Ustadz Abu Haidar As-Sundawy | Kajian Islam Ilmiah

Gunakan Ctrl + F untuk mencari kata
Klik kata tersebut untuk menuju pada video YouTube

(6) [LIVE] Ustadz Abu Haidar As-Sundawy | Kajian Islam Ilmiah – YouTube

Transcript:
(00:04) menebar cahaya sunah asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah wasalatu wassalamu ala rasulillah wa ala alihi wasahbihi wa mawala. Saudaraku seiman dan seakidah sahabat Raja di mana pun Anda berada, masih bersama dengan kami di saluran tilawah Al-Qur’an dan kajian Islam. Dan di kesempatan sore hari ini kembali kami sambungkan Anda dengan kajian ilmiah yang kami pancar luaskan dari Masjid Agung Al-Ukhwah Kota Bandung, Jawa Barat bersama Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala. Dan di kesempatan sore ini kita akan mengkaji sebuah tema
(00:59) yang sangat penting dan menarik yakni nasihat bagi penguasa. Saudaraku seiman dan seakidah, kami ajak Anda untuk menyimak kajian ini dan juga Anda dapat bertanya jawab. dengan mengirimkan pertanyaan melalui pesan WhatsApp atau melalui L telepon di 0218236543. Baiklah, untuk selanjutnya kita akan simak nasihat dari Al Ustaz kepada Al Ustaz Falitafadol Maskuro.
(01:28) Bismillahirrahmanirrahim. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi rabbil alamin wabihi nasta’in ala umurid dunya waddin wal aqibatulil muttaqin wala udwana illa aladzolimin. Wa ashadu alla ilahaillallah al malikul haqqul mubin wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh. wail amin wasalatu wasalamu ala asrofil iyaai wal mursalin waa alihi wa ashabihi ajmain waman tabiahum biihsanin ila yaumiddin w’ad hadirin jemaah masjid agung al-ukhuwah Bandung para pendengar radio tarbiah sunah Bandung pendengar radio Rojak di beberapa kota dan radio-radio
(02:36) lain, pemirsa Roja TV dan TV-TV lain dan para netizen di mana saja Anda berada. Kembali kita berjumpa melanjutkan kajian tentang nasihat. Agama adalah nasihat bagi siapa? Bagi Allah, bagi kitabnya, bagi rasul-Nya. Tiga poin itu sudah kita terangkan di beberapa Jumat yang lalu. Yang keempat, wali aimmatil muslimin.
(03:15) Agama ini juga nasihat bagi imam-imam kaum muslimin. Sudah diterangkan ada dua macam imam. Imam dalam perkara agama yaitu ulama. Dan itu sudah dijelaskan Jumat yang lalu. Dan yang kedua, imam dalam masalah kekuasaan. Aimmatus sultan, aimatul quwwah. Keimaman dalam hal kekuasaan. Merekalah para umar. Merekalah para penguasa.
(04:03) Penguasa yang muslim memiliki hak atas kita sebagai rakyatnya dengan dua macam hak. Pertama, hak umum karena mereka muslim seperti umumnya kaum muslimin. Haqul muslim alal muslim dalam satu hadis khamsun. Dalam hadis lain, sittun hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima atau enam. Kalau berjumpa salam dan seterusnya itu hak secara umum.
(04:43) Kedua, hak khusus. Karena mereka memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai pemimpin yang mengurus urusan duniawi kita dan akhirat kita. Menyangkut waktu pelaksanaan ibadah seperti awal Ramadan, awal Syawal, awal Zulhijah, awal setiap bulan. Nah, jadi nasihat kita kepada pemimpin sesuatu yang wajib kepada penguasa.
(05:28) Adapun rincian dari nasihat kita kepada para penguasa adalah pertama mentaati mereka dalam kebaikan. Allah menyatakan, “Ya ayyuhalladzina amanu atiullaha wa atiur rasul wa ulil amri minkum.” Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada rasul dan kepada ulil amri minkum di kalangan kalian.
(06:09) Maksud kalian di sini, ya ayyuhalladzina amanu, di kalangan orang-orang yang beriman, makna iman di sini bukan alimanul mutlaq, tapi mutlaqul iman. Bukan keimanan yang sempurna, tapi umumnya keimanan. Asal dia punya iman sesedikit apapun bukan kafir terkena dengan seruan ini. Sama dengan ya ayyuhalladzina amanu kutiba alaikumusam.
(06:46) Hai orang-orang beriman, wajib diwajibkan bagi kamu saum. Iman apa di sini? Apakah keimanannya sempurna? Bukan. Tapi asal memiliki iman walaupun kecil, kebanyakan berdosa besar, fasik atau zalim, tetap terkena kewajiban saum. Tidak mentang-mentang saya mah masih fasik, masih zalim, belum mukmin sejati, jadi tidak terkena kewajiban saum. Enggak begitu.
(07:23) Sebab yang dimaksud iman di sini adalah mutlaqul iman. Iman secara mutlak, secara umum asal ada keimanan dalam hati terkena seruan ini. Begitu juga ulil amri di antara kalian wajib ditaati selama ada iman. Sekecil apapun iman walaupun fasik atau zalim. tidak mentang-mentang ini penguasanya tidak beriman, fasik, zalim dan seterusnya. Jadi tidak harus taat.
(07:51) Enggak. Kalau begitu nanti orang yang fasik yang saum tidak wajib. Yang fasik, yang zalim enggak wajib saum dong. Tetap terkena. Jadi ulil amri atau penguasa selama dia muslim walaupun yang zalim ataupun yang fasik wajib ditaati dalam kebaikannya. Sebagaimana sabda Rasul sallallahu alaihi wasallam dalam hadis riwayat Imam Abu Daud dan Imam at-Tirmidzi dengan sanad yang sahih.
(08:35) Usikum bqwallahi azza waalla wasami wah wain taammar alaikum abdun hamsiyun. Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. untuk mendengar kepada pemimpin dan taat. Sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang hamba yang habsyi. Hamba Habsyi itu hamba yang secara sosial rendah. Orang Habsyi juga hamba sahaya.
(09:14) Budak lebih rendah lagi satu sosialnya. Tapi ketika dia diangkat menjadi pemimpin, maka wajib kita taati. Tapi hanya dalam hal yang baik saja. Adapun ketika penguasa itu memerintahkan kepada keburukan, dosa, kemaksiatan, maka tidak boleh untuk ditaati bahkan didukung. Tidak boleh.
(09:53) Nabi sallallahu alaihi wa alihi wasallam menyatakan, kata beliau, “La thaata limakhluqin fi maksiatil khaliq.” Tidak boleh taat kepada makhluk ketika makhluk itu bermaksiat kepada sang khaliq, kepada Allah Subhanahu wa taala. Tidak boleh. Ini yang pertama. Yang kedua, Nabi sallallahu alaihi wa alihi wasallam pun pernah dalam salah satu hadis yang sahih riwayat Imam Abu Daud, Imam at-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah.
