Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, M.A. – Ada Apa Dengan Remaja

Gunakan Ctrl + F untuk mencari kata
Klik kata tersebut untuk menuju pada video YouTube

(6) [LIVE] Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, M.A. – Ada Apa Dengan Remaja – YouTube

Transcript:
(00:04) Kajian Islam ilmiah di Roja TV dan Radio Roja. Dahulu para salaf mereka merantau untuk mencari ilmu dan orang tua mereka tidak keberatan untuk melepasnya. Ya, tapi tentunya itu adalah proses setelah semua persiapan dilakukan oleh para orang tua sehingga orang tua yang sudah ya enggak berat kan begitu ya.
(00:27) Saksikanlah kajian Islam ilmiah di Roja TV dan Radio Roja. Simak Radio Roja Bogor 100.1 FM, Radio Roja Majalengka 93.1 FM, Radio Roja Palu 101,8 FM, dan Radio Roja Bandung 104.3 FM. Menar cahaya sunah. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah wasalatu wassalamu ala rasulillah nabina Muhammadin wa ala alihi wa ashabihi wan walah.
(01:18) Ashadu alla ilahaillallah wahdahu la syarikalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasul. Amma ba’du. Ikhwat al Islam aakumullah sahabat Raja di mana pun Anda berada. Alhamdulillah di kesempatan pagi hari ini di hari Selasa seperti biasa kita akan simak bersama kembali kajian ilmiah yang kami hadirkan secara langsung dari pembahasan rutin pembahasan parenting mengenai remaja yaitu yaitu yang diambil dari buku yang berjudul Ada apa Dengan Remaja disusun oleh Al Ustaz Husan Almidani hafidahullah dan disampaikan oleh beliau langsung langsung sebagai penulisnya di setiap hari Selasa pagi ini. Dan bagi Anda yang ingin bertanya seperti biasa
(01:51) setelah materi yang akan disampaikan silakan Anda bisa mengirimkan pertanyaan perihal pembahasan ini di layanan pesan WhatsApp di nomor 0218236543. Baik, kita akan simak bersama materi yang akan disampaikan. Kepada al ustaz kami persilakan. Fafad masykur. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(02:17) Inalhamdalillah nahmaduhu wa nastainuhu wafiruh wa naud nauzubillahi min sururi anfusina wasiati a’malina may yahdihillah fala mudillalah wam yudlil fala hadiyaalah ashadu alla ilahaillallah wahdahu la syarikalah wa ashadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh ya ayyuhalladzina amanu ittaqulah haqqo tuqatih wala tamutunna illa waum Rasulillah alaihi wasallam umuri muhdasatuha wa muhdasin bidah wa bidatin dolalah wa dolatin finar.
(03:01) Maairal muslimin wal muslimat, para pemirsa, sahabat raja yang dimuliakan Allah. Semoga Allah yang melimpahkan karunia dan rahmatnya kepada kita semua. Bahagia sekali pempatan pagi ini kita dapat bersua kembali melalui program kajian Islam ilmiah. Kita masih membahas buku Ada apa Dengan Remaja. Kita akan lanjutkan pembahasan kita ya menyangkut poin-poin yang harus dilakukan oleh ee orang tua atau pendidik dalam menyikapi perilaku negatif ee anak remaja. Ya. ee ada beberapa poin yang sudah kita ee bahas
(03:43) ya, lebih kurang ada 8 poin ya, kita akan lanjutkan pada kesempatan pagi ini. di antaranya adalah ini yang harus ditempuh oleh ee para pendidik ya, khususnya orang tua, guru, dan siapa saja ya, yaitu menempuh ataupun memakai cara-cara yang memberikan dampak atau impact yang positif dalam memperbaiki perilaku mereka. Ya, di sini contohnya adalah doa ya.
(04:17) ya itu jauh lebih bagus daripada kita melontarkan kata-kata yang ee isinya ee mungkin menyudutkan, merendahkan ataupun menghinakan ee mereka. Tentu kata-kata ini akan membekas di hati ya. Nah, itu akan buruk akibatnya ya. Ee apabila kata-kata dari orang tua itu ya ee menyakiti hati anak. ya ee mungkin boleh jadi ya anak akan membalas dengan hal yang serupa ya. Maka kadang-kadang orang tua mengeluhkan kedurhakaan anaknya.
