib, yaitu 2 rakaat.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terkadang menyibukkan shalat setelah ba’diyah maghrib untuk shalat terus sampai isya’. Disebutkan dalam satu riwayat, bahwa Abu Hurairah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat terus menerus dari ba’da maghrib sampai isya’. Anas bin Malik ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Taala dalam surat Adz-Dzariyat:

كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 17)

Kata Anas, maksud dari sedikit tidurnya antara maghrib dan isya, mereka habiskan waktunya untuk shalat. Dan shalat sunnah antara maghrib dan isya’ ini banyak ditinggalkan oleh kita.

Kalau di Indonesia terkenalnya shalat antara maghrib dan isya’ itu dengan istilah shalat awwabin. Yaitu 6 rakaat. Namun perlu diketahui  bahwa shalat awwabin 6 rakaat itu haditsnya dhaif. Yang shahih itu tanpa ada batasan jumlahnya.

Shalat Sunnah Rawatib Isya’

Tidak ada shalat sunnah qobliyah isya’. Tapi adanya shalat antara adzan dan iqomah. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan untuk shalat dua rakaat antara adzan dan iqomah.

Saya terkadang melihat sebagian ikhwah, ketika antara adzan dan iqomah yang lebih menyimpulkan berdo’a daripada shalat dengan alasan katanya karena antara adzan dan iqomah itu waktu mustajab. Padahal kalau kita berdo’a disaat sujud, itu bertemu dua waktu mustajab.

Do’a disaat sujud mustajab ditambah antara adzan dan iqomah juga mustajab. Kalau bertemu dua waktu yang mustajab, tentu yang dua waktu ini lebih mustajab. Maka dari itu lebih baik kita sibukkan untuk shalat dua rakaat antara adzan dan iqomah. Karena disitu kita berzikir, disitu kita baca Al-Qur’an, disitu kita bisa berdo’a, masyaAllah. Sudah begitu terkumpul padanya dua waktu mustajab.

Shalat Sunnah Ba’diyah Isya’

yaitu dua rakaat yang ditekankan. Disebutkan dalam hadits Ibnu Umar bahwa yang dijaga oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu 2 rakaat setelah isya’. Namun boleh sekali-kali setelah shalat isya’ shalat 4 rakaat. Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, ketika Ibnu Abbas menceritakan bahwa beliau menginap di rumahnya bibi beliau, Maimunah. Disebutkan dalam riwayat Bukhari, Rasulullah pulang dari shalat isya’, maka beliau shalat setelah isya’ 4 rakaat. Kemudian beliau pun tidur. Dan juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ‘Aisyah, demikian pula Muawiyah dan beberapa Sahabat yang lain tentang adanya anjuran shalat setelah isya’ 4 rakaat.

Maka dari itu shalat (sunnah ba’diyah) isya’ yang sangat ditekankan adalah 2 rakaat. Namun kalau kita mau 4 rakaat, lebih bagus.

Rekaman kajian ilmiah tentang Sifat Shalat Sunnah Nabi pada Ahad, 29 Jumadal Awwal 1440 H / 05 februari 2019 M di Masjid Al-Barkah, Kompleks Rodja, Cileungsi.

 

Komentar

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0