Tulisan tentang “Seorang Muslim Yang Kontributif” ini adalah catatan yang kami tulis dari video kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah.
A. Muslim Yang Ideal Memperhatikan Semua Hak
B. Al-Qur’an dan Hadits Mengisyaratkan Seseorang Untuk Bekerja
C. Menjadi Muslim Yang Profesional
D. Menjadi Muslim Yang Kontributif
Menit ke-40:45 Ikhwan, para pengusaha yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah menjadikan antum pengusaha, itu nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena orang kalau pengusaha, kesannya punya uang, meskipun pembawa acara bilang ada pengusaha kecil, pengusaha sedang, pengusaha besar. Tapi intinya namanya pengusaha kesannya keren, kesannya punya duit.
Maksud saya, kalau kita kesempatan punya duit, maka sebenarnya kita berkesempatan untuk kontribusi kepada umat Islam, kontribusi untuk diri kita di akhirat kelak.
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ
“Kalau kalian berbuat baik, berbuat baik untuk kalian sendiri.” (QS. Al-Isra'[17]: 7)
Makanya dalam Al-Qur’an banyak sekali Allah mengatakan: “Berinfaklah!” disertai perumpamaan infak banyak sekali. Kemudian bagaimana celaan terhadap pelit banyak sekali dalam Al-Qur’an. Hal ini tidak lain menunjukkan bahwa seseorang dianjurkan untuk punya uang supaya berinfak. Kalau Allah perintahkan untuk berinfak, kira-kira berarti Allah perintahkan untuk cari uang atau tidak? Jawabnya iya. Kalau tidak cari uang, bagaimana cara berinfak?
1. Niatkan karena Allah
Berarti bekerja untuk berinfak itu pahalanya besar dan itu banyak diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Ini jangan sampai hilang dari benak kita. Kita pengusaha, cari duit, bukan cuma untuk memperkaya diri kita. Kita ingin bertetangga di surga. Maka berinfak di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan pelit-pelit.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik kalian yang paling bermanfaat bagi masyarakat.” (HR. Ath-Thabrani)
Diantara bentuk bermanfaat bagi masyarakat, yaitu misalnya antum punya banyak pekerja, ini saja kalau antum niatkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, jangan sampai pikiran kita hanya duniawi, ingat, niat sangat mempengaruhi, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya, tidaklah kau berinfak mencari wajah Allah kecuali kau dapat pahala sampai suapan yang kau suapkan ke mulut istrimu.” (HR. Bukhari)
Jadi harus ada niat, kalau tidak ada niat, maka hanyalah menjadi suatu pekerjaan biasa, hanya duniawi murni. Tapi kalau kita niatkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan suapan ke mulut istri kita akan mendapatkan pahala. Niatnya mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau kita punya pekerja, kita tahu orang ini punya istri, punya anak, kita niatkan karena Allah, kita berusaha gaji dia dengan baik, kita suruh dia kerja dengan baik, kita ada perhatian sama dia, maka insyaAllah kalau kita punya pekerja 10 saja, betapa banyak pahala kita? Nafkah mereka melalui bekerja dengan kita.
Ini adalah pekerjaan biasa, tapi ketika kita niatkan karena Allah: “Saya gaji dia karena Allah, mudah-mudahan dengan gaji ini saya tulus karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga saya juga mendapatkan pahala.” karena kita adalah sebab dia mendapatkan pekerjaan.
Jadi niatkan karena Allah. Bagaimana kalau seseorang punya pekerja 1.000 orang, 5.000 orang, atau lebih daripada itu? Kita punya pekerja sedikit saja kalau kita niatkan karena Allah maka akan berpahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Banyak berinfak
Pelit itu penyakit. Dan manusia pelit itu wajar, karena memang harta itu manis, orang cinta kepada harta. Kata Allah:
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا ﴿٢٠﴾
“Kalian mencintai harta dengan cinta yang sangat dalam.” (QS. Al-Fajr[89]: 20)
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ ﴿٨﴾
“Sesungguhnya manusia cintanya kepada harta sangat besar.” (QS. Al-Adiyat[100]: 8)
Dia sudah kerja setengah mati kemudian dia keluarkan begitu saja? Oleh karenanya kata Allah tentang penyakit pelit:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
“Setan menakut-nakuti kalian dengan kefakiran…”
Kalau mau sumbangan, nanti bagaimana istrimu, bagaimana kebutuhan anakmu, bagaimana nanti bulan depan, dibuat demikian sampai tidak jadi. Seakan-akan kalau orang menyumbang itu nanti bakalan miskin. Kita juga tidak suruh orang menyumbangkan seluruh hartanya, tapi yang logis, yang dia mampu sesuai dengan keimanannya.
Lalu kata Allah:
وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاءِ
“Dan setan menyuruh kepada kalian untuk melakukan perbuatan keji.”
Kata para ahli tafsir, “perbuatan keji” maksudnya adalah pelit. Padahal kalau ente bersedekah itu untuk kebaikan Anda? Kontribusi buat diri sendiri.
Tempat penyimpanan mana yang paling aman? Tentu penyimpanan di sisi Allah. Simpan di bank, bisa jadi dicuri orang, bank-nya tutup lah dan macam-macam sehingga uangnya tidak kembali. Apalagi kalau disimpan di rumah, ada rampok dan segala macam.
Kalau mau aman, simpan di sisi Allah. Sedekahkan, selesai, jelas nanti bunganya banyak di surga.
Terkadang seseorang ingin membelikan anaknya ini, istrinya dibelikan ini, kemudian yang lain juga dibelikan, pertanyaannya adalah istana di surga untuk dirinya sendiri mana? Sudah dia belikan atau belum? Sudahkan dia sumbang anak yatim dan yang lainnya? Memberikan kepada keluarga juga pahala, tapi dia harus punya pikiran bahwa dia punya kontribusi untuk diri saya sendiri nanti di akhirat bagaimana?
Kita tidak tahu, pengusaha belum tentu kaya terus. Seperti saat pandemi sekarang ini, tahu-tahu turun, nanti pandemi lewat mudah-mudahan kaya lagi. Terkadang seseorang terus ingin mengembangkan sampai lupa untuk sedekah. Bahkan sampai usahanya jatuh dan dia tidak punya uang untuk sedekah.
Maka kontribusi, bikin orang senang. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً
“Amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah membahagiakan orang, atau kau hilangkan rasa laparnya, atau kau lunaskan hutangnya, atau kau hilangkan penderitaannya.” (HR. Thabrani)
Jadi kalau memasukkan kebahagiaan kepada orang lain ini pahala sangat besar dan amal yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan saya rasa, kontribusi ini sangat membuka kesempatan besar bagi para pedagang.
Nanti kalau kita sudah terbiasa berinfak, bersedekah, Allah akan jaga usaha kita, Allah akan mudahkan urusan kita, Allah akan tambahkan kemudahan, Allah akan tambahkan usaha dan macam-macam, insyaAllah banyak kebaikan-kebaikan. Yang jelas niatnya karena Allah, bukan karena ingin dipuji, itu yang sangat penting. Jangan sampai kita sedekah sana-sini kemudian kita cerita sana-sini. Setan datang gelitiki hati untuk cerita. Akhirnya kalau dia cerita, bukan lagi kontribusi untuk kita di akhirat, tapi kontribusi memasukkan kita ke neraka karena amalan tersebut menjadi riya’ dan itu adalah dosa besar.
Video Kajian Seorang Muslim Yang Kontributif
Sumber Video: Ustadz Firanda – Muslim Produktif Kontributif
Mari turut menyebarkan kajian “Seorang Muslim Yang Kontributif” ini di media sosial yang Anda miliki, baik itu facebook, twitter, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pintu kebaikan bagi kita semua. Barakallahu fiikum..
Komentar