(10:42) Ismau hal samahu sayakunu ba’di umaraman alaihim fasdaqahum bikadihim waahum ala dululmihim falaisa minniastu minhu waisa biwaridin al al alayal khaud alayal khud Dengar oleh kalian. Apakah kalian pernah mendengar bahwa nanti sepeninggalku ada penguasa-penguasa yang jahat? Siapa yang masuk kepada lingkaran mereka lalu membenarkan kebohongannya, kedustaannya dan membantu kezalimannya.
(11:39) Pokoknya mah mau benar mau salah karena ini pemimpin didukung terus dustanya dibenarkan, kezalimannya dibela. Kata Nabi sallallahu alaihi wasallam, “Laisa minni wasastu minhu.” Orang itu bukan termasuk golonganku dan aku juga termasuk tidak termasuk golongan mereka dan orang itu tidak akan berjumpa denganku di khud.
(12:12) Khud itu telaga Nabi sallallahu alaihi wasallam. Orang itu tidak akan bisa meminum air dari telaga tersebut. Apa makna dari hadis ini? Berkata para ulama ketika menerangkan hal ini, di antaranya Syekh bin Baz rahimahullahu taala, “Faidza dakhala alaihim bit taujih wal irsyad wataktifar watakfifus syar.” Had hual matlub.
(12:53) Amma dakala alaihim liyu aladulmi wausodum bil kadib falmum nasallahaliah. Mana hadis ini? Bila seorang muslim masuk ke lingkaran penguasa untuk menuntun, untuk mengawal agar tidak keluar dari jalur kebenaran. atau untuk meminimalisir kejahatannya. Inilah yang dituntut oleh syariat. Bila kita punya akses memperbaiki penguasa ini dari dalam tanpa dikhawatirkan dirinya larut terjerumus ke dalam kezaliman mereka, murni untuk meluruskan ini bagus.
(13:45) Adapun apabila masuk ke lingkaran penguasa untuk membela mereka dalam hal kezalimannya, membenarkan kedustaan penguasa. Karena penguasa seringkiali berdusta memberikan informasi yang tidak benar kepada rakyatnya untuk melindungi kejahatannya. Orang-orang yang di lingkaran terdekatnya tahu, bukannya dinasihati, diingatkan, diluruskan, ikut dibela, dico-cover kedustaannya.
(14:22) Bahkan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Inilah yang tercela yang semoga Allahu azza wa jalla menyelamatkan kita dari orang-orang seperti ini. Dari Ummu Salamah radhiallahu anha berkata Rasul sallallahu alaihi wasallam, “Satakunu umaro fatrifuna watudakiruna faman arafa baria waman nakaro salima walakin man rod waaba Q mau nanti akan muncul penguasa-penguasa.
(15:18) Kalian kenali mereka tapi kalian ingkari karena kejahatannya. Siapa yang mengetahui kejahatannya dan tidak ikut di dalamnya, maka dia akan terlepas dari ke kesalahannya. Siapa yang mengingkari dia akan selamat. Tapi siapa yang rida dan mengikutinya karena dia memiliki keuntungan dalam hal itu, maka dialah yang tercela dan dia akan binasa.
(16:05) Jadi kalau si pemimpin tersebut melakukan menetapkan aturan yang keliru, yang salah, maka haram untuk didukung, dibela, dico-cover, tapi harus diingatkan. Dan ini salah satu di antara bentuk nasihat kepada para penguasa. Ini yang pertama. Kedua, waminaniahum hiya anan masa musawaim wa tansurha bainanas. Di antara bentuk nasihat kepada penguasa adalah menahan diri dari keburukan-keburukan mereka yang kita tahu enggak boleh disebarkan, enggak boleh diekspos.
(17:07) Terus yang kita lakukan gimana? Waan nubadil lahum anasihahna bil mubas kunna nastati. kitabahu ahyanan maatiul insan lahumul kitabah walau kataba lam tasil ilal masul yang harus kita lakukan kalau kita mampu mengoreksi secara langsung, secara lisan. Lakukan kalau tidak, maka dengan tulisan surat. Kalau tak mampu juga sampaikan ke orang yang bisa menyampaikannya.
(18:07) Ada pengaduan langsung ke kotak pos sekian. Walaupun itu juga belum tentu sampai ke pemimpinnya ya. Kalau itu juga tidak mampu, bersabarlah. Walaupun mereka itu jahatnya nauzubillah sampai menyiksa, sampai merampas harta. Loh, kok diam? Itulah yang difatwakan atau diadfiskan oleh Nabi sallallahu alaihi wasallam. Ini syariat wahyu.
(18:45) Kata Rasul sallallahu alaihi wasallam dalam hadis yang diterima dari Auf bin Malik radhiallahu anhu. Khiarukum aimmatukumulladzina tuhibbunahum wa yuhibbunakum. Waasilluna alaikum watasilluna alaihim wasiraru aimmatikum alladzina tabunahum wabunakum watalanunahum waalanunakum qil ya rasulullah afala nunabiduhum bisaif faqal waum Pemimpin terbaik di antara kalian adalah pemimpin yang menc kalian mencintai mereka, mereka juga mencintai kalian.
(19:53) Mereka menyambung hubungan dengan kalian, kalian juga menyambung hubungan dengan mereka. Atau boleh juga mereka mendoakan kebaikan bagi kalian, kalian juga mendoakan kebaikan bagi mereka. Itu pemimpin yang baik, terjalin hubungan komunikasi yang baik, saling mencintai, saling mendoakan kebaikan. Dan pemimpin-pemimpin terburuk di antara kalian adalah pemimpin yang membenci kalian sebagai rakyatnya. Kalian pun benci mereka.
(20:37) Mereka melaknat kalian, kalian juga melaknat mereka. Saling laknat, saling benci. Ada pemimpin yang kayak begini dengan rakyatnya? Ada di negara entah berantah, entah di mana. Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, tidakkah kita memberontak kepada mereka dengan pedang?” Ada tuh pikiran itu tuh. Kalau jahat angkat saja pedang, angkat senjata.
(21:09) Ditanyakan kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam, apa jawab beliau? lah enggak boleh masalah selama mereka masih salat. Waitum dan apabila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, faqrahu amalah. Benci saja amalannya walau yadan min thain. Dan jangan kalian mencabut ketaatan dari mereka. Ya, tetap harus taat dalam hal yang baiknya, tapi tidak boleh taat dalam hal yang buruk-buruknya.
(21:57) Hadis lain dari Hudzaifah al-Yamani berkata, Rasul sallallahu alaihi wasallam, “Yakunu ba’di aimmatun la yahtaduna bihudai wala yastannuna bisunnati. Wasumu fim rijalun qulubuhumubusin fi jmani intu asna ya rasullahasil amir wa akaka fasma wa coba bayangkan akan muncul setelah Lahku pemimpin-pemimpin yang tidak mengambil petunjukku ketika memimpin.
(22:55) Semau-mau mereka tidak mengambil sunahku ketika mengelola kekuasaannya. Dan akan muncul di kalangan mereka beberapa laki-laki di kalangan pejabat dari penguasa ini. Hati mereka adalah hati-hati setan. Tapi jasadnya jasad manusia. Ada pejabat yang kayak begini. Kata Nabi, “Akan ada nanti tanpa menyebut negaranya.” Kata Hudzaifah, “Aku bertanya, “Apa yang harus aku lakukan ya Rasulullah?” Coba perhatikan pertanyaan ini.