(05:01) Tapi mungkin dia tidak sadar bahwa dialah yang mendesain semua itu. Orang tua yang mendesain semua itu sehingga ya karena salah didik ya sehingga jadi seperti itulah balasan yang diterima. Sebagaimana dikatakan barang siapa yang menabur angin dia yang akan menuai badai.
(05:26) Maka di sini ya sekali lagi kita katakan berulang kali kita tegaskan anak berbuat salah itu mungkin masih bisa dimaklumi ya dengan segala keterbatasannya. Tapi orang tua berbuat salah ini agak susah untuk dimaklumi. Bahkan bisa saya katakan tidak bisa dimaklumi karena mereka tentunya lebih berpengalaman ya mungkin lebih matang ya akalnya daripada anak-anak ini. Maka ya orang tua harus meminimalisir kesalahan ya.
(05:57) Kalau bisa jangan berbuat kesalahan ya karena itu sangat fatal akibatnya. mungkin kita yang akan menuai hasilnya nanti di kemudian hari ya. Maka ee di sini ya ya di dalam memperbaiki, meluruskan perilaku ee negatifnya atau menyimpangnya. Nah, ini perlu menggunakan atau menempuh cara-cara yang memberikan dampak yang positif seperti doa ya, kata-kata yang mengandung doa ya itu ya istilahnya sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui itu ya.
(06:35) Di samping kata-kata doa itu bisa meluluhkan hatinya, menjinakkan hatinya dan juga mudah-mudahan doa itu dikabulkan ya. Nah, dan tentunya itu yang kita harapkan ya. Maka ee ucapkanlah kata-kata yang mengandung doa-doa yang baik ya, bukan doa-doa yang buruk. Doa yang buruk seperti laknat ya dan sejenisnya ya atau doa-doa kutukan ya ee dan sejenisnya itu bukan itu yang dimaksud di sini ya.
(07:10) Doa yang positif tentunya mendoakan dia supaya mendapatkan ee kemudahan ilmu dari Allah Subhanahu wa taala. dibukakan hatinya untuk bisa menerima ee kebenaran ya, lunuk hatinya untuk condong kepada kebaikan ya. Nah, doa-doa positif seperti itu ya. Nah, demikian dan doa orang tua untuk anak itu luar biasa. Salah satu doa yang mustajab ya, doa orang tua untuk anak. Maka doakanlah mereka ya.
(07:38) ya ee hindari ya dan jauhi hentikan kata-kata yang buruk ya terhadap anak. Bagaimanapun mereka berbuat kesalahan ya, bagaimanapun mereka melakukan kekeliruan atau sesuatu yang tidak berkenan di hati kita ya. Maklumi ya kesalahan mereka, luruskan ya jangan menghadapinya ataupun menyikapinya dengan kemarahan ya.
(08:06) segala sesuatunya itu biasanya bermula dari kemarahan ya, ketidakmampuan untuk mengontrol emosi ini berbahaya ya. Nah, maka dari itu ya kita ee selalu katakan bahwa titik nol pendidikan itu ya mendidik anak tanpa amarah ya. Mendidik itu harus berangkat dari situ. Kadang-kadang itu yang gagal kita lakukan. Maunya itu kita marah saja ya. Nah, demikian. Padahal ya sebenarnya enggak ada masalah yang bisa selesai dengan marah.
(08:37) Kalaupun kelihatannya selesai, pasti akan ada dampaknya di kemudian hari. Ya. Nah, demikian. Apalagi kalau sampai ada hati yang terluka di situ. Karena kalau hati terluka itu susah sembuhnya ya. Kalau badan kita luka ya kita bisa obati ya mungkin cepat sembuhnya. Tapi kalau hati yang terluka ee itu susah sembuhnya.
(09:05) Maka hati-hatilah di dalam berkata, berujar, berucap ya, terutama dari pendidik, dari orang tua ya. Nah, demikian wallahuam bissawab ya. Dan ini jauh lebih baik ya daripada kita mengucapkan sumpah serapah atau kata-kata yang anfaidah atau kata-kata yang buruk bahkan atau yang lebih buruk lagi ya doa-doa ya keburukan terhadap anak atau mendoakan misalnya yang mengatakan nakal ya keras kepala ini itu kan begitu ya.
(09:38) Toh kata-kata itu tidak menyelesaikan masalah malah membuat luka di hati ya. Dan kita juga bertambah lama, bertambah temperamen. Jadinya terbiasa marah. Itu yang akan terjadi. Sehingga kita menjadi orang yang tidak ada santunnya nanti ya. Enggak ada santunnya ya. Nah, itu akan mempengaruhi cara berpikir seseorang. Orang yang suka marah itu enggak bisa berpikir jernih dan dia akan semakin lama semakin keruh.
(10:06) Kalau itu terus terjadi sampai di masa tuanya, ya jadilah seperti orang tua yang buruk mendapatkan masa tua yang buruk gitu. Dan kita kan enggak mau seperti itu ya. Kita ingin makin tua, makin berumur, makin santun, ya makin sabar. Harusnya kan seperti itu.
(10:26) Tapi kalau kita membiasakan marah, orang yang suka temperamental sampai tua, dia akan jadi seperti itu terus. Enggak akan berubah itu. Eah. Dia akan mendapati masa tua yang buruk. Lucunya nanti ya ketika dia tua dan suka marah-marah, enggak ada taring dan kekuatan dari marahnya. Dia jadi lelucon orang banyak nanti. Ya, bahkan orang-orang akan menjawuhnya.
(10:48) Siapa yang ngurus dia nanti di masa tua, anak-anak yang sudah dia sakiti hatinya, yang sudah dia perlakukan dengan buruk. Itu yang harus dipikirkan oleh para orang tua. Memang keinginan dari marah itu bag ee mungkin dianggap bagus ya ingin menasihati anak. Tapi kan menasihati anak bukan dengan cara marah-marah seperti itu kan ya. Sehingga keluarlah kata-kata yang enggak baik ya dari lisan kita yang kemudian ya ya syukur kalau kita menyadari itu salah. Yang paling parah adalah kita enggak menyadari itu satu kesalahan.
(11:22) banyak orang tua seperti itu ya. Nah, dan merasa benar selalu gitu ya. Ya, sehingga benarlah ungkapan itu. Maha benar orang tua dengan segala apa tingkah laku dan polahnya. Ini sangat buruk tentunya ya. Nah, di samping itu ini akan menutupi sisi positif pada anak. dengan kata-kata yang buruk ini, itu akan menutupi sisi positif anak yang muncul dari di dalam hatinya adalah kebencian, dendam, ya, permusuhan, sakit hati, ya.
(11:58) Nah, seperti itu ya. Simpel saja sebenarnya. Enggak ada satu orang pun di dunia ini yang mau dimarahi gitu. Yang suka dimarahi, senang dimarahi. Enggak ada. Enggak ada orang datang sama kita, “Fulan marahi saya, enggak.” Tapi fulan nasihati saya. Itu banyak mungkin orang seperti itu.
(12:21) Dia mau ya ee orang lain menasihatinya. Tapi enggak ada orang yang datang menemui orang lain kemudian berkata, “Fulan marahi saya.” Ya, enggak ada ya. Nah, itu pada dasarnya manusia enggak suka dimarahi. Ya, sama aja kita harus bisa berpikir dua arah, ya. Itulah kemampuan saling itu sangat penting itu ya. Karena kadang-kadang kita marah itu kan campur nafsu ya.
(12:46) Ya ingat ya marah itu campur nafsu. Ada bermain nafsu di situ. Nafsu ini ya amaratun bisu ya. Selalu mengajak manusia itu kepada keburukan. Ya. Nah. Ya, sisi yang paling gelapnya adalah ketika orang itu marah dan berbuat salah dengan marahnya, dia enggak merasa dia buat salah. Ini paling parah ini. Ini ya maaf ya kalau bisa dikatakan ini orang yang sudah ya kita katakan jatuh nilainya bahkan enggak ada nilainya lagi kalau seperti itu dan itu berat ya.
(13:25) Nah, maka supaya kita bisa berpikir jernih tahanlah emosi ya. Nah, demikian supaya kita tidak menyesalinya ya. Nah, jadi ya kita perlu memperbaiki perilaku anak. Anak itu harus tahu dia salah. Semua orang berbuat salah. Sangat salah orang yang merasa tidak pernah salah. Itu ya saya ulangi.
(13:49) Sangat salah orang yang merasa tidak pernah buat salah dan tidak mau minta maaf ya. Merasa dia benar terus dan enggak ada salahnya. ini menunjukkan kedangkalan bahkan ya kekerdilan otaknya ya kalau dia punya pandangan seperti itu. Ada orang yang selalu iya wajar setiap manusia pasti membela diri tapi minimal dia harus mengakui oh saya salah. Nah demikian juga ini harus ditanamkan kepada anak ketika dia buat salah ketika kita perlakukan dia dengan baik ya kan dia akan tertanam ya di dalam dirinya. ya, kesadaran atau menyadari kesalahan.
(14:30) Kemudian dia mau meminta maaf atas kesalahannya. Karena setiap orang berbuat salah. Parah ya didikan orang tua yang mendidik anaknya untuk selalu benar dan tidak pernah merasa salah. Ada juga orang tua seperti itu yang mendidik anaknya, ya kamu selalu benar, enggak ada salahnya. Selalu membela anak dengan cara yang negatif.
(14:52) Ini pendidikan yang sangat buruk. ya. Sehingga anak itu enggak ngerti dia buat salah dan tidak mau minta maaf, tidak mau menyadari kesalahannya. Ini akibat didikan orang tua juga ini ya. Nah, seperti itu ya. Anak juga harus tahu bahwa dia itu salah. Tapi bagaimana menumbuhkan kesadaran pada diri anak bahwa dia itu berbuat salah dan harus memperbaiki kesalahannya. Kalau kita menyikapinya dengan cara yang buruk.
(15:24) Ya, maka ya selamanya ya anak itu akan tumbuh menjadi anak yang enggak ngerti bahwasanya dia melakukan kesalahan, enggak ada salahnya. Selalu membela diri atas sesuatu yang kadang-kadang jelas merupakan kesalahannya. Ya enggak, manusia enggak bisa hidup seperti itu. Ini orang yang enggak bisa berpikir dua arah tentunya ya. Nah, demikian enggak akan ketemu dengan manusia.
(15:50) Manusia itu ketemu jika mereka punya sama-sama punya kemampuan saling. Kalau enggak, enggak bisa ketemu. Itu susah ketemunya ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab ya. Atau kata-kata yang dapat meningkatkan kepercayaan diri yaitu kita harus masuk dari sisi positif manusia ya. Nah, demikian. Manusia ada plus-minusnya pasti ya. Enggak ada manusia plus selalu enggak ada minusnya.
(16:20) Enggak ada itu siapapun dia ya, apapun status sosialnya ya. Yang paling tinggi Nabi ya, enggak ada yang lebih tinggi dari Nabi, tapi Nabi juga melakukan kesalahan. Iya. Jadi kemaksuman Nabi itu kita harus tahu maknanya apa. Yaitu mereka dapat bimbingan dari langit, dapat wahyu. Ketika mereka buat salah, turun wahyu menegurnya.
(16:47) Kita enggak dapat wahyu. Kita mengharapkan dan mengandalkan nasihat orang-orang yang ada di sekitar kita. Kalau mereka sayang sama kita, mau menasihati kita, ya. Kalau mereka cuek dan tidak peduli karena mungkin sikap kita juga yang suka mengabaikan dan menolak nasihat, ya sudah dari mana kita mengandalkan nasihat orang lain untuk meluruskan kita, untuk meminimalisir kesalahan kita. Enggak ada ya.
(17:22) Malah dengan cara seperti itu setan suka. ya sehingga orang seperti ini akan terus ya ee larut dalam kesalahannya itu tanpa ada orang yang mengoreksi orang juga sudah malas ya menasihatinya kenapa eh biasa dia kalau dinasihati ya seperti itu ya jadi orang juga malas untuk menasihatinya nah ini kondisi yang paling membahayakan sebenarnya ya ketika seorang itu enggak ada orang lain yang mau menasihatinya ya atau menjauhinya karena keburukan perilaku. punya ya.
(17:53) Wallahuam bawab. Maka jadilah kita orang yang santun dan mau mendengarkan nasihat. Alladina yastamiunal fayattabiuna ahsanah. Orang-orang yang mau mendengarkan nasihat dan mengikuti yang terbaik darinya. Nah, anak-anak kita juga harus kita bimbing untuk menjadi pribadi seperti itu ya. Dia mau mendengarkan nasihat dan mengikuti yang terbaik darinya.
(18:20) Bagaimana caranya? yaitu ee luruskanlah kesalahannya dengan cara yang baik, dengan nasihat yang baik, dengan cara yang hikmah, bijaksana, ya bukan dengan ee ya kita katakan kemarahan atau hal-hal yang negatif lainnya, ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Ya, itu akan membuat hati menjadi keras. Kalau hati sudah keras, susah. Manusia ingat, manusia itu enggak mau dipaksa siapapun orangnya.
(18:50) Pada dasarnya manusia itu enggak mau dipaksa. Hatta dipaksa mengaku salah aja enggak mau manusia itu. Tapi bagaimana cara melembutkan hati, menumbuhkan kesadaran sehingga ketika orang itu buat salah dia sadar? Itu yang terpenting. Bukan enggak berbuat salah. Enggak mungkin.
(19:09) Kesalahan yang terbesar adalah orang yang enggak pernah mengaku salah. Orang seperti ini pasti enggak mau minta maaf. itu ya. Kalau kita dapati ketemu orang yang susah kali minta maaf ya ini adalah kelanjutan dari ya sikap negatifnya yaitu tidak pernah merasa salah ya. Nah ini enggak akan ketemu dengan siapapun ini orang seperti ini ya. Enggak akan ketemu dengan siapapun nih orang seperti ini ya.
(19:36) Mungkin orang akan menjauhinya ya. Nah demikian. Wallahuam bissawab. Maka ini yang harus kita ya selalu tanamkan kepada anak-anak kita kan begitu ya sehingga ya mereka tumbuh menjadi pribadi yang ya baik ya dan manusia itu ada sisi positifnya dan itu yang harus terus di ee gali dan dikembangkan sehingga bisa menjadi orang yang kata Nabi khairun nas anfauhum linnas.
(20:04) Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia. Kita ingin anak-anak kita seperti itu. Tapi kalau kita terus memblow up sisi negatifnya, lalu bagaimana dia bisa menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain? Enggak akan bisa. Bahkan mungkin sebaliknya, orang anak-anak ini akan jadi beban bagi orang lain.
(20:24) Kenapa? Orang lain mungkin menjauhinya. Ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Nah, jadi ya ini perlu ya kita kerja sama dari para orang tua ya pendidik dan semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan anak tersebut ya. Wallahuam bissawab. Nah, berikutnya poin berikutnya yang ke-10 adalah ungkapkanlah ya ee mungkin ketidaksukaan ketidaksetujuan kita kepada anak itu menyangkut perilakunya bukan pribadinya ya. Artinya jangan kasih stigma nakal itu sifat ya.
(21:05) Pencuri itu sifat tapi kalau mencuri itu adalah perbuatan. Di sini yang kita soroti perbuatannya bukan pribadinya. Jangan menyerang pribadinya dengan mengatakan misalnya apalagi mengatakan kepada anak munafik misalnya atau nakal bandel keras kepala itu sifat seolah-olah itu melekat pada dirinya. Nah, ini enggak ada orang yang mau disifati seperti itu ya.
(21:29) Karena orang juga akan melihat saya ini enggak seburuk itu kan begitu ya. Ya pastilah ya. Nah demikian ya. Maka kalaupun kita menyoroti perilakunya, perilaku negatifnya maka soroti perbuatannya ya. Nah bukan misalnya kita mengatakan kepada anak ya jangan malas kan begitu ya. hindari sifat malas dengan kita katakan, “Ah, kamu anak pemalas.” Itu beda.
(21:59) Itu beda ya. Nah, maka soroti perilakunya ya, bukan pribadinya. Menyerang pribadinya apalagi ee sifat-sifat yang sangat-sangat negatif ya. Nah, itu kan ya kita katakan sangat buruk sekali begitu ya. itu keluar dari lisan orang tua begitu ya. Misalnya mengatakan kepada anaknya, “Wah, kamu munafik misalnya. Oh, kamu bandel.
(22:32) Oh, kamu pemalas. E kamu nakal gitu ya.” Itu kan langsung menyerang pribadinya itu. Ya, makanya kita hidup ini harus bisa berpikir dua arah. Kalau ada orang mengatakan seperti itu kepada kita, menyoroti pribadi kita, bukan perilaku kita, mungkin kita juga enggak akan terima. Tapi kalau orang mengkoreksi perilaku kita, mungkin kita akan berpikir, “Oh, iya ya, saya ini bukan pemalas, cuma saya juga ada sisi malasnya begitu ya.” Nah, orang itu mau berubah.
(23:03) Tapi kalau kita kasih kita ee kasih stigma yang buruk lalu kita sifati dia dengan sifat yang buruk, ini enggak baik ya. Nah, enggak ada orang yang mau disifati seperti itu. Tapi orang dikoreksi perbuatannya mungkin dia masih terima ya. Orang dikoreksi perbuatannya masih terima dia. Tapi orang diserang pribadinya enggak ada yang enggak ada yang terima. Ingat itu.
(23:31) Enggak ada yang terima ketika kita menyerang pribadinya. Kalau kita soroti perilakunya orang tuh masih berpikir, “Oh, iya memang namanya lupa manusia lupa kadang silap ya. Tapi kalau kita menyerang pribadinya itu lain cerita itu ya. Nah, itu seperti menabuh genderang perang terhadap orang tersebut.
(23:56) Nah, nah itu enggak enggak bisa ya dalam muamalah dengan manusia enggak bisa seperti itu ya. Nah, hatta kepada anak kita ya apalagi kepada orang lain ya. E ini kan anak kita sendiri, kita enggak boleh memperlakukan seperti itu ya. Apalagi kepada ee anak orang lain misalnya atau kepada orang lain itu ya sangat-sangat konyol gitu kalau itu kita lakukan gitu ya. Nah, demikian. Wallahuam bisawab ya.
(24:27) Nah, jadi ee ya seperti Nabi, Nabi juga mengkoreksi perbuatan anak-anak yang ada di zaman beliau. Anak-anak di zaman Nabi juga melakukan kesalahan. Ya, namanya anak identik dengan salah. Ini orang tua harus paham itu. Jangan kayak heboh, enggak karuan begitu ketika dilapori anak buat salah gitu ya. Ya, yang ada di kepala ada bagaimana mengatasinya begitu ya.
(24:58) Bukan ya menyikapinya dengan kehebohan yang enggak ada manfaatnya begitu, enggak ada faedahnya ya. Bahkan yang muncul dari orang tua itu perilaku negatif justru ya. Nah, demikian para pemirsa, sahabat raja yang dimuliakan Allah ya. Nah, demikian. Jadi ee sorotilah perilakunya ya, Nak. Kamu berbuat begini ya kalau bisa ya buatnya begini. Begitu.
(25:26) Seperti Nabi ketika Usama bin Zaid berbuat kesalahan di dalam peperangan, Nabi tidak menyoroti pribadi Zaid bin ee Usama bin Zaid sebagai seorang yang masih remaja. Kamu ee apa namanya? Gegaba. Enggak. Nabi menyoroti perilakunya dan berkata kepadanya, “Apakah kamu membunuhnya sesudah dia mengucapkan lailahaillallah? Bagaimana kamu berhadapan dengan lailahaillallahnya pada hari kiamat?” Coba lihat bagaimana Nabi menyoroti perilaku Usamah bin Zaid yang salah begitu ya. Sehingga Usama tidak merasa diserang pribadinya begitu ya.
(26:03) Nah, dan apa yang terjadi itu membekas pada Usama sehingga ia memperbaiki perilakunya. Hingga setelah itu Usama tidak pernah terlibat dalam pertumpahan darah sesama kaum muslimin. Coba perhatikan di sini bagaimana Nabi meluruskan kesalahan seorang remaja. Ya, seperti yang saya katakan ya, enggak ada ee orang yang enggak buat salah apalagi anak-anak dan termasuk remaja ya.
(26:35) Nah, tapi ya kadang-kadang cara orang tua melakukan pendekatan itu salah dan negatif ya. Nah, demikian. Wallahuam enggak ada sabarnya. Kadang-kadang enggak ada santunnya, enggak ada lembutnya, enggak ada hikmahnya. Yang ada apa? Kejahilan, kemarahan apa hasilnya? Ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Nah, demikian ya. Kemudian berikutnya yaitu jangan menyalahkan pribadinya meski kenyataannya mereka memang keliru.
(27:08) Dan ini yang penting juga beri mereka kesempatan untuk bicara mendengarkan ya. Ya. Setiap orang ada pembelaan diri ya dan harus diberikan hak itu. Nah supaya nyambung ada dialog gitu ya tidak monolog gitu ya. Ya, karena manusia kan dikasih kemampuan untuk berbicara itu kan salah satunya untuk membela diri ya untuk bisa mengungkapkan perasaannya ya.
(27:39) Nah, kasih hak itu kepada mereka ya supaya kita bisa mengajari mereka bagaimana bicara dengan santun itu ya. Kadang-kadang susah kalau anak itu disuruh diam terus ya. Dia baru mau bicara sedikit saja sudah dipatahkan sama orang tuanya. Diam, diam, diam, diam, diam. Ya, dia mungkin diam cuma mungkin dia enggak bisa bicara dengan baik nanti. Kita enggak tahu bagaimana adab bicaranya nanti.
(28:05) Ya kita kan perlu mengkoreksi juga ya. Nah, bagaimana cara berdialog yang baik? Karena ini bakal berhadapan dengan manusia dia harus diajari kan begitu bagaimana ya berbicara dua arah memahami lawan apa ee perkataan lawan bicaranya ya. Nah supaya dialog itu ya sehat gitu.
(28:35) Karena ada juga orang yang enggak enggak bisa dialog, enggak sehat, selalu satu arah saja dan arahnya selalu dia merasa benar terus gitu, enggak mau ketemu di tengah begitu. Ini orang ya ini menunjukkan kedangkalan otaknya sebenarnya, akalnya. Orang akan membaca seperti itu ya. Maka janganlah konyol di hadapan orang karena kita enggak bisa berdialog. Nah, anak-anak juga perlu kita kasih kesempatan bicara untuk apa? Agar kita bisa meluruskan kalau misalnya cara berkomunikasinya salah ya.
(29:06) Nah, demikian ya. Kemampuan otak itu harus di-upgrade, artinya harus dilatih ya. Kalau enggak ya akan terlihat kekonyolannya nanti ya. Nah, anak-anak perlu belajar berbicara, berdialog. Iya. ya. Dia harus dilatih, dibimbing, dituntun, diarahkan ya. Nah, demikian. Wallahuam bisa ya. Wajarlah namanya anak muda ya kadang-kadang lebih mengedepankan ya emosinya ya. Ya. Ya.
(29:37) Selaku orang tua yang sudah ee syarat pengalaman banyak makan asam garam, dia harusnya lebih santun ya. Nah, demikian. Tapi kadang-kadang ini diartikan sikap mengalemah. Enggak. Justru kekuatannya di situ gitu ya. Nabi santun, Nabi lemah lembut. Apakah itu lemah? Enggak. Justru di situlah kekuatan seseorang ya.
(30:02) Nah, bahkan kekasaran ya ee sikap ee gegaba itu kelemahan. Coba lihat orang yang kasar, keras ya, kemudian gegabah dalam berbicara, gimana hasilnya? Ya, itu justru kelemahannya ya. Dia sedang mempertontonkan kelemahan dirