(6) [LIVE] Ustadz Abu Haidar As-Sundawy | Kajian Islam Ilmiah – YouTube
Transcript:
(00:07) Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah wasalatu wassalamu ala rasulillah wa ala alihi wasohbihi wa mawala wa ba’du. Jemaah Masjid Agung Al-Ukhwah yang kami muliakan, sahabat Raja di mana pun Anda berada. Masih bersama dengan kami di saluran tilawah Al-Qur’an dan kajian Islam.
(00:38) Dan di kesempatan sore hari ini kembali kami hadirkan sebuah kajian secara langsung dari Masjid Agung Al-Ukhwah di Kota Bandung, Jawa Barat bersama Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala. Dan seperti biasa, insyaallah kajian ini juga mengundang Anda untuk berpartisipasi dengan menyimak tentu saja dan Anda juga bisa bertanya jawab. Anda dapat mengirimkan pertanyaan melalui pesan WhatsApp di nomor 0218236543.
(01:09) Dan seperti biasa di kajian sore hari ini pertanyaan kita akan khususkan untuk sahabat Roja di rumah. Dan juga di kesempatan kali ini kami menyiarkan langsung dari Masjid Agung Al-Ukhwah di Bandung, Jawa Barat ini. Baiklah, sahabat Roja di mana pun Anda berada, untuk selanjutnya kita akan simak nasihat dari Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala terkait dengan tema nasehat untuk para pemimpin kepada al Ustaz Falyatafadol Masykur.
(01:44) Bismillahirrahmanirrahim. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahilladzi baata fil ummiina rasulan minhum yatlu alaihim ayatihi wazakkihim wauallimuhumul kitaba wal hikmah. Wau minq lafi dolalim mubin wa ashadu alla ilahaillallah al malikul haqqul mubin wa ashadu anna muhammadan abduhu wa rasuluhu shodiqul wa’dil amin.
(02:29) Wasalatu wassalamu ala asrofilyaai wal mursalin wa ala alihi wa ashabihi ajmain waman tabiahum biihsanin ila yaumiddin. Wa ba’ad. Hadirin jemaah Masjid Agung Al-Ukhwah Bandung, para pendengar Radio Tarbiyah Sunah Bandung. Pendengar Radio Raja di beberapa kota dan radio-radio lain yang ikut gabung, para pemirsa Roja TV dan TV-TV lain serta para netizen di mana saja Anda berada.
(03:13) Alhamdulillah kita kembali berjumpa melanjutkan bahasan agama adalah nasihat bagi lima pihak. Pertama, agama adalah nasihat bagi Allah. Kedua, nasihat bagi kitab Allah. Ketiga, nasihat bagi rasulnya sallallahu alaihi wasallam. Ketiga, poin ini sudah kita terangkan di beberapa pertemuan yang lalu. Sekarang kita masuki poin yang keempat.
(03:52) Waliaimmatil muslimin. Agama ini adalah nasihat bagi imam imam kaum muslimin. Lafaz aimmah jamak dari imam. Yang dimaksud imam adalah may yuqtada bihi waamaru biamrih. Orang yang diikuti dan dilaksanakan perintahnya. Itulah imam. Dan imam ini ada dua jenis. Pertama adalah alimamatu fiddin, keimaman kepemimpinan dalam perkara agama.
(04:41) Dan yang kedua keimaman dalam hal kekuasaan, pemerintahan. Inilah dua jenis imam. Kemudian kedua-duanya adalah ulil amri yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an. Ya ayyuhalladzina amanu atiullaha wa atiur rasul wa ulil amri minkum. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan ulil amri di kalangan kalian. Walil amri.
(05:26) Orang yang memiliki wewenang dalam mengurus urusan manusia. Urusan manusia itu ada dua. Urusan agama, urusan dunia, urusan agama. Ulil amrinya adalah ulama. urusan dunia walil amrinya adalah penguasa. Dalam perkara-perkara agama wajib kita taat kepada para ulama sebagai ulil amri sesuai dengan perintah Allah.
(06:10) Fas’alu ahlazikri in kuntum laun. Bertanyalah kepada ahlinya. Ahlud zikr. Azzikr di sini maknanya Al-Qur’an. Inna nahnu nazzalnadzikr wa inna lahu lahafidun. Kamilah yang menurunkan azzikr maksudnya Al-Qur’an dan kami pula yang akan menjaganya. Fas’alu ahlikr tanya kepada ahli Quran yaitu ulama. Kalau kalian tidak mengetahui. Jadi atas perintah Allah wajib kita mendengar penjelasan ulama dalam perkara agama.
(07:02) Karena mereka lebih tahu tentang agama karena memiliki kemampuan kafaah ilmiah yang memadai untuk memahami Al-Qur’an dan sunah. Adapun kita, kita tidak memiliki kemampuan untuk memahami Quran, sunah. Umumnya orang tidak paham bahasa Arab, tidak menguasai ilmu alat, nahwu sharf, tidak bisa tajwid, makhraj juga masih tersandung-sandung ketika baca Al-Qur’an.
(07:42) Apalagi ilmu sastra Arab, ilmu balagah, badi, bayan, ma’ani, enggak paham, enggak menguasai ulumul Qur’an, ulumul hadis, ilmu tafsir, ilmu alat tidak dikuasai. otak, akal, dan ryu kita kosong dari ilmu, maka tidak boleh ryu yang kosong dari ilmu itu dipakai sebagai alat untuk memahami Al-Qur’an. Ryu bukan alatnya. Ryu bukan alat untuk memahami segala sesuatu. Yang menjadi alat itu ilmunya. Ro itu wadah dari ilmu itu.
(08:31) Kalau kita ingin mengetahui masalah kesehatan, masalah anatomi, tubuh, anatomi tubuh manusia, penyakit dan obatnya kita punya akal, punya ryu tanpa memahami ilmu kedokteran, ilmu kesehatan bisa tidak. Jadi, akal ryu bukan alat untuk memahami sesuatu. alatnya itu ilmu, ilmu kedokteran, ilmu kesehatan.
(09:05) Isikan ilmu itu ke dalam akal kita baru nanti bisa memahami. Demikian juga permesinan. Kita punya akal, kita punya ryu, tapi enggak paham tentang ilmu permesan. Lalu motor kita, mobil kita rusak. Bisa enggak diperbaiki dengan akal dan ryu kita yang kosong dari ilmu permesinan? Enggak. Dipaksa membongkar. Hanya lihat YouTube bisa bongkarnya, tapi enggak bisa masangnya lagi.
(09:43) Hancur itu motor, itu mobil. Terus kepada siapa? Ke montir. Apa montir memahami membongkar itu dengan ryunya? Bukan. Tapi dengan ilmu yang ada pada ryu dia, pada akal dia itu dalam urusan dunia apalagi dalam perkara agama. Maka ryu tidak boleh dipakai sebagai alat memahami Quran, memahami sunah. Ada ancaman. Manola fi kitabillahi birayihi.
(10:18) Siapa orang yang berbicara tentang kitab Allah dengan ryu? Dalam riwayat lain, man fal Quran biri bima yamu. Siapa yang menafsirkan Quran dengan ryu atau tanpa ilmu falyatwa maahu minanar. Siap-siap menempati tempat duduk dalam neraka. Maka tidak boleh agama ini diserahkan bukan kepada para ulama, bukan ahlinya, kepada orang awam.
(10:51) Idza wusidal amru ila ghairi ahlih fantadirissaah. Kalau sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, hancur dia tunggu saat kehancuran. Apalagi perkara agama, maka sandarkan pemahaman kita tentang agama ini ke ahlinya. Siapa ahlinya? Para ulama. As’alu ahlikri intuntum la ta’lamun. Tanya ke ahlinya.
(11:22) Kalau kalian enggak tahu, itulah ulil amri dalam perkara agama dan itu imam dalam perkara agama. Ya. Jadi yang pertama adalah al-imamatu fiddin. Keimaman, kepemimpinan dalam asal masalah agama ini ada di tangan para ulama. Mereka memimpin manusia untuk memahami kitab Allah dan sunah rasul-Nya. menunjuki manusia untuk berjalan di atas syariat Allah azza wa jalla.
(12:01) Karena itu doa ibadurrahman dalam surah Al-Furqan, Rabbana hablana min azwajina dzurriyatina qurr taayun waj’alna lil muttaqina imama. Ya Allah berikan kepada kami pasangan-pasangan dan anak-anak turunan yang akan menjadi sumber kebahagiaan kami dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Ibadurrahman meminta kepada Allah agar dirinya dijadikan imam bagi orang bertakwa. Tapi bukan imam pemerintahan.
(12:44) bukan imam kekuasaan, tapi imam dalam perkara agama. Karena tidak boleh kita meminta jabatan, meminta kekuasaan, apalagi kitanya tidak mampu, tapi tergiur dengan fasilitas, gaji, wewenang, bisa ngatur ke semaunya yang dimiliki oleh penguasa. Akhirnya kita berebut posisi itu padahal tidak layak. Hanya karena kabita tergiur dengan fasilitas.
(13:25) Maka tidak boleh. Kata Rasul sallallahu alaihi wasallam berkata beliau kepada seorang sahabat namanya Abdullah bin Samurah radhiallahu anh la tas’alil imarah fainnaka in utitaha masalatin nukilta ilaiha wain utitaha giri masalah inta alaiha jangan kamu meminta jabatan kalau Karena kalau kamu diberi jabatan karena permintaan kamu, kamu akan terbebani.
(14:06) Allah akan biarkan kamu tanpa pertolongan dari Allah. Allah akan menjadikan ini sebagai beban yang berat bagimu di dunia, lebih berat lagi di akhirat loh. Apalagi yang dipimpinnya orang-orang yang jauh dari agama liur tuh. Nah, tapi kalau kamu diberi jabatan kekuasaan tanpa kamu minta uinta inta alaiha, kamu akan ditolong oleh Allah dalam menjalankan kekuasaan, wewenang atau jabatannya.
(14:51) Hadis ini sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam dua kitab sahihnya. Enggak boleh meminta kekuasaan, jabatan, pangkat kepada orang agar dirinya diangkat menjadi penguasa. Tidak boleh. Adapun kalau kita tidak minta lalu diminta oleh orang kan ada ya jabatan-jabatan yang tidak diperebutkan seperti jabatan menteri itu mah tidak tidak harus kampanye.
(15:30) Jabatan yang diperebutkan itu mulai gubernur, walikota, bupati, kepala desa. Kalau camat sama lurah dipilih ya ditunjuk. Menteri juga ditunjuk. Nah, kalau diberi wewenang, jabatan, kekuasaan tanpa diminta, uinta alaih, kamu akan ditolong, kamu akan dibantu. Maka tidak boleh meminta kekuasaan, jabatan, pangkat atau yang sejenisnya.
(16:03) Tapi baik-baik kepada orang, apalagi kepada Allah, “Ya Allah, jadikan saya RT umpama, ya Allah jadikan saya walikota kek, bupati kek, dan seterusnya.” Tapi kalau meminta jadi imam dalam perkara agama, ya bagus diperintahkan, diisyaratkan dalam surah Alfurqan tentang ibadurrahman. Waj’alna lil muttaqina imama. Jadikan kami sebagai imam bagi orang yang bertakwa.
(16:34) Ini maknanya adalah keimaman dalam perkara agama. Karena dalam agama imam itu pasti berilmu dan beramal walaupun tidak memiliki jabatan. RTRT acan kata orang Sundam. Tapi dia menjadi sandaran rujukan ikutan orang lain. Lihatlah dalam masalah fikih para ulama mazhab yang empat, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan mazhab lain, Imam Sufyan bin Uyainah, Sufyan atauri itu mereka bukan pejabat publik, bukan pemimpin secara politik ataupun sosial, tapi mereka jadi ikutan dalam masalah agama. Lihat Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu, mereka semua disebut imam.
(17:28) orang lain bukan menamakan diri saya imam bukan orang lain imam karena realitanya begitu mereka imam mereka itu yang dijadikan ikutan dalam perkara tersebut Imam Bukhari imam di bidang hadis imam mazhab yang empat ya imam di bidang hadis imam di bidang fikih juga maksudnya imam menjadi ikutan rujukan orang-orang setelahnya Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Assajdah ayat 24.
(18:08) Waja’alna minhum aimmatan yahduna biamrina lamma shobaru waanu biayatina yuqinun. Dan kami telah menjadikan di kalangan manusia imam-imam. Apa yang dilakukan imam-imam ini? Yahduna biamrina. Mereka memberi petunjuk dengan agama kami, dengan petunjuk dari kami dengan Quran dan sunah. Menunjukkan mereka punya ilmu tentang Quran, sunah.
(18:45) Kenapa mereka di layak jadikan imam? Lamma shobaru. Karena pertama kesabaran mereka. Sabar dalam hal apa? Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Zadul Ma’an fi Hadi Khairil Ibad menjelaskan sabar ketika belajar, sabar ketika mengamalkan ilmu, sabar ketika mengajarkan atau mendakwahkan ilmu dan sabar ketika menerima resiko dari mendakwahkan ilmu.
(19:21) dicela, dicaci, dimaki, bahkan ada yang dibunuh juga. Tapi mereka tidak takut. Wala yakhofuna laumat laim. Mereka itu tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela karena dakwahnya. Sabar. Karena sabar ketika mencari ilmu mereka menjadi ulama. Sabar ketika mengamalkannya mereka itu menjadi panutan. sabar ketika mengajarkannya mereka menjadi ikutan makanya menjadi imam yahduna biamrina lamma shar dan yang kedua wanu biayatina yuqinun dan mereka yakin kepada ayat-ayat kami. Dan kemarin hari Kamis kita kan sedang
(20:11) menjelaskan salah satu amalan hati yaitu yakin. Yakin ini lahir dari ilmu dan keyakinan yang lahir dari ilmu itu keyakinan dengan level terendah disebut ilmul yaakin. Lebih tinggi dari itu ainal yaakin. Puncaknya apa? Haqul yaakin. Kita sudah jelaskan kemarin. Jadi mereka yakin itu karena ilmu. Makanya dijadikan imam.
(20:45) Karena dua bekal ni sabar dan yakin. Maka para ulama menyatakan wabisabri wal yaakin tunalu al imamatu fiddin. Dengan kesabaran dan keyakinan akan teraihlah keimaman dalam perkara agama. Ini yang dimaksud doa ibadurrahman. Waj’alna lil muttaqina im. Jadikan kami menjadi imam bagi orang bertakwa.
(21:19) Imam dalam perkara agama ini tersirat di dalam doa ini. Jadikan kami orang yang berilmu dan mengamalkan ilmu. Karena hanya dua itu syarat seseorang layak menjadi imam. Apalagi makmumnya orang bertakwa. Waj’alna lil muttaqina imaman. Orang-orang bertakwa dipimpin oleh imam. Iman adalah imam yang paling tinggi kadar ketakwaannya.
(21:52) Karena takwa enggak mungkin diraih dengan kebodohan, tapi dengan ilmu. Kata Abu Darda radhiallahu anhu, la takunu taqqian hatta takuna aliman. Kamu enggak bisa menjadi orang bertakwa sebelum kamu berilmu. Maksudnya ilmu tentang Quran, sunah, ilmu tentang Allah dan tentang syariatnya. Dengan ilmu itu baru lahir ketakwaan. Inilah yang dimaksud imam kaum muslimin.
(22:20) Ada dua, yaitu para ulama, yang kedua para umara. Dua-duanya wajib ditaati dalam bidangnya masing-masing. Atiullaha wa atiur rasul wa ulil amri minkum. Ulama adalah salah satu di antara ulri dalam perkara agama. Taati ulama, dengar penjelasan mereka. Jangan memahami agama dengan kebodohan kita sendiri.
(22:52) Tapi ikutlah penjelasan para ulama sebagai ahlinya. Sebagaimana kita pun bersikap demikian dalam perkara dunia. Kita sakit, kita tidak mengobati sendiri. Kita punya ryu, punya akal, punya pikiran. Ah, obati sendiri. Enggak. Datang ke dokter-dokter ahlinya. Barang elektronika kita rusak. Kita tidak bongkar sendiri, tapi ke montirnya, ke bengkelnya. Motor mobil kita rusak, ke HP kita rusak.
(23:24) Kita enggak bongkar sendiri, tapi semua diserahkan kepada ahlinya. Kita mau bangun bangunan atau umpama mengecat rumah yang sudah suram, kita tidak mengecat sendiri, tapi serahkan ke ahlinya. Itu dalam perkara dunia. Kenapa dalam perkara agama tidak demikian? Mencoba memahami sendiri dengan akalnya. Lalu lahir sebuah semboyan beragama dengan akal sehat.
(23:57) Sehat menurut dia padahal sakit. Itu agama tidak bisa dipahami oleh akal. Kata Ali bin Abi Thalib radhiallahu anh, lain lakana asfal a. Seandainya agama ini berdasarkan akal, niscaya bagian bawah sepatu lebih layak untuk di usap daripada bagian atasnya. Karena yang bawah pasti yang paling paling kotor. Nginjak macam-macam. Yang atasnya mah enggak.
(24:37) Tapi kenapa yang di diusap bagian atas? Ini bukan karena ro tapi agama didasarkan pada wahyu. Yu beragama dengan wahyu dengan dalil bukan beragama dengan akal sehat. Beragama dengan akal sehat artinya beragama berdasarkan dalil Quran, sunah. Sebab agama Allah yang menetapkan bukan produk akal manusia, bukan hasil olah rasa, olah pikir manusia, bukan hasil budidaya manusia.
(25:19) Agama bukan budaya, tapi agama adalah wahyu. Ya. Adapun agama ini nasihat bagi imam-imam kaum muslimin. Apa maknanya? Ya, tadi sudah dijelaskan imam itu ada dua. Imam dalam perkara agama yaitu siapa? Ulama. Imam dalam perkara dunia yaitu siapa? Penguasa pemerintah. Kita akan mulai dari imam dalam masalah agama.
(25:56) Berkata para ulama, di antara dikatakan oleh Syekh Al-Utsimin rahimahullah ketika menjelaskan masalah ini, kata beliau, wusul aimmatil muslimin a imamatiddin wal ilm hua analisisu ala talaqi maahu minal ilm fainnahum al wasit bainarasul alaihiat Nasihat bagi imam kaum muslimin. Maksudnya imam dalam perkara agama. Maksudnya para ulama. Agama ini nasihat bagi para ulama.
(26:45) Apa maknanya nasihat? Jangan dipahami menurut bahasa kita, bahasa Indonesia. Arti nasihat bahasa kita kan terbatas hanya sekedar wejangannya papatah gitu bukan itu. Dalam bahasa Arab sudah kita terangkan nasihat itu adalah melakukan kebaikan dan perkara yang dicintai oleh pihak yang diberi nasihat. Nasihat kepada Allah ya taat tunduk badan patuh mentauhidkan Allah ikhlas kepada Allah tawakal kepada itu nasihat kepada Allah.
(27:27) Nasihat kepada Al-Qur’an sudah kita terangkan tujuh sikap meyakini kebenarannya. Baquran ini wahyu Allah bukan buatan orang yang namanya Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Kedua membacanya. Ketiga memahaminya. Keempat menghafalkannya. Kelima, mengamalkannya. Keenam mengajarkan atau mendakwahkannya. Ketujuh membelanya bila ada yang merendahkan atau akan merubah.
(27:53) Itu nasihat kepada kitab Allah. Nasihat kepada Rasul sallallahu alaihi wasallam sudah kita terangkan di Jumat yang kemarin. Nah, bagaimana nasihat kepada para ulama? Pertama, kita harus bersungguh-sungguh mengambil ilmu dari para ulama karena mereka ahlinya. Kalau kita ingin menjadi dokter, kita belajar di fakultas kedokteran.
(28:23) Enggak bisa asal basa baca jurnal, autodidak, baca buku-buku tentang kesehatan, praktik sendiri. Setelah beres, buka plang. Dokter fulan boleh enggak? Boleh. Bisa ditangkap. Itu kriminal, ilegal. Bisa ditangkap di penjara atau orang tanpa lisensi dari yang berwenang dari pemerintah. Kalau ingin jadi dokter, belajar dulu.
(28:59) di Fakultas Kedokteran di sana diajar oleh ahlinya, oleh para dokter spesialis, doktor, balak profesor. Mereka tidak sekedar menguasai ilmu teori juga praktiknya. 4 tahun praktik eh ya 4 tahun teori kedokteran, 2 tahun praktik ya yang disebut dengan apa? Koas. Kalau asisten praktiknya bukan di kampus, langsung di rumah sakit langsung berhadapan dengan pasien.
(29:32) Yang paling kasihan pasien dijadikan objek praktik pengobatan orang-orang yang koas. Nah, tapi itu memang harus dialami oleh calon-calon dokter, tapi di bawah bimbingan pengawasan dokter senior yang sudah ahli 2 tahun di setiap bidang mulai bidang ini, bidang itu, bidang yang lain, semua bagian organ tubuh manusia ada bidangnya.
(30:04) Mereka praktik setelah beres ada ujian, ada penilaian lulus baru boleh praktik. Kan gitunya. Itu urusan dunia loh. Kenapa seketat itu? Jangan sampai niatnya mengobati malah mencelakai. Niatnya menyembuhkan bikin orang sembuh malah bikin orang kambuh. Niatnya bikin orang panjang umur malah mati. Nanti begitu. Ini urusan dunia apalagi urusan akhirat, urusan agama.
(30:41) Jangan sandarkan agama kita bukan kepada ahlinya. Berani enggak? Kita sakit lalu berobatnya bukan ke dokter, tapi berobatnya ke bengkel. Saya umpamanya kalau ngangkat beban ni sakit atuh ku bengkel teh dibongkar meureun salah atuh bukan bidangnya dia ya tambah rusak nanti.
(31:15) Jadi yang pertama nasihat bagi para ulama adalah melakukan kebaikan kepada ulama dalam bentuk belajar kepada mereka dengan adab. mengambil ilmu mereka. Karena mereka itu perantara antara Nabi sallallahu alaihi wasallam dengan kita. Bagaimana kita bisa memahami sunah Nabi sallallahu alaihi wasallam dalam hal akidah, dalam hal ibadah, dalam hal muamalah.
(31:47) Hanya para ulama yang tah oleh para ulama dijelaskan nih ayatnya nih hadisnya. Mereka memahami ayat hadis berdasarkan ilmu yang memadai, bukan berdasarkan ryu. Oh, itu ryunya para ulama. Bukan. Mereka berbicara dengan ilmu. Sebagai contoh begini. Saya bukan dokter, bukan ahli kesehatan. Lalu mendengar istilah masuk angin. Apa sih masuk angin? Saya akan fokus ke istilahnya masuk angin.
(32:19) Oh, ada angin yang masuk ke perut terus mual gitu ya. Maka saya memahami masuk angin dengan ryu bukan dengan ilmu. Ryu maknanya pikiran yang kosong dari ilmu dengan kebodohan. Nama lain ryu itu kebodohan. Tapi kalau dokter menyatakan oh masuk angin tuh bukan ada angin yang masuk. Nah, itu hanya istilah. Enggak ada angin yang masuk. Lalu mereka menjelaskan dengan keilmuannya.
(32:52) Apakah dokter menjelaskan itu dengan ryu? Bukan dengan ilmu. Kalau saya dengan ryu, makna lain ryu adalah kebodohan. Makanya siapa orang yang menafsirkan Quran dengan ryu? Maknanya dengan kebodohan. A bima la ya’lamu tanpa ilmu gitu. Nama lain dari kebodohan adalah tanpa ilmu, adalah ryu, adalah hawa nafsu. Makanya ahli ryu disebut juga juhala, disebut juga ahlul ahwa, pengekor hawa nafsu.
(33:34) Karena Allah menyatakan, waman adallu mimmanaba hawahuir hudam minallah. Siapa yang lebih sesat dibanding orang yang mengikuti hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah, tanpa mengetahui dalil? Artinya mengikuti hawa nafsu itu mengikuti kebodohan. Itulah sesat dalam masalah dunia. Sesat apalagi dalam masalah akhirat. Jadi pertama nasihat untuk para ulama maknanya melakukan kebaikan kepada para ulama dalam bentuk mengambil ilmu faedah dari mereka dengan adab. Ini yang pertama.
(34:26) Terlebih sekarang ini sarana fasilitas untuk mengambil ilmu dari para ulama itu lebih mudah dan lebih beragam. Yang paling utama langsung hadir, langsung bertatap muka. Disebutnya talaqqi. Bisa langsung bertanya, bisa langsung berdiar. Dan aura yang tercipta dengan cara langsung itu berbeda dengan hanya mendengar rekaman, dengan hanya online melalui media sosial.
(35:05) Walaupun itu dibolehkan, boleh saja mendengar kajian dari jauh secara online, melalui radio, melalui TV, melalui YouTube, melalui media sosial yang lain. Tapi yang terafdal adalah langsung hadir karena keseriusan dan pengorbanannya berbeda.
(35:26) Kalau di sini kan serius, enggak ada yang sambil nelepon, sambil WA. Ada tapi ngumpet-ngumpet. Enggak ada yang sambil main game. Enggak tahu akhwat enggak kelihatan. Ada kata yang di belakang, “Eh, main game kirain nulis.” Nah, itu akhwat. Tapi kalau di rumah dengar lewat YouTube, lewat radio, lewat TV sambil berbaring, sambil ngopi, saling sambil ngemil, gendut weh. Nanti sambil ada WA balas dulu.
(35:59) Ada telepon angkat dulu gitu. Ada yang salam, asalamualaikum, buka dulu, ngobrol dulu terganggu. Jadi berbeda jauh antara yang online dengan yang offline ya. Tapi yang jelas belajarlah m ee kepada mereka, kepada ahli ilmu secara langsung dan dengan taani, tidak dengan ajalah. Ikuti alurnya.
(36:36) Jangan terburu-buru ingin langsung paham habis materi ini ke materi lain atau ke disiplin ilmu lain ingin segera menguasai. Enggak. Enggak boleh seperti itu. Dan ini diisyaratkan oleh Al-Qur’an tentang keharusan kita taani. Taani itu lawan dari alajalah. Ajalah terburu-buru. Taani itu lawan dari terburu-buru. Diisyaratkan tidak boleh kita tergesa-gesa ketika belajar.
(37:09) Baik memahami ataupun menghafal ataupun memurajaah hafalan, mengulang-ulang hafalan harus taani, lawan dari terburu-buru. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Qiyamah ayat mulai 16, 17 dan seterusnya. Laik la tuharik bihi lisanaka ljal bih inna ala jamahu wa qurana faid qahu fatabi qurana tumma inna alaina bayana.
(37:48) Kata Allah jangan dulu kamu gerakkan lisanmu agar kamu terburu-buru dalam menghafalkannya. Ini teguran Allah kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam. Ketika Jibril datang membacakan wahyu, baru memulai membacakan belum selesai, Nabi langsung mengikuti dengan menggerakkan lisannya karena terburu-buru ingin menghafalkannya.
(38:22) Takut apa? takut lupa. Karena kalau kita mendengar satu kalimat sampai akhir lalu kita disuruh mengulang, mungkin kalimat awal lupa, kalimat akhirnya mungkin ingat tapi kata-kata di awal lupa. Suka gitu kan? Makanya Nabi sallallahu alaihi wasallam langsung mengikuti baru malaikat Jibril membacakan langsung menggerakkan lisan ditegur oleh Allah. La tuhar bihi lisanaka.
(38:54) Jangan dulu kamu gerakkan lisanmu agar kamu terburu-buru dalam menghafalkan. Inna alaina jamahu wa quran. Tanggungan kami mengumpulkan itu hafalan dan bacaannya di dalam hatimu. Faidza qaranahu fattabi qurana. Kalau kami sudah selesai sampai akhir membacakannya, baru kamu memulai dari awal.
(39:23) Dari ayat ini ada banyak faedah. Salah satunya enggak boleh terburu-buru. Allah menjamin bagi Nabi sallallahu alaihi wasallam tidak akan lupa. Allah menjamin ayat-ayat itu dikumpulkan, dihafal secara mutkin dalam dada Nabi sallallahu alaihi wasallam. Tak akan lupa. Nah, dari sinilah lahir salah satu faedah tidak boleh tergesa-gesa di dalam belajar.
(39:54) Karena seringkiali karena ketergesa-gesaan kita salah paham, karena tergesa-gesaan kita salah menangkap, karena ketergesa-gesaan kita salah ucap. Akhirnya lain dengan yang dimaksud oleh yang menyampaikan kepada kita, lain juga yang kita pahami. Dan ini sangat berbahaya. Inilah nasihat pertama, nasihat kita bagi para ulama kepada para ulama yaitu mengambil ilmu dari mereka, belajar kepada mereka dengan adab.
(40:38) Kedua, waminan nushi aidon liulamail muslimin alla tattabial insanu auratihim waallatihim w yukhtiuna fih liannahum gir maksumin. Di antara bentuk nasihat kita kepada para ulama adalah tidak boleh mengorek-ngorek, mencari-cari aurat, kelemahan, kesalahan, penyimpangan mereka. Karena pasti bakal dapat.
(41:20) Para ulama itu manusia biasa, tidak maksum, kadang salah, kadang tergelincir. Nabi sallallahu alaihi wasallam menyatakan, “Kullu bani Adam khatun wahairul khatin attawwabun.” Semua manusia pasti salah. Salahnya itu bukan sekali dua kali, sering loh. Makanya diungkapkan dengan khatun dengan bentuk sigat mubalagah. Nabi sallallahu alaihi wasallam tidak mengatakan kullu bani Adam khattiuna. Tidak. Tapi khatun.
(41:53) Kh itu salahnya sering banyak kadang fatal. Tapi sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertobat. Jadi kalau kita mau mengorek mencari kesalahan para ulama pasti dapat. Baik salahnya itu dalam hal pemahaman, keliru, salah, atau apalagi pemahaman ee kesalahannya dalam bentuk pengamalan.
(42:31) Umpamanya ada ulama terjerumus ke dalam dosa, ke dalam kesalahan. Padahal dia tahu itu haram, salah. Mungkin sangat mungkin. Namanya manusia enggak ada yang maksum. Dua jenis kesalahan. Salah dalam memahami sehingga melahirkan kekeliruan dalam pemahaman atau kesalahan dalam hal amalan, sikap. Terjeremus dalam dosa dan maksiat. Sangat mungkin.
(43:01) Jangankan kita, para sahabat zaman dahulu ketika memahami banyak tuh salah paham baik Al-Qur’an maupun hadis yang sahih. Tapi kesalahan itu diketahui oleh Nabi dan diluruskan, dikoreksi tidak terus-menerus di atas kesalahannya. Sering saya ungkit beberapa contoh ketika Allah azza wa jalla menurunkan surah An-Nahl 182. Walladzina amanu walam yalbisu imanahum bidulmin ulaika lahumul amnu wahum muhtadun.
(43:35) Orang beriman dan tidak mencampuradukan iman dengan zalim. Murni iman tidak ada kezaliman. Mereka akan dapat dua. Pertama, aman dari murka dan azab Allah dunia akhirat. Kedua, dapat hidayah. Artinya apa? Kalau mencampur adukan iman dengan zalim, enggak aman dari azab Allah bakal kena azab dan enggak akan dapat hidayah.
(44:04) Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa keberatan. Berat nih ayat. Karena masing-masing mereka kena dengan ayat ini rasanya gitu tuh. Karena masing-masing mereka pasti pernah berbuat zalim, pasti pernah berbuat dosa keburukan.
(44:31) Makanya mereka nanya, “Ya Rasulullah, ayyuna lam yadlim nafsah? Ayyuna lam lam y’mal suan.” Wahai Rasulullah, siapa sih di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim? Siapa sih di antara kita yang tidak pernah berbuat keburukan? Kita kena dong dengan ayat ini akan kena azab enggak dapat hidayah. Apa kata Nabi sallallahu alaihi wasallam? Laisal amru kama tadunnun.
(44:55) Oh, ayat ini tidak seperti yang kamu duga, tidak seperti yang kamu pahami. Salah paham. Kamu pernah dengar Luqman berkata, “Ya bunay la tusyrik billah inn syirka ladulmunim.” Hei anakku, jangan kamu syirik. Syirik itu kezaliman yang sangat besar. Zalim di sini maksudnya syirik. Siapa yang beriman dan tidak mencampuradukan iman dengan syirik.
(45:20) Tuh, ini maksudnya bukan zalim biasa, tapi diluruskan oleh Nabi sallallahu alaihi wasallam. Ketika turun ayat walladzina yutuna walladina yutuna maau waubuhum wajila. Orang mukmin orang yang sudah melakukan amal-amal yang sudah mereka laksanakan tapi hati mereka takut. Sudah beramal tapi takut. Aisyah salah paham. disangkanya mengamalkan amalan maksiat dosa.
(45:54) Ya Rasulullah, apakah mereka orang yang minum, mabuk atau mencuri setelah beramal kok takut? Apa kata beliau? Laisal amru kama tadunnin. Oh, ayat ini tidak seperti yang kamu pahami. Tapi yang maksudnya adalah mereka sudah melakukan ibadah, amal saleh, kebaikan. Salat, saum, dan seterusnya. sodqah. Tapi hati mereka takut amal-amalnya itu ditolak dan tidak diterima.
(46:28) Luruskan tuh kesalahpahaman mereka. Lihat kurang apa para sahabat. Hati mereka paling suci, paling bersih dibanding hati-hati manusia lain. Ilmu mereka bahasa Arab jago karena orang Arab. Iman mereka tinggi, daya hafal mereka kuat, dibimbing langsung oleh Nabi sallallahu alaihi wasallam, dipilih langsung oleh Allah untuk menjadi sahabat nabinya.
(46:58) Tapi ketika mereka mencoba memahami dengan ryu baik ayat ataupun hadis salah. Bagaimana dengan para ulama setelahnya yang segala-galanya di bawah para sahabat? Pastilah ada kesalahan, pastilah ada kekeliruan, baik pemahaman ataupun pengamalan. Maka pertama jangan dikurak-korek, jangan dicari-cari. Yang kedua, tidak boleh diekspos.
(47:32) Mengekspos kesalahan, kekeliran para ulama adalah gibah. Jangankan ulama, orang biasa ada kesalahan kita ekspos, kita omongkan, gibah. Tidak boleh. Mana pertama suudon kayaknya securiga si anu teh kitu-kitu tapi belum ada bukti, belum ada fakta, belum ada saksi gitu. Akhirnya dicari dapat. Setelah dapat diomongin gibah. Pertama suudon, kedua tajassus, ketiga gibah.
(48:02) Allah tiga-tiganya dirangkaan, dilarang. Ijtanibu minadonni inna ba’on wala tajassasu wala yag ba’dukum ba’do. Jauhi oleh kalian kebanyakan suudon. itu dosa. Jangan tajasus, jangan mencari-cari, mengorek-ngorek kesalahan. Jangan sebagian kalian menggibahi sebagian yang lain. Jadi pertama suudon si atuh kayak kayaknya melakukan kesalahan picurigaun. Lalu tajasus kita cari apa kesalahan.
(48:39) Tajasus tuh dapat benar ternyata kesalahannya. Lalu diekspos diomongkin gibah tiga ketiganya terlarang. Ini orang biasa. Ayuhibbu ahadukum. Suka enggak kalau salah seorang di antara kamu memakan daging bangkai saudara yang sudah mati? Saudara kita sudah mati dibiarkan seminggu. Setelah bau busuk baru dimakan. Kanibal.
(49:11) Jijik. Ya, sejijik itu gibah sama dengan memakan daging bangkai saudara kita yang sudah mati. Itu ke orang biasa. Apalagi kepada para ulama. Karena menggibahi para ulama bukan madarat kepada pribadi si ulama itu sendiri, tapi kepada agama dan dakwah ini. Maka dikatakan luhumul ulama lahmun masmumun. Daging para ulama itu daging yang beracun. Kalau daging biasa dimakan tapi mentah.
(49:56) Tapi itu daging orang kanibal fizik. Bagaimana kalau daging itu beracun begitu dimakan uh merusak organ dalam tubuh kita. Seperti itu menggibahi para ulama dosanya lebih gede karena bukan hanya merusak nama baik dari pribadi ulama itu, tapi dakwahnya juga rusak. Agama ini rusak. Tuh kan ahli agama.
(50:26) Kalau mengikuti ahli agama itu kayak gitu tuh. Makanya jangan terlalu percara kepada agama lah. Nah, kan gitu. Akhirnya kalau ulama sudah rusak, siapa lagi yang mereka mau dengar fatwanya? Kepada siapa lagi mereka mau belajar? Belajar tauhid, belajar ibadah, belajar muamalah, belajar akhlak kepada siapa lagi? akhirnya belot kepada bukan ulama pintar dalam urusan dunia tapi ditanya tentang agama ini bahaya.
(51:01) Kata Rasul sallallahu alaihi wasallam, “Innallaha la yantaziul ilma intizaan minanas wakin yaqbiduhu biqadil ulama hatta lam yabqimala fasuilu fauhairi ilmu flu wau hadis ini sahih riwayat Imam Bukhari dalam kitab Kitab Sahir Abri dalam bab dalam kitabul fitan tentang fitnah. Allah tidak akan mengambil ilmu ini dari manusia dengan cara mencabut ilmu ini dari kepala hafalan pemahaman manusia.
(51:48) Tadinya ulama tiba-tiba jadi bodoh, enggak. Tapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ternyata ada ulama yang tersisa, manusia tetap butuh bimbingan, butuh tokoh, tokoh buku, butuh panutan. Lalu mereka mengangkat orang-orang bodoh jadi pemimpin. Mereka ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu karena kebodohannya. Mereka sesat dan juga menyesatkan.
(52:19) Itu kalau ulama tidak ada. Ini ulama masih ada tapi dijauhi. Hanya karena ulama itu dianggap punya aib. Emang kalau selain ulama tidak punya aib, aibnya lebih banyak. Ulama tidak harus maksum dan tidak mungkin ada yang maksum baik pemahaman ataupun juga pengamalannya. Oleh karena itulah berkata Nabi sallallahu alaihi wasallam kepada orang yang suka tajassus, orang yang suka menggibahi, menyebarkan aib orang, ya masyar man amana bilisanih walam yadkhul fi qolbih lazul muslimin wala tattabiu auratihim fnahum tatab aurat akh
(53:14) um wahai orang-orang yang baru beriman dengan lisan, tapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya, hanya ngaku saja saya beriman. Tapi omongannya, perilakunya tidak mencerminkan seorang yang beriman. Suka suuduzon, suka tajasus, suka gibah. Allah menyatakan, “Ya ayyuhalladzina amanut minni inna ba’m wajas ba’dukum.
(53:54) ” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jauhi oleh kamu kebanyakan prasangka. Sebagian prasangka itu dosa. Jangan tajasus, jangan gibah. Jadi kalau beriman tapi masih kotor omongannya, dia baru beriman dengan lisan. Pengakuan saja. Hai orang yang baru beriman dengan lisan, tapi lisan iman itu belum masuk ke dalam dada dalam hatinya.
(54:22) La tuul muslimin. Jangan kalian menyakiti hati sama muslim. W tattabiu auratihim. Jangan juga kalian mencari-cari mengungkap aurat-aurat mereka. Siapa orang yang mencari-cari, mengorek-ngorek aurat saudaranya, Allah akan buka bongkar aib orang itu sekalikan orang itu ada di rumah ibunya. Aljazau min jinsil amal.
(54:54) Balasan akan disesuaikan dengan jenis perbuatan. Perbuatan kita mengungkit aib orang, aib kita diungkit oleh Allah dunia akhirat. Makanya itu perbuatan yang dibenci. Kalau kita melihat aib orang, tutup, rahasiakan. Sater namanya. Innallaha hayyun satirun yuhibbul hayya wasatr. Allah itu maha pemalu dan maha penutup.
(55:26) Allah mencintai sifat malu dan sifat penutup. maksudnya menutupi aib baik aib kita sendiri ataupun aib orang lain. Man satara musliman satarahullahu fid dunya wal akhirah. Siapa orang yang menutup aib seorang muslim, Allah akan tutup aib dia dunia akhirat. Kalau kita ingin aib kita terjaga, tidak terekspos, jangan coba-coba bongkar aib orang lain.
(55:56) Nanti aib kita dibongkar oleh Allahu azza waalla. Ya. Jadi ini ditujukan kepada orang yang menyakiti orang awam. Bagaimana kalau yang disakitinya, yang digibahinya, yang dicelanya adalah para ulama. maka madarat dan keburukannya jauh lebih besar daripada apabila dilakukan kepada muslim yang awam. Karena itulah maka nasihat yang kedua dari kita kepada para ulama adalah jangan mencari-cari kesalahan mereka, mencari aib-aib dan ee kekeliruan mereka.
(56:45) Jangan menggibahi mereka, jangan mencela mereka karena kesalahan atau karena kita tidak setuju dengan pendapatnya. Walaupun pendapat para ulama belum tentu salah, dipastikan kita yang salah. Kita mah tanpa ilmu, mereka mah dengan ilmu yang memandai. Inilah bentuk nasihat yang kedua dari kita kepada para ulama. bentuk yang ketiga, bentuk yang keempat, kelima dan seterusnya. Jumat depan kita akan bahas.
(57:27) Sekarang sudah habis waktu untuk menjelaskan, tinggal tersisa waktu untuk bertanya jawab. Dan seperti biasa hari Jumat dikhususkan tanya jawab untuk pendengar dan pemirsa Radio Roja yang akan dipandu secara langsung oleh Abu Lukman hafidahullah Fadol. Jazakallahu khairan. Kami sampaikan kepada Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala yang telah memberikan nasihatnya kepada kita dan membimbing kita di kajian edisi sore ini.
(57:57) Sekali lagi langsung dari Masjid Agung Al-Ukhwah Kota Bandung, Jawa Barat. Dan berikutnya kita akan angkat pertanyaan yang sudah masuk di 0218236543 melalui pesan WhatsApp, Ustaz. Baik, pertanyaan pertama dari Ibnu Yusuf di Kota Tangerang. Ustaz mohon bertanya. Fenomena Ustaz di kalangan umat saat ini banyak ulama, ustaz atau kiai yang sudah memiliki amanah ilmu dalam ryu mereka, Ustaz.
(58:30) Mengapa masih juga ada perbedaan, Ustaz? Contohnya dalam tradisi kegiatan seperti tahlilan setelah kematian. Padahal sudah banyak hadis maupun asar yang mengkategorikan kegiatan tersebut sebagai bidah mungkarah. Mohon penjelasannya, Ustaz. Syukran. Tafadol, Ustaz. Baik. Barakallahu fik. Lebih tepat pertanyaannya, apakah setiap orang yang berilmu pasti lurus, pasti memperoleh hidayah? ulama ikhtilaf dan ikhtilaf ini diungkap secara lebih detail oleh para ulama.
(59:13) Di antaranya Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Miftahud Daris Sa’adah dalam bab bahwa ilmu melahirkan hidayah. Lalu timbul penjelasan dari beliau. Para ulama ikhtilaf apakah orang yang berilmu pasti dapat hidayah? Ada yang menyatakan ya, ada yang menyatakan tidak selalu. Dan dalil Quran, sunah, dan realita yang ada menyatakan ada orang berilmu tapi sengaja menentang isi ilmunya.
(59:58) Padahal tahu itu salah, itu keliru, dan dia siap menerima azab. Ada berapa contoh? Pertama, si iblis laknatullahi alaih, beliau dia iman enggak kepada Allah? Pasti iman. Di langsung dengan Allah tanya jawab. Dia tahu enggak konsekuensinya kalau enggak mau sujud ke Adam, Allah murka? Tahu. Tahu enggak? Dia terancam kekal dalam neraka. Tahu. Itu sudah berilmu.
(1:00:33) Tapi dia sesiap menerima resiko dan konsekuensinya. Apa penyebabnya? Takabur dan hasad kepada Adam. Allah menyatakan waid malaikat liadama fasajadu illa iblis aba wastakbar wana minal kafirin. Ingat ketika kami berkata kepada para malaikat sujud kalian ke Adam. Semua sujud kecuali iblis. Malaikat sujud, iblis tidak. Aba dia enggak enggak mau. Enggan. Wastaqbaru dan takabur. Ini penyebabnya.
(1:01:12) Ketika ditanya, “Ma manaka alla tasjuda amartuk?” Apa yang menghalangimu untuk sujud? Maakaud amartuka. Ketika aku perintahkan apa dia bilang? Kelihat ketakaburannya. Ana khairu minhu khalaqtani minar walaqtahu minin. Karena aku lebih baik dari Adam. Kau ciptakan aku dari api. Engkau ciptakan dia dari tanah. Aku lebih baik. takabur.
(1:01:41) Penyebabnya takabur. Padahal dia tahu ini sudah berilmu, sengaja ilmunya dilanggar dan tahu konsekuensinya. Itu yang pertama. Contoh kedua, si Firaun. Si Firaun itu yakin dakwah Nabi Musa itu benar, terbukti, ril, nyata. Bagaimana tidak pernah diazab di dunia beberapa kali? Kalau tidak mau beriman diazab.
(1:02:16) Pertama, semua air di negeri Firaun saat itu jadi darah. Bayangkan bagaimana bisa minum, masak, mandi kalau semua jadi darah? Ya, jari cipen kata orang Sunda mah. Sampai mereka meminta, “Ya Musa minta kepada Allah agar Allah mencabut musibah ini. Kami akan beriman. Yakin Nabi Musa benar Allah itu ada berkuasa dicabut eh ingkar lagi turun lagi azab berupa di mana-mana ada bangkong.
(1:02:54) Naon bangkong teh lah yang suka ngaclog itu apa? Katak. Di mana-mana ada katak jari dei wa apalagi para wanita pada menjerit. Lihat bangkong jadi siksaan lagi minta lagi kepada Musa agar dicabut. Itu menunjukkan yakin Musa benar. Allah itu ada dan kuasa. Makanya Allah menyatakan tentang si Firaun dan bala tentaranya.
(1:03:28) Waajahadu biha wastaiqonatha anfusuhum dulman wauluwan. Mereka itu menentang dakwah Musa padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Ini kata Allah yang tahu hati si Firaun dan bala tentaranya. Wastaiqonat anfusum. Hati-hati mereka meyakini kebenaran dakwah Musa. Kenapa? Zulman wa ulu. Zalim dan sombong. Yang kedua, contoh ketiga, si Abu Lahab.
(1:04:00) Eh, bukan si Abu Lahab, Abu Jahal. Abu Jahal itu meyakini Nabi sallallahu alaihi wasallam itu benar, jujur. Salah satu keponakannya Islam, masuk Islam. Lalu bertanya, “Ya hai paman, pernahkah engkau ee apakah engkau menyangka bahwa Muhammad sallallahu alaihi wasallam itu berdusta dengan pengakuanmu?” Apa kata Abu Jahal? Wahai anak saudaraku, Muhammad itu tidak pernah berdusta sejak muda atas nama siapapun sampai kami menggelarinya dengan sebutan al-Amin.
(1:04:41) ” Maka sekarang setelah dia beruban, apa dia berani berdusta atas nama Allah? Demi Allah tidak mungkin. Muhammad berdusta. Meyakini kebenaran dakwah Nabi sallallahu alaihi wasallam. Lalu lim lam lam tuu kenapakah engkau tidak mentaatinya tidak mengikutnya tidak masuk Islam apa kata si Abu Jahal tadi karena antara kabilahku dengan kabilahnya bersaing dalam hal kemuliaan semuanya itu orang Quraisy nama suku bangsanya tapi kabilahnya berbeda. Ya.
(1:05:25) Apa beda suku bangsa dengan kabilah? Kabilah itu sejenis marga seperti di Sunda. Sunda suku Sunda. Tapi ada beberapa marga yang berbeda. Semuanya itu bangsawan. seperti ada marga Dinata, atau Iskandar Dinata, marga Kusuma seperti Umar Wiraha di Kusuma, wa marga winata, macam-macam tuh. Beda marga ini beda bersaing dalam hal apa? Kemuliaan.
(1:06:00) Rata-rata kami semua sama dalam kemuliaan. Kami melayani para jemah haji, memberi makan, memberi minum mereka juga sama. Tapi ketika Bani Abdul Muthalib menyatakan, “Di antara kami ada nabi.” Nah, ini kalah. Kalau kami mengakui bahwa Muhammad adalah nabi yang benar, kemuliaan kami kalah. Di kalangan kabilah kami tidak ada nabi. Makanya kami ingkari. Kami tidak mengakui kenabian Muhammad sallallahu alaihi wasallam.
(1:06:43) Ternyata bersaing dalam hal apa? Kemuliaan. Padahal mengakui kebenaran dakwah Nabi sallallahu alaihi wasallam. Ini contoh yang ketiga. Contoh keempat, Heraklius, penguasa Romawi yang mengalahkan Persia. Di apa namanya? Ada orang datang kepada Romawi menyampaikan ada orang namanya Muhammad mengaku nabi. Terus ditanya ternyata dia benar seorang nabi.
(1:07:15) Lalu apa dia bilang? Seandainya aku tidak khawatir pengikutku akan membunuhku, niscaya aku akan mengikutinya. Meyakini. Tapi karena takut kekuasaannya hilang, dia menentang. Walaupun meyakini kebenaran kenabian Muhammad sallallahu alaihi wasallam.
(1:07:41) Sampai di kemudian hari terjadi perang antara Muslim dengan Romawi dalam perang Muktah. Kaum muslimin 3.000 orang, mereka 200.000 orang. Tapi menang sampai tiga jenderal kaum muslimin meninggal. E Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, dan ee siapa adiknya? Ali bin Abi Thalib Jafar bin Abi Thalib. lalu diganti dengan Khalid bin Walid lalu menang perangi. Nah, lihat.
(1:08:15) Jadi ada orang tahu itu benar diingkari, tahu ini salah dilanggar. Kenapa? Semuanya motivasinya duniawi. Ada yang karena ketakaburan dan kesombongan. Ada yang karena dengki. Ada yang karena kehormatan, ada yang karena kehilangan kekuasaan. Oleh karena itulah kalau ada pihak-pihak tertentu meyakini ini salah tapi tetap dilakukan, di sana ada keuntungan.
(1:08:44) Seperti contohnya tadi tahlilan itu disebut bidah, bidah munkarah. Yang menyatakan bidah munkarah itu adalah ulama-ulama panutan para pelaku. Itu dalam ianatut tholibin dikatakan ini bud’ah munkarah, berpahala orang yang memeranginya. dalam bahsul matin fatwa para ulama kiai NU zaman dahulu itu juga begitu.
(1:09:13) Lalu ketika diunggit kenapa ya kalau ini dilarang nanti masyarakat memusuhi takut kehilangan pengikut. Kalau ini dilarang itu proyek loh. Ketika ada proyek itu dapat untung, dapat mimpin doanya, dapat amplop, dapat bakak, dapat konsumsi, macam-macam. Jadi semua orang yang berilmu mengetahui kewajiban sesuatu tapi ditinggalkan. mengetahui keharaman sesuatu tapi dilanggar, mengetahui benarnya sesuatu tapi ditentang rata-rata karena kepentingan dunia.
(1:09:59) Ini diungkit bukan oleh saya, oleh Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Miftahud Dari Saadah yang tadi itu yang kita bahas waktu Ramadan di selasau. Waktu apa? Waktu iktikaf mengkaji kitab itu kita dapati penjelasan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah ya. Wallahuam bisawab. Silakan lagi. Jazakallahu khairan ustaz atas jawaban dan nasehatnya.
(1:10:29) Dan berikutnya Ustaz masih pertanyaan melalui pesan WhatsApp di 0218236543 dari ahli di Bandung yang jangan hadir di sini, Ustaz. Pertanyaannya terkait nasihat bagi para ulama. Poin kedua yaitu tidak mencari-cari kesalahan para ulama dan mengorek-ngorek untuk membuka auratnya. Pertanyaannya, Ustaz, apakah salah jika kita mengingatkan teman dan sahabat dengan kesalahan satu orang dai yang jelas-jelas fatal dalam mengambil keputusan juga dalam berfatwa? Contoh dai tersebut misalnya di belakang jemaah merokok, bergaul dengan orang yang tidak
(1:11:08) sejalan agar kita sebagai muslim, Ustaz, dijauhkan dari ulama masuk. Mohon nasihatnya, Ustaz. Dan doakan juga agar Anda dan keluarga tetap istikamah dalam menuntut ilmu. Amin. Ya, semoga yang bertanya tadi Allah anugerahi, hidayah untuk istiqamah di atas sunah. Demikian juga kita semua yang ada di sini dan yang mendengarkan kajian ini lewat media sosial atau di mana saja berada.
(1:11:40) Kalau ada dai atau katakanlah ulama keliru, salah dan seterusnya, apa sikap kita? Ada dua jenis kekeliruan atau kesalahan. pertama pemahaman orang itu. Kedua akhlak, attitude, karakter. Seperti tadi merokok atau bahkan mabuk atau bahkan bentuk-bentuk maksiat lainnya.
(1:12:11) Ya, kalau kesalahan orang itu adalah salah dalam pemahamannya, fokus, koreksi, luruskan pemahamannya tanpa menyebut orang. baik orangnya, kelompoknya, organisasinya, wadahnya. Enggak. Itu termasuk kode etik di dalam berdakwah. Tidak boleh menyebut nama orang. Jemaah di sini atau di mana saja, pernah enggak mendengar saya menyebut nama orang dalam konteks mencela, menghina, atau menggibahi di dalam dakwah? Wallahi enggak pernah. Kalau ada bukti ingatkan saya saya akan tobat.
(1:12:56) Kita hanya fokus kepada pemahaman-pemahaman yang keliru. Umpama muktazilah itu bukan nama orang. Tapi itu sebutan oleh para ulama kepada orang-orang yang takdimul aql anin naql. Lebih mendahulukan akal daripada wahyu. Ya. Pemahamannya keliru begini begini.
(1:13:22) Salah begini berdasarkan ayat Quran, hadis, penjelasan sahabat, penjelasan para ulama tanpa menyebut contohnya seperti si fulan, enggak, enggak boleh. Itu tidak etis. Ya, itu yang pertama. Cuma sering ada orang yang mengadu domba. Kita enggak nyebut orang, kita hanya fokus membahas amalan. Ini dibenturkan dengan ustaz lain yang pemahamannya kayak gitu. Seolah-olah kita langsung mengkritik ustaz lain itu kan gitunya.
(1:13:50) Ini enggak beradab ini. Siapapun orangnya walaupun dari kalangan ikhwan-ikhwan ahlusunah yang ngaji ke kita terus membongkar aib orang dengan menyebut namanya. Enggak enggak etis itu enggak boleh. Apa akibatnya? Akibatnya melebar fitnah dibenturkan dengan ustaz-ustaz kita, dibongkar juga ustaz-ustaz kita.
(1:14:14) ini hanya karena pancingan si fulan ini enggak boleh seperti itu. Ya, jadi fokuslah me meluruskan, mengoreksi, membantah pemahaman yang kelil secara ilmiah dan adab dengan hikmah. Enggak boleh ada celaan, enggak boleh ada hinaan, enggak boleh memberikan laqab-laqab yang buruk, apalagi vonis dasar si calon ahli neraka. Oh, enggak boleh sama sekali.
(1:14:41) Ini yang pertama ya. Kedua, kalau orang itu walaupun ahlusunah tapi bermaksiat, kita melihat maksiatnya, haram bagi kita mengungkit maksiat orang tersebut. Mengungkitnya gibah. Kalau gibah ini ditujukan kepada orang yang berilmu itu sama dengan memakan bangkai yang beracun tadi. Kita doakan ampunan bagi dia.
(1:15:15) Pertama, kalau kita memiliki akses untuk b komunikasi sama dia, tabayun. Kalau benar dia gak usa maksiat maka nasihati di belakang. Jangan diekspos. Akibatnya akan timbul fitnah. Coba kalau ada umpama orang ustaz merokok diekspos. Fitnahnya luar biasa. Orang itu. Jadi diungkit semua keburukan-keburukan dibenturkan sama musa lain.
(1:15:51) Kalau orangnya itu qanaah, tulus, ikhlas, dia akan ya saya keliru, saya tobat, jangan ikuti saya. Yang bahaya kalau dia terhasut setan. Kamu enggak boleh jatuh sendirian. Ajak orang lain untuk jatuh. Akhirnya orang itu bisa menyebut nama-nama ustaz lain yang sama sekali tadinya tidak berkaitan. Uh, akhirnya fitnahnya menyebar.
(1:16:23) Ingat, apapun motifnya itu termasuk gibah yang tidak boleh diungkit. Kalau ada orang yang bermaksiat tutup man satar musliman satarahullah fid dunia wal akhirah. Siapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aib dia di dunia dan akhirat. Tapi sebaliknya siapa orang yang membuka aib seorang muslim Allah akan buka aibnya dunia dan akhirat walaupun dia ngumpet-ngumpet. Kita wajib takut dengan hal itu.
(1:16:53) Terutama takut azabnya di akhirat dan takut bangkrut kita, pahala kita habis, dosa kita numpuk hanya karena apa? Mengungkit aib orang. Maka kalau berdakwah hindari menyebut nama orang dalam konteks mencela, menyalahkan, menyedutkan, hindari mengungkit dosa-dosa dan maksiat orang tersebut. Walaupun nyata-nyata berdosa dan rahasiakan tutup. Jangan sampai diekspos jangan sampai dibongkar.
(1:17:25) Dan apabila ada orang yang pemahamannya salah cukup kita membantah kesalahan-pemahannya secara ilmiah dengan adab. Itulah etika beramar makruf nahi munkar. Wallahuam. Terakhir ya. Silakan. Jazakallahu khairan ustaz atas penjelasannya. Dan untuk berikutnya pertanyaan terakhir masih melalui pesan WhatsApp Ustaz dari Bapak Ahmad di Jakarta dan juga penanya lain Ustaz.
(1:17:54) Bagaimana kita menyikapi seseorang yang terbukti tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai pemimpin termasuk dalam agama, Ustaz. Namun akhirnya terpilih sebagai pemimpin. Tafadol ustaz dalam agama. Termasuk dalam agama Tib. Barakallahu fik. Pertama kalau ada orang bodoh dianggap ulama ya jangan dengar. Dan banyak yang seperti itu.
(1:18:24) Khutoba disebutnya itu oleh Rasul sallallahu alaihi wa alihi wasallam dengan sebutan yang kita kurang s untuk mengucapkannya ya. Takut ada pihak-pihak yang tersinggung. Kalau ada orang bodoh tapi diulamakan ya sudah jangan dengar saja. Itu pertama. Yang kedua, kalau ada orang yang enggak layak memimpin, tapi karena sistem terangkat menjadi pemimpin untuk level apapun.
(1:19:05) Ini ada yang begitu real atau hanya khayalan. Kalau anggap saja real, apa yang terjadi? Inilah azab. Bagi siapa? bagi rakyat yang dipimpinnya. Karena Imam Ibnu Qayyim menyatakan pemimpin itu cermin dari kondisi rakyatnya. Kenapa di zaman sahabat orang yang jadi pemimpin itu orang-orang selevel Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali? orang-orang teradil sebagai seorang pemimpin karena hadiah anugerah dari Allah atas kesalehan rakyatnya.
(1:19:53) Rakyatnya itu saleh-saleh dianugerahi oleh Allah pemimpin yang adil khulafaur rasyidin. Sejahtera mereka. Keadilan itu merata sampai ketika zaman Umar bin Khattab radhiallahu anhu. Kalau ada di pinggir jalan seekor keledai yang terperosok kepada lubang karena kelalaian Umar, niscaya Umar harus mempertanggungjawaban di hadapan Allah pada hari kiamat nanti.
(1:20:24) Jalan bolong kemudian membuat si keledai terperosok. Merasa dosa tuh. Bayangkan kalau yang terperosoknya mobil, motor, gerobak dan itu banyak bolongnya bukan satu dua gitu ya. Lihat ini yang pertama. Jadi kenapa mereka dianugerahi pemimpin yang bijaksana itu hadiah anugerah dari Allah atas kesalehan rakyatnya.
(1:20:50) Ketika rakyatnya mulai menyimpang dari aturan Allah, Allah azab dengan cara apa? Diberi pemimpin yang akan menyengsarakan mereka. Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah kan banyak kekacauan ya. Ada orang yang protes, “Ya Ali, ketika kami dipimpin oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman, Adem ayam enggak ada kekisruhan peperangan yang terjadi.
(1:21:21) Tapi kenapa ketika engkau jadi pemimpin keadaan seperti ini?” Apa jawab Ali? Ali cerdas. Karena ketika yang memimpin orang-orang seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman, rakyat yang dipimpinnya seperti aku. Ketika aku jadi pemimpin, rakyat yang dipimpinnya seperti kamu. Jadi kalau umpamanya umat Islam masih jauh dari Islam, ngaku Islam melanggar syariat Allah, mengadopsi keyakinan orang-orang kafir, asal berasal dari barat dianggap modern, dianggap benar, dianggap bagus.
(1:22:03) Syiar Islam tidak nampak akidahnya campur aduk berbau syirik, berbau kufur. Terus ibadah diabaikan, muamalah dilanggar, ada riba, ada tipu, ada gor, akhlaknya pejat, aurat tidak tertutup, rakyatnya mayoritas begitu. Apa mungkin Allah anugerahi pimpinan yang adil? Jangan mimpi.
(1:22:35) Oleh karena itulah untuk melahirkan pemimpin yang saleh, kembangkan dakwah, salehkan umat. Nah, ini peran dakwah. Mensalehkan rakyat itu bukan peran para penguasa. ada penguasa perang, tapi para ulama dakwahi semuanya sehingga saleh. Dari kesalehan itu nanti Allah lahirkan pemimpin sebagai hadiah atas kesalehan rakyatnya.
(1:23:04) Jadi kalau rakyatnya itu masih jauh dari Islam, pastilah Allah akan memberikan pemimpin yang buruk yang akan menyengsarakan mereka sebagai azab bagi mereka. Ya. Dan ini adalah kegagalan dalam hal dakwah. Pergencar dakwah walaupun pasti banyak penghalang. Ketika dakwah itu menyebar, orang-orang mau mengenal Islam mulai ibadah secara benar. Mulai mengenal sunah, meninggalkan bidah.
(1:23:37) Mulai berpegang teguh kepada syariat meninggalkan adat. mulai umpamanya ee memperhatikan rambu-rambu syariat dalam bermuamalah, mulai menutup aurat, mulai berakhlak mulia, maka ini hasil dari dakwah dari komunitas yang saleh seb akan lahir pemimpin yang saleh. Coba bayangkan sistem pemilihan pemimpin sekarang. Siapa yang milih? Rakyat langsung.
(1:24:07) Kalau rakyatnya jauh dari Islam, enggak mungkin memilih pemimpin ulama. Dalam benaknya kalau ulama jadi pemimpin nanti akan terbelenggu. Bisa-bisa semua orang wajib jilbab. Bisa-bisa nanti minuman keras terlarang, tempat hiburan-hiburan malam terlarang, bioskop-bioskop bakal ditutup, bank-bank ribawi bakal ditutup, menjamur ee apa bank-bank Islam. Menderita para ahli maksiat.
(1:24:34) Karena itulah maka mereka tidak mungkin memilih pemimpin yang saleh. Pasti lihat pemimpinnya siapa kira-kira yang kalau memimpin nanti bebas bermaksiat, kalau memimpin bebas mabuk, kalau memimpin bebas membuka aurat. Itu yang dipilih tu.
(1:24:58) Sekali lagi terangkatnya seorang yang enggak layak jadi pemimpin itu azab yang Allah berikan kepada rakyatnya. karena jauhnya mereka dari agama ini ya. Apa yang harus kita lakukan? Ya, tadi pertama sabar. Nerima ini sebagai sebuah ee ketentuan Allah. Tetaplah taat kepada Allah di atas rambu track on the track syariat Allah. Dakwahkan Islam sebaksimal yang kita bisa.
(1:25:26) Insyaallah kita punya andil yang baik untuk menyebarkan kebaikan dan insyaallah ada reward pahala perhitungan dari Allah dunia dan akhirat. Cukup ya sampai di sini. Insyaallah kita jumpa lagi di hari Jumat yang akan datang. Subhanakallahum wabihamdik ashadu alla ilahailla anta astagfiruka wa atubu ilaik. Walhamdulillahiabbil alamin.
(1:25:51) Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam. warahmatullahi wabarakatuh. Kami ucapkan jazakallahu khairan kepada Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala yang telah membimbing kita di kajian edisi sore ini langsung dari Kota Bandung tepatnya di Masjid Agung Al-Ukhwah Wastu Kencana Jawa Barat. Dan kami ucapkan pula jazakumullahu khairan untuk jemaah Masjid Agung Al-Ukhwah serta sahabat Raja di mana pun Anda berada.
(1:26:19) Semoga ilmu yang kita pelajari di kesempatan sore hari ini menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan Anda dapat menyimak kembali kajian bersama Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala di setiap hari Jumat sore pukul 16.00 waktu Indonesia bagian barat langsung dari Bandung, Jawa Barat.
(1:26:42) Kami dari studio mohon maaf atas segala kekurangan mohon undur diri. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Leave a Reply