(23:32) Ditanyakan oleh sahabat kepada Nabi alaihialatu wasalam. Beliau menjawab, “Tasma watulil amir.” Kamu dengar, kamu taati pemimpin itu. Waak maaka. Walaupun pemimpin itu memukuli punggungmu, merampas hartamu. Fasma wa. Dengar dan taati. Apa? Nabi sallallahu alaihi wasallam salah. Masa gitu-gitu amat harus diam. kata Nabi sallallahu alaihi wasallam.
(24:04) Dan beliau tidaklah berbicara kecuali dengan wahyu. Hadis ini sahih riwayat Imam Muslim dalam kitab Sahih Muslim. Ketika menjelaskan hal ini berkata para ulama di antaranya Syekh bin Bas rahimahullahu taala kata beliau laisa min manhaji salaf attasyir biubil wulad wakarika alal manabir liika yufdial faud waamuf allzi anasihah fahum waan wal kitabah ilaihi it ulama alladina yattiluna bihi hatta yuwajha ilal khair tidak termasuk bagian dari manhaj salaf mengumbar mengekspos Aibaib-aib penguasa
(25:15) mengatakan hal tersebut di mimbar-mimbar, kalau sekarang di media sosial-media sosial. Karena hal itu bisa menimbulkan kekacauan dan menyebabkan rakyat tidak mendengar, tidak taat. termasuk dalam hal yang makrufnya juga menimbulkan perbincangan yang hanya memberikan madarat dan tidak bermanfaat. Tapi cara yang harus diikuti di kalangan para ulama salaf ketika ada penguasa yang jahat seperti itu adalah memberi nasihat antara dia dengan penguasa. Kalau enggak dengan surat atau dengan menghubungi ulama yang punya akses
(26:04) kepada penguasa untuk diluruskan kalau tidak bersabar atas kezaliman mereka. Berkata Imam an-Nawawi dalam kitab syarah Sahih Muslim. Ajmaal ulama ala wujubi thatil umaro fi ghairi makiah. Para ulama telah ijma ini kata Imam an-Nawawi tentang wajibnya taat kepada penguasa selama bukan pada hal yang maksiat.
(26:45) Lalu beliau pun menyatakan, “Wa ammal khuruju alaihim waqitaluhum faharamunijmail muslimin wau fasikinimin waqadohartil ahadit bimakna maakuhu wa ajma ahlusunah ala annahu la la yanilus sultan bil fisq.” Adapun keluar memerangi mereka, mengangkat senjata untuk memerangi mereka, maka haram berdasarkan ijma kaum muslimin. Walaupun mereka fasik, walaupun mereka zalim.
(27:26) Hadisnya tadi riwayat Muslim dari Hudzaifah alyamani. Walaupun penguasa itu memukuli punggungmu dan merampas hartamu sejahat itu. Jangan dilawan ini dengan otak. Masa gitu-gitu amat si diam terus. Ini hadis Nabi sallallahu alaihi wasallam yang kemudian dijelaskan oleh para ulama di antara Imam an-Nawawi yang barusan.
(27:57) Karena itu termasuk di antara salah satu nasihat kepada penguasa adalah tadi pertama mentaatinya, yang kedua menahan diri. Jangan sampai mengumbar aib-aib dan kejelekan-kejelekan mereka. Yang ketiganya, tidak boleh memberontak dan memerangi mereka, apalagi mengkudeta mereka. Ketika menjelaskan masalah ini berkata As Syekh Muhammad bin Shoh Al-Utsimin rahimahullahu taala kata beliau, “Amma nasru musawahim falaisa bihi udwanun syaksiyun alaihim faqat bal hua udwanun syaksiyun alaihim waal umati jamian. lial umuru
(29:05) minalqati umuriha wulah. Adapun menyebarkan keburukan mereka bukan hanya menimbulkan permusuhan pribadi antara si pencela dengan penguasa, tapi melebar. menimbulkan permusuhan di kalangan umat. Ada yang pro ke penguasa, ada yang kontra. Yang mencela penguasanya seorang, tapi yang proya ribuan atau jutaan.
(29:52) yang disela penguasa seorang tapi yang membelanya lebih banyak lagi. Para pembela ini dengan para pembela itu akhirnya berantem di semua bidang di forum-forum diskusi sampai keluar cacian dan makian, ancaman dan yang sejenisnya di media-media sosial kan gitu ya. kacau apa tidak tuh? Kacau. Dan ini efek buruk dari menyebar keburukan seorang penguasa.
(30:30) Apabila umat dipenuhi dada mereka dengan benci dan hasad kepada ulil amri, apa yang terjadi? Banyak madaratnya. pertama tidak akan taat kepada aturan yang baiknya sekalipun. Yang kedua, lahir gibah berjamaah bahwa mereka itu salah, zalim, fasik, benar. Zalim, fasik, dan jahat benar umpamanya.
(31:08) Tapi mengeksposnya adalah gibah yang tidak diperbolehkan. Sudah kita terangkan menggibahi pribadi seseorang yang enggak punya pengaruh di kehidupan sosialnya itu aja sudah haram. Bayangkan kalau mengibahi orang yang punya power, punya pengaruh di segala bidang, bidang sosial, bidang politik, bidang ekonomi, semua bidang terpengaruh dengan hal ini, maka tentu saja akan lebih besar lagi madaratnya.
(31:44) Berdasarkan hal itulah maka wajib bagi kita untuk menahan diri dari menyebarkan keburukan-keburukan mereka dan menahan diri dari mencela mereka. Itulah yang ketiga. Yang keempat, salah satu di antara nasihat kepada mereka adalah mendoakan kebaikan mereka bagi mereka dan tidak mendoakan keburukan atas mereka.
(32:40) Kenapa demikian? Berdasarkan banyak dalil. Di antaranya berkata Imam Albarbahari dalam kitab Syarhus Sunah. Wa roitarula yadu alultan faam annahuhibu hawa wa samuladu lultan bah faham annahuhibus sunah insyaallah apabila engkau melihat seseorang mendoakan keburukan kecelakaan kepada penguasa di sini disebut ala ala sultan pakai ala bukan pakai l.
(33:37) Kalau pakai ala berarti mendoakan keburukan. Kalau engkau melihat seseorang mendoakan keburukan kepada sultan, ketahuilah bahwa dia pengikut hawa nafsu. Apabila engkau melihat seseorang yadu lisultan bisalah, dia mendoakan kebaikan bagi sultan. Lisultan fa’lam annahu shohi sunah. Insyaallah.
(34:10) Ketahuilah dia itu adalah pengikut sunah. Insyaallah. Lalu Imam albarbahari mengutip ucapan Fudhail bin Iyad rahimahullahu taala. Kata beliau, “Lau kana li,” bukan ala nih ya. Lau kana liwatun mustajabatun ma ja’altuha illa fultan. Seandainya aku memiliki doa kebaikan yang mustajab, doanya doa kebaikan bukan keburukan. Niscaya tidaklah aku jadikan kita tidak akan aku panjatkan doa ini kecuali untuk penguasa. Semoga penguasa diberi hidayah.
(34:58) Lalu orang-orang bertanya, “Kenapa demikian?” Beliau menjawab nafsam taudni wa jauh fona shha fha bhi al ibad wal bilad faarumirnaadahum bah walam numar anadu alaihim wainjaru wamu lianna jaurah wulmahum Karena kata Fudil bin Iyad, kalau doa ini aku tujukan untuk diri sendiri, maka hanya untuk kepentinganku seorang.
(35:53) Tapi kalau aku doa ini aku panjatkan untuk penguasa memanjatkan doanya kepada Allah. Isi doanya bagi kebaikan penguasa. Lalu penguasa itu saleh, maka dengan kesalehannya maslahatlah urusan hamba dan urusan negara. Maka kita diperintahkan untuk mendoakan kebaikan bagi mereka dan tidak diperintahkan untuk mendoakan keburukan bagi mereka walaupun mereka jahat dan zalim.
(36:34) Kejahatan dan kezaliman mereka untuk mereka sendiri. Adapun kesalehan mereka untuk mereka dan juga untuk rakyat seluruhnya. Berkata Ka’ab al-Akbar, inna likulli zamanin malikan yabatuhullahu ala nahwi qulubi ahli. Faid arhahum ba alaihim muslihan. Waidza arakahum ba alaihim mutrohim. Ketika menjelaskan kenapa bisa muncul pemimpin yang zalim di kalangan rakyat.
(37:27) Munculnya pemimpin yang zalim, Allah yang ngatur. Kenapa Allah memberi pemimpin zalim kepada masyarakat itu disebabkan karena rakyatnya juga zalim. Allah menyatakan dalam Al-Qur’anul Karim beliau Allah menyatakan dalam surah Al-An’am 129. Wadalika nuwalli ba’dimina ba’d bima kanu yaksibun.
(38:04) Demikianlah kami berikan kekuasaan kepada orang zalim terhadap masyarakat yang zalim karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Makna ayat ini ada empat. Salah satunya kita tidak akan bahas empat-empatnya. Salah satunya penjelasan seorang mufassir namanya Ibnu Zaid. Beliau menyatakan makna ayat ini adalah Allah akan memilihkan pemimpin yang zalim bagi rakyat yang zalim.
(38:39) Kalau rakyatnya zalim kepada sesamanya, Allah akan mengazab mereka dengan cara memberikan pemimpin yang zalim yang akan berbuat zalim juga kepada rakyatnya. Makanya para ulama menyatakan, “Kama takununa yuwalli alaikum ummalukum a’mal.” Sebagaimana kondisi kalian, maka seperti itulah pemimpin yang akan diangkat untuk mengatur kehidupan kalian.
(39:25) Kalau kehidupan kalian bagus, saleh, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memilihkan orang atau pemimpin yang saleh pula. Maka riwayat dari Ka’ab al-Akbar tadi, inna likulli zamanin malikan yabatuhullahu al nahwi qulubi ahlihi. Allah ee setiap zaman akan ada penguasa yang Allah utus sesuai dengan kondisi hati rakyatnya.
(40:01) Faidza arod shahahum baat alaihim musliha. Kalau Allah ingin memperbaiki hati-hati mereka, Allah akan utus pemimpin yang saleh yang akan memperbaiki kondisi mereka. Waidza arakahum ba alaihim mutro fihim. Kalau Allah ingin membinasakan mereka, Allah utus penguasa yang jahat kepada mereka.
(40:34) Berkata Imam Ibnu Qayyim rahimahullah kitab Miftahud Daris Sa’adah. Coba perhatikan kata beliau, watammal hikmatahu taala fi jaala mulukal ibad wa umarahum min jinsialihim kaahum fiulatihim wa mulukihim faqomu istaqomat mulukum wainaluat alaihim wain jaru jar mulukum mulumahum minal wilu biha alaihim. Kata Imam Ibnu Qayyim, “Perhatikan hikmah Allah dalam hal menjadikan para penguasa, para pemerintah, para pemimpin dari satu
(41:44) komunitas rakyat tergantung jenis amal dari rakyatnya. Bahkan seolah-olah amalan-amalan rakyat itu terefleksikan dalam bentuk karakter para pemimpinnya, para penguasanya. Kalau rakyatnya itu lurus, pemimpinnya akan lurus. Karena Allah yang akan memilihkan pemimpin yang lurus.
(42:19) Kalau rakyatnya menyimpang, pemimpinnya juga menyimpan. Kalau rakyatnya jahat kepada sesama rakyat lagi, pemimpinnya akan jahat kepada rakyatnya. Kalau rakyatnya saling tipu, saling membuat makar satu sama lain, pemimpinnya juga akan menipu rakyatnya, akan membuat makar kepada rakyatnya. Demikian juga apabila rakyatnya menahan tidak menunaikan hak-hak terus bakhil, tidak mau keluar zakat, infak, sodqah dan yang sejenisnya.
(43:07) Para penguasa juga akan menahan hak-hak mereka akan berbuat bakhil kepada rakyatnya. Jadi lihat pemimpin yang muncul di sebuah negeri cermin dari kondisi rakyat yang dipimpinnya. Karena itu maka setiap orang wajib berupaya melahirkan seorang pemimpin yang saleh dengan cara mensalehkan diri masing-masing. Seorang dai, saya enggak sebut nama dai ini, kalau disebut banyak yang tahu, mengatakan ucapannya ini benar.
(43:45) dikutip oleh para ulama ahlusunah, aqimu daulatal islami fi qulubikum satakum fi biladikum. Tegakkan kedaulatan Islam dalam masing-masing diri kalian. Islam akan tegak di persada negerimu. Tapi kalau Islam belum tegak dalam jiwa kita masing-masing, masih mengabaikan perintah, masih melanggar larangan, masih umpamanya menyimpang dari rambu-rambu syariat, masih berani berbuat dosa dan maksiat, masih saling tipu, saling men apa? berdusta kepada sesama warga, maka yakinilah pemimpinnya akan berbuat demikian pula kepada rakyatnya.
(44:46) Karena itulah maka salah satu di antara nasihat bagi para penguasa adalah mendoakan kebaikan bagi mereka dan tidak mendoakan keburukan. mendoakan keburukan kepada mereka menimbulkan madarat yang jauh lebih besar. Jangankan kepada penguasa, kita punya seorang kawan tapi membenci kita, memusuhi kita, memfitnah kita, apa yang harus kita lakukan? Apakah menghukum dia dengan tetap dalam kondisi bermusuhan atau merubah dia menjadi sahabat? Yang tadinya benci jadi cinta.
(45:38) Yang tadinya anti jadi simpati, yang tadinya kontra jadi pro, yang tadinya jauh menjadi dekat. dengan cara mendoakan, “Ya Allah berikan hidayah kepada rubah balikan hatinya.” Terus dia berubah lalu jadi sahabat. Mending mana? Mending tetap bermusuhan dan kita puas dengan penderitaan dia atau mending berubah menjadi sahabat? Kedua, mending berubah menjadi sahabat yang akan membuat kita tertopang dengan dia, tertolong, terbantu, tertemani, dan seterusnya daripada membiarkan dia tetap bermusuhan walaupun kita puas karena dia menderita. Itu bayangkan kalau seorang orang biasa.
(46:29) Bayangkan ini penguasa yang dampaknya kepada seluruh manusia di negara kita. Kalau umpamanya kita doakan keburukan lalu kena, celaka kek, mati kek atau gimana, bagaimana kondisi negara? Pasti bakal muncul masalah. Harus diadakan pemilu ulang. Ribut lagi pemilihan ulang.
(47:03) keos lagi, biaya lagi, saling mencela lagi, dan begitu muncul pemimpin yang baru, mungkin lebih buruk daripada sebelumnya, bukan lebih baik. Karena itulah maka di antara nasihat kepada penguasa doakan kebaikan dan jangan doakan keburukan. Jadi, ada beberapa poin nasihat kita kepada penguasa. pertama mentaati mereka dalam hal kebaikan. Kedua, tidak menyebarkan aib-aib mereka.
(47:38) Termasuk tidak mencela mereka. Mengumbar aib termasuk celaan. Ketiga, bersabar atas kezaliman mereka. Karena itulah tuntunan syariat. Yang keempatnya tadi mendoakan kebaikan bagi mereka. Dan yang kelimanya tidak mendoakan keburukan. Dan poin terakhir yang keenam yang tidak kalah pentingnya adalah tidak memberontak, tidak mengangkat senjata untuk memerangi mereka karena madaratnya jauh lebih besar daripada maslahatnya.
(48:23) Madaratnya apa? timbul peperangan walaupun umpamanya menang kita. Terus masalah berikutnya pemilihan pemimpin baru ribut lagi. Dan begitu muncul pemimpin baru belum tentu lebih baik daripada yang sebelumnya. Mungkin saja lebih jahat berontak lagi. Mau sampai kapan? Inilah keenam poin nasihat bagi para penguasa yang dijelaskan oleh para ulama seperti yang saya kutip tadi.
(49:03) Cukup sampai di sini saja dan kita masih punya sisa waktu untuk bertanya jawab. Seperti biasa khusus hari Jumat pertanyaan dikhususkan bagi pendengar dan pemirsa Radio Roja yang akan di pandu oleh Abu Lukman di radio studio radio Rojat Cilengsi dan kepadanya yatafadol masyuro majuro silakan. Jazakallahu khairan kami sampaikan kepada al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala yang telah membimbing kita di kajian sore hari ini langsung dari Kota Bandung, Jawa Barat.
(49:37) Dan berikutnya kita akan memasuki sesi tanya jawab. Anda dapat berpartisipasi dengan mengirimkan pertanyaan melalui pesan WhatsApp dan line telepon di nomor 0218236543. Baik, Ustaz. Kita angkat pertanyaan pertama dari Bapak Bastian di Jakarta. Pertanyaannya, Ustaz, apa yang harus rakyat lakukan jika ada seorang pemimpin daerah mengaku beragama Islam, akan tetapi terbukti melakukan perbuatan-perbuatan syirik? Terima kasih. Mohon nasihatnya, Ustaz. Jazakallahu khairan. Tafadol, Ustaz.
(50:19) Barakallahu fik. Bagaimana kalau pemimpin kita di level tertentu, daerah mungkin RT, RW, desa, camat, walikota atau bupati, gubernur, daerah kan sampai sana sampai gubernur ya. Di atas gubernur apa? menteri kemudian presiden. Kalau melakukan perbuatan syirik, umpamanya dia salat menyembah Allah, tapi juga menyembah kepada selain Allah.
(51:04) Menyembah kepada pohon, kepada tanah, kepada geroba, macam-macam. itu yang disebut dengan syirik atau musyrik. Apa yang harus kita lakukan? Seperti tadi nasihati kalau bisa ngomong langsung, langsung. Kalau tidak surati surat enggak sampai. Kalau sampai enggak dibaca, dibaca sama ajudannya enggak disampaikan.
(51:47) Atau katakanlah sampai dibaca apa yang dia lakukan? Membantah dengan versi dia berhujjah. Ingat orang musyrik ketika ditegur tentang perbuatan syiriknya punya hujah. Allah jelaskan dalam Al-Qur’an ngan hujahnya ngaco gitu. Wajahnya itu enggak benar, gampang difatahkannya. Tapi kan enggak dialog langsung. Kita ngomong nanti orang tersebut ya ngomong di media lain dengan efek yang jauh lebih besar daripada omongan kita. Didengar dan didukung oleh para pendukungnya.
(52:30) Apa yang harus kita lakukan? Ya, pertama ingatkan semampu kita dengan cara apapun. Kalau tidak doakan hidayah, doakan kebaikan. Ketiganya bersabar atas hal ini. Dan keempat ini yang lebih penting. Coba introspeksi. Kenapa Allah sampai mengangkat pemimpin musyrik tanpa menyadari bahwa dirinya itu musyrik? Merasa dirinya ibadah we syubhat ya.
(53:12) Itu disebabkan karena banyak rakyat di bawah kepemimpinan orang tersebut yang persis seperti dia mayoritas. Makanya ketika ada pemilihan menang yang milihnya ya sama akidahnya sama dia gitu. Dan ini indikator belum maksimalnya dakwah tauhid sehingga orang masih samar, masih kabur antara syirik dan tauhid. belum tahu mana syirik, mana tauhid, mana sunah, mana bidah, mana iman, mana kufur. Enggak tahu. Dan ini harus menyentil kesadaran kita.
(53:55) Dakwah kita belum menjangkau banyak kalangan. Padahal kalangan yang harus didakwahi itu pemilih potensial. Coba kalau rakyatnya mayoritas sudah tahu mana syirik, mana tauhid dan tidak boleh mengangkat pemimpin yang musyrik, yang kafir dan seterusnya, ada pemilihan pasti yang saleh yang dipilih.
(54:24) Inilah peran dakwah di dalam membentuk sebuah pemerintahan yang benar. Dakwah itu memegang peranan penting ya. Jadi yang harus kita lakukan dakwah kembangkan, bersabar, doakan kebaikan bagi pemimpin tersebut. Jangan didoakan keburukan dan tetaplah mentaati dalam ketetapan-ketetapan yang baik-baiknya saja. Wallahuam bisawab. Silakan lagi. Jazakallahu khairan Ustaz atas penjelasannya.
(55:04) Dan berikutnya kita angkat penanya melalui Line telepon di 0218236543. Kami persilakan. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Dengan siapa? Di mana Bapak? Iya, saya dengan Arifin Almaliki di Banten, Ustaz. Baik, silakan. Ee asalamualaikum, Ustaz. Waalaikumsalam.
(55:26) Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ini tentang kalimat, Ustaz. Tentang kalimat ee apa perbedaannya lafaz al-walad, algulam, attiflu sama asobi ustaz. Itu kan semuanya artinya anak kecil gitu ya. Terus bagaimana cara membedakannya, Ustaz? Ya. Iya, gitu aja. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
(55:55) Alwalad, alghulam, asobi gitu ya. Tayb. Apa bedanya? Alwalad itu artinya anak walaupun sudah dewasa. Sumpah fulan waladu fulan fulanun waladu fulanin. Si ful eh walad ee fulan waladu alan. Si fulan anak si alan. Walaupun si fulan ini sudah dewasa, sudah kakek-kakek umpamanya itu disebut dengan sebutan walad. Walad itu maknanya anak ya.
(56:36) Umpamanya saya punya anak sudah gede, sudah 30 tahun. Lalu saya kenalkan ke antum, “Hadza waladi, ini adalah anakku.” Kok anak tapi sudah gede? Eh, anak mah bisa aja gede ya. anak bagi seseorang. Yang pertama. Yang kedua, sabi. Kalau sobi balita anak kecil, bayi itu disebut dengan sebutan sobi yang masih kecil, yang masih bayi.
(57:16) Nah, adapun ghulam bermakna bisa bermakna remaja sampai pemuda. Nabi sallallahu alaihi wasallam punya anak tiri lalu makan tidak sesuai aturan lalu dinasihati ya ghulam wahai ghulam hai nak tapi ditujukan kepada remaja atau pemuda ya termasuk Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dibonceng oleh Nabi sallallahu alaihi wasallam lalu di berikan ilmu ya ghulam wahai ghulam maknanya nya hai Ujang bahasa kita hai enak tapi ditujukan kepada yang sudah dewasa atau sudah remaja. Ya, itulah perbedaan tiga ini.
(58:08) Walad, sabi, dan ghulam. Kadang ghulam ini diartikan juga hamba sahaya atau budak belian. Bisa ya? Jadi tergantung konteks kalimatnya. Itulah perbedaan tiga istilah. Walad, shobi, dan ghulam. Wallahuam bissawab. Silakan lagi. Baik, Ustaz. Kita akan bacakan kembali pertanyaan melalui pesan WhatsApp, Ustaz.
(58:42) Namun ada sedikit tambahan, Ustaz. Tadi disebut oleh penanya dari Banten, Attiflu, Ustaz. Baik, untuk pertanyaan berikutnya, Ustaz. ee terkait dengan bahasan kita ee sore hari ini, Ustaz. Ahsanallahu ilaikum dari Ali di Bandung dan sedang hadir kajian, Ustaz di ee ukhuwah. Pertanyaan, dalam hal taat dan mendengar pemimpin, sebatas mana ketaatan dan mendengarnya jika pemimpin yang sah adalah perempuan atau bahkan nonmuslim, Ustaz? Apakah tetap harus mendengar dan taat sebagai seorang muslim? Kemudian yang kedua, bagaimana sikap sebagian muslim yang menjaga lisan dan tangannya
(59:23) atas keburukan pemimpin, tapi ketika lengser malah mengumbar aibnya. Dan juga mohon doakan Ustaz, ponakan Anda yang telah hadir dua kali kajian di sini agar istikamah di tengah kesibukannya. Tafadol, Ustaz. Baik. Barakallahu fik. Ada dua pertanyaan. Pertanyaan pertama ini tidak terjadi setidaknya belum di negara kita atau pernah gitu ya.
(59:59) Itu kalau pemimpinnya itu pertama yang perempuan sudah pernah di beberapa kepala daerah ada ya yang perempuan, kementerian juga ada perempuan. Yang kedua bagaimana ini belum pernah terjadi di kita. Bagaimana kalau pemimpinnya itu nonmuslim, presiden umpamanya atau gubernur, walikota, bupati, camat sampai desa.
(1:00:33) Kecuali kalau pemimpin nonmuslim itu memimpin sebuah daerah yang mayoritas nonmuslim, itu enggak enggak jadi masalah. Nah, sekarang mayoritas muslim ini kan belum pernah terjadi di kita ya. karena belum pernah terjadi dan semoga tidak terjadi. Kita tidak akan bahas taat apa tidak. Nanti kalau itu mau terjadi pas pemilu ada calon yang nonmuslim baru kita minimalnya minta fatwa kepada para ulama ya.
(1:01:08) Nah, sekarang kalau umpamanya pemimpinnya wanita, apa yang harus kita lakukan? Sama dengan yang tadi. Dalam hal yang baiknya kita taati, dalam hal yang buruknya kita tidak taati. Tetap enam poin yang tadi kita lakukan. Taati dalam hal yang baik. Tahan diri kita dari mencela mengungkap aibnya, mendoakan kebaikan dan tidak mendoakan keburukan.
(1:01:42) Bersabar tidak boleh memberontak karena madaratnya jauh lebih besar lagi daripada maslahatnya. Ya. Jadi kalau suatu saat terjadi di suatu daerah atau bahkan secara nasional dipimpin oleh seorang perempuan, sama sikap kita seperti yang tadi. Kalau seorang pemimpinnya umpama fasik, umpamanya zalim dan seterusnya, tetaplah taat di dalam hal yang baiknya dan tidak taat dan tidak boleh mendukung kezalimannya, tetaplah menahan diri untuk mengungkap aibnya dan mendoakan kebaikan. Wallahuam.
(1:02:23) Silakan lagi. Jazakallahu khairan ustaz atas penjelasannya. Dan berikutnya kembali pertanyaan melalui pesan WhatsApp. Kita akan angkat kembali dari Abi Sabila di Tangerang. Pertanyaannya, Ustaz mohon penjelasan tentang surah Al-Maidah ayat 44 Ustaz yang mengatakan barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka itu orang kafir.
(1:02:53) Mohon pemahaman yang benar tentang ayat ini, Ustaz. Apakah kita termasuk kafir karena penguasa kita tidak berhukum dengan Al-Qur’an? Jazakallahu khairan. Tafadol Ustaz baik. Barakallahu fik. Ayat itu ada tiga, ujungnya yang berbeda. Ayat 45-nya, wam yahkum bima anzalallah faulaika humul kafirun.
(1:03:21) Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, dia kafir. Ayat berikutnya fasik dan zalim. Waman yakum bazallah faulaika humul fasiun. Ayat berikutnya, faulaika humudzolimun. Jadi awalnya sama, akhirnya berbeda. Siapa yang tidak menghukum dengan hukum Allah, pertama dia kafir, yang kedua dia fasik, yang ketiga dia zalim.
(1:03:52) Kenapa yang diambil hanya ayat yang pertama kafir? Kenapa tidak yang kedua atau yang ketiga itu fasik dan zalim? Dalam memahami ayat ini jangan dipahami oleh pikiran kita yang bodoh dari ilmu tafsir. Bongkar penjelasan para ulama tentang hal ini. Ketika menjelaskan masalah ini, ada sebuah buku disusun oleh Syekh Albani rahimahullah.
(1:04:27) Kemudian disyarah oleh dua orang, Syekh bin Bad dan Syekh Al-Utsimin rahimahumullahu taala jamian. Apa judulnya? Almakhraj minal fitan. Jalan keluar dari fitnah. Nah, salah satu fitnahnya ini salah dalam memahami ayat. Pertama, hu huruf man di dalam ayat tadi. Waman lam yahkum. Man ini siapa? Barang siapa. Siapa ini? Siapa? Apakah penguasa, rakyat atau semua? Jawabannya semua.
(1:05:12) Karena man adalah lafaz yang nakirah umum. Siapa sa bisa penguasa, bisa rakyat. Terus wam lam yahkum. Siapa yang menetapkan hukum-hukum di sini? Hukum apa? Apa khusus hukum pidana perdata atau politik atau berlaku dalam semua? Hukum dalam hal berbicara, bermuamalah itu ada hukum. Yang ketiga, faulaika humul kafirun.
(1:05:41) Kafir di sini kafir kecil atau kafir besar? Ini yang tiga hal ini yang disorot oleh para ulama. Pertama, man di sana umum ya penguasa ya juga rakyat. Kedua, hukum di sini bukan hanya hukum pidana perdata. Ketika berbicara ada hukum. Jujur, tidak boleh, dusta. Kalau orang berkata dusta, berarti dia tidak menerapkan hukum Allah dalam hal berbicara.
(1:06:09) Apa kafir atau umpamanya apa? ee orang mengurangi timbangan itu hukum Allah yang dilangar. Wailu lil mutoffifin ketika berdagang. Terus ada orang yang mengurangi timbangan kena ayat ini apakah kafir? Demikian juga hutang piutang hutang tapi enggak dibayar padahal mampu apa kafir itu hukum Allah harus ditetapkan.
(1:06:41) termasuk nah ketika penguasa zalim ada hukum Allah yang harus ditaati oleh rakyat di dalam menghadapi penguasa yang zalim tadi harus sabar walaupun mereka itu sangat zalim. Itu hukum Allah loh melisan rasulnya sallallahu alaihi wasallam. Kalau itu tidak ditetapkan pas penguasa zalim berontak, apa orang apa sih ini kafir? Itu yang jadi masalah. Yang kedua.
(1:07:08) Yang ketiga, kafir di sini kafir kecil apa besar? Sebab tidak semua lafaz kafir maknanya keluar dari Islam. Nabi sallallahu alaihi wasallam menyatakan, “La tarjiu ba’ kuffar yadribu ba’dukum ba’.” Jangan kalian kembali kepada kekafiran, yaitu sebagian kalian membunuh sebagian yang lain. Membunuh itu kata Nabi kufur.
(1:07:35) Sibabul muslim fisquun waqitaluhu kufrun. Mencela sesama muslim fasik dan membunuhnya adalah kafir. Apakah para pembunuh itu murtad keluar dari Islam? Kan gitu. Nah, ini dibeberkan oleh para ulama. Ibnu Abbas menyatakan kufur di sana kufrun duna kufrin. Kufur kecil tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Lalu para ulama merinci kenapa beda sebutan ada yang kufur, fasik atau zalim.
(1:08:08) Kalau orang penguasa tidak menerapkan hukum Allah dengan berkeyakinan hukum Allah ketinggalan zaman. Yang benar, yang bagus, hukum buatan manusia ini lebih baik daripada hukum Allah. Dia kafir, keluar dari Islam ya murtad. Karena mengap hukuman buatan manusia lebih baik dari hukuman hukum Allah. Itu yang pertama.
(1:08:38) Kedua, kalau orang tidak menerapkan hukum Allah, tapi menerapkan hukum manusia dengan iktikad hukum Allah ini tetap terbaik. Hukum perbuatan manusia enggak baik, tapi ini menguntungkan saya dengan hukum buatan manusia. Saya bisa menyuri tanpa terkena pidana begini. Tapi dengan keyakinan dosa saya. Saya harus tobat nih. Orang ini fasik tidak kafir karena masih meyakini hukum Allah terbaik.
(1:09:14) Orang ini kena wam yum bima anzallah faulaikumul fasquun. Ketika ada orang meyakini hukuman Allah terbaik tapi dia terapkan hukuman hukum manusia. Karena apa? Dengan berhukum dengan hukuman manusia dia bisa semena-mena merampas hak orang secara legal menurut hukuman manusia. Maka dia zalim. Waman yahkum bima anzalallah faulaika humimun. Tapi dia meyakini ini salah, ini dosa.
(1:09:46) Sama dengan orang yang melanggar larangan tapi meyakini haramnya larangan ini dan meyakini dirinya berdosa. Dia tidak kafir. Dia tetap muslim. Tapi muslim yang berdosa besar. Mungkin fasik, mungkin zalim. Seperti orang mencuri. Dia tahu mencuri itu haram dosa. Tapi kenapa dia lakukan? Karena hawa nafsu.
(1:10:10) Seperti orang mabuk, seperti orang yang berzina. itu sama mereka itu tahu bahwa itu dosa bakal diazab dan dirinya merasa ini keliru harus tobat tapi kenapa dia lakukan hawa nafsu sama dia fasik atau zalim tidak kafir tidak keluar dari Islam beda dengan mabuk di di ditegur lalu dia ini halal kok berzina lalu ditegur ini saya suka sama suka simbiosis mutualisme ibadah dong.
(1:10:47) Ah, itu bisa kafir itu karena tidak mengharamkan apa yang Allah haramkan. Mengap halal terhadap apa yang Allah haramkan bisa kufur. Ya, tapi kalau dirinya merasa berdusa, salah, ingin tobat, maka dia tetap muslim dan muslim dan tapi muslim yang fasik. Sama dengan penguasa tadi. Nah, sekarang gini. Kalau ada penguasa, dia tidak menerapkan hukum Allah, tapi ingin, tapi kalau dia terapkan sekarang, timbul pemberontakan, timbul kekacauan, dan dia tidak ingin itu terjadi. Itu lebih madarat.
(1:11:25) Makanya dia tetap terapkan hukum manusia dengan iktikad ini enggak sempurna. Ini pasti banyak kesalahan, kezaliman yang terbaik hukum Allah. sedikit-sedikit diperbaiki walaupun tidak berhasil sampai dia mati umpamanya. Maka orang ini orang saleh, tidak kafir, tidak fasik, tidak zalim. Dari mana kesalehannya? Dari apa yang pernah terjadi di zaman Nabi sallallahu alaihi wasallam. Kaisar Najasi di Habsyah.
(1:11:58) Dia memimpin negara yang mayoritas Nasrani. Lalu dia masuk Islam. Tapi dia menyembunyikan keislamannya. Karena kalau dia mengumumkan bisa terjadi kekacauan di negara. Kata Syekhul Islam Ibn Taimiyah, dia tidak salat, tidak saum Ramadan. Kenapa? Karena ketika waktu salat, waktu Ramadan selalu menerima delegasi tamu dari luar dari negara lain. Harus ikut makan, harus melewati waktu salat.
(1:12:32) Salatnya selalu diqada. Seperti itu. Ketika Raja Habsyah ini meninggal, Nabi masih hidup. Lalu beliau diberitahu oleh Allah tentang kematian raja ini. Beliau mengumumkan, matal yauma abdun shih. Pada hari ini seorang hamba yang saleh sudah mati. Dalam riwayat lain, matal yauma akukumh. Pada hari ini saudara kalian yang saleh telah mati dan tidak ada yang menyalatkan karena mayoritas kafir hanya satu dua orang.
(1:13:12) Tidak diurus secara Islam, tidak dimandikan seperti kaum muslimin, tidak disalatkan dan seterusnya. Akhirnya Nabi dan para sahabat menyalatkan secara gaib di Madinah. Nabi yang menyatakan dia seorang hamba yang saleh. Padahal dia penguasa tapi tidak berhukum dengan hukum Allah.
(1:13:39) Apakah orang ini kena dengan tiga ayat tadi? Waman yahkum bima anzalah faulaikum kafirunimun atau fasikun? Tidak. Nabi menyatakan ini saleh padahal tidak menerapkan hukum Allahu azza wa jalla. Kenapa dianggap saleh? Karena kondisi tidak memungkinkan menerapkan hukum Allah di kondisi seperti itu. Tapi dia bertekad pelan-pelan merubah tapi qadarullah masyafa’al ajal keburu menjemput sebelum keislamannya diumumkan sebagai penguasa.
(1:14:14) Ya, berdasarkan hal itu maka ayat waman lam yahkum bima anzalallah faulaika humul kafirun atau fasikun atau doimun. Jangan dipahami dengan keterbatasan ilmu kita. Pahami melalui penjelasan para ulama ahli tafsir dalam hal itu. Maka kita tidak akan bingung dan tidak akan salah paham dan tidak akan salah dalam menerapkan sehingga tidak berakibat nuduh kafir kepada orang yang sebenarnya tidak kafir. Ya. Wallahuam bissawab. Terakhir Abu Luqman ya. Silakan.
(1:14:55) Jazakallahu khairan ustaz atas penjelasannya. Dan pertanyaan terakhir kembali melalui pesan WhatsApp Ustaz dari hamba Allah. Mohon izin bertanya Ustaz kalau kerja di pelayaran dan berbulan-bulan di laut lepas Ustaz setiap hari Jumat tidak salat Jumat dengan alasan jumlah pegawai tidak sampai 40 yang muslim dan jauh dari masjid. Jadi tiap Jumat tidak salat Jumat, tapi salat zuhur saja.
(1:15:25) Bagaimana hukumnya, Ustaz? Sedangkan sudah 3 tahun berjalan. Mohon nasihatnya. Tafadol, Ustaz TB. Barakallahu fik. Pelayar berarti musafir ya walaupun sampai tahunan. Jadi sebagai musafir dia memiliki hak selama safarnya. Salah satu haknya adalah tidak wajib kena Jumat. Ada empat yang tidak terkena kewajiban salat Jumat.
(1:16:06) Al jumatu haqqun wajibun ala kulli muslim fi jamaatin illa arbaah. Hadis ini riwayat Imam Abu Daud dengan sanad yang hasan. Jumat itu hak dan wajib bagi setiap muslim secara berjamaah kecuali empat. Empat ini wanita, anak-anak, budak, dan musafir. Tapi bukan berarti tidak boleh jumatan. Boleh jumatan. Lalu jumatan itu apakah ikut ke yang mukim atau boleh mengadakan sendiri? Ulama ikhtilaf.
(1:16:39) Imam Syafi’i rahimahullahu taala tegas menyatakan musafir tidak boleh mengadakan jumatan, tidak boleh menjadi khatib dan imam pada waktu salat Jumat bagi jemaah yang mukim. Tapi dia boleh jumatan. Kalau ada orang mukim, dia boleh jumatan sebagai jemaah, sebagai makmum. Tidak boleh sebagai imam dan khatib.
(1:17:08) dan dia tidak boleh mengadakan jumatan sendiri. Imam-imam yang lain menyatakan boleh mengadakan jumatan serim. Bahkan boleh juga jadi khatib bila diizinkan atau diminta oleh yang mukim. Yang berpendapat seperti ini di Imam Abu Hanifah rahimahullahu taala. Karena itu kalau umpai berlayar sampai 3 tahun lalu datang waktu salat Jumat karena sebagai musafir dan tidak ada yang mukim maka tidak wajib mengadakan Jumat. Yang dia lakukan adalah zuhur.
(1:17:47) Boleh di ee sebaiknya di qasar dua rakaat ya. Boleh dijamak dengan asar boleh dua itu yang pertama. Kedua, boleh juga dia mengadakan jumatan dengan sesama muslim walaupun tidak sampai 40. Kurang dari 40 boleh sah. Surah Aljumuah ayat yang terakhir. Waid rojar lahwadu ilaihauka qoim qul maallahiir minall lahwi tijarah. Wallahuirin.
(1:18:26) Jadi ketika Nabi sallallahu alaihi wasallam sedang mengadakan Jumat dengan para sahabat, tiba-tiba datang pedagang dari Syam. Sebagian jemaah bubar menyambut para pedagang tersebut. Nah, turun ayat ini. Waau tijaratan lahwan infaiha. Ketika datang perniagaan mereka bubar memburu itu dan meninggalkanmu meninggalkanmu berdiri ketika khotbah. Tinggal tersisa 12 orang.
(1:19:06) Dengan 12 ini Nabi tetap menyelesaikan jumatannya. Ini menjadi dalil tidak harus 40. Boleh dengan 12 orang boleh. Terus batasannya gimana? Asal disebut berjamaah minimal dua orang. Satu imam, satu makmum. Disebut berjamaah. Tidak berjamaah. Aljumatu haqqun wajibun. secara berjamaah minimal dua orang boleh satu khatib satu pendengar sudah kemudian setelah itu salat ya dibolehkan membentuk jemah kalau umpamanya dikhawatirkan siapa yang melewatkan Jumat tiga kali Allah akan mengunci mati hatinya khawatir dengan ini silakan
(1:19:53) adakan jumatan dengan sesama muslim walaupun kurang dari 40 orang maka tidak apa-apa ya tapi Kalau toh mereka tidak mengadakan jumatan, maka itu hak mereka. Karena mereka statusnya sedang safar dan safar tidak terkena kewajiban Jumat walaupun boleh jumatan dengan bermakmum kepada yang mukim.
(1:20:20) Ya, wallahuam bissawab. Cukup sampai di sini. Insyaallah kita jumpa kembali di hari Jumat yang akan datang. Subhanakallah wabihamdik ashadu alla ilahailla ant. astagfiruka wa atubu ilaik walhamdulillahi rabbil alamin. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
(1:20:46) Kami ucapkan jazakallahu khairan kepada Al Ustaz Abu Haidar Asundawi hafidahullahu taala yang telah membimbing kita di kajian sore ini langsung dari Masjid Agung Al-Ukhuwah Kota Bandung, Jawa Barat. Dan kami ucapkan pula jazakumullahu khairan untuk Anda sahabat Roja di mana pun Anda berada. Semoga apa yang kita pelajari di kesempatan sore hari ini menjadi ilmu yang bermanfaat.
(1:21:10) Mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga Allah pertemukan kita kembali di kesempatan-kesempatan yang akan datang khususnya bersama Ustaz Abu Haidar Asundawi.


Kajian

pada

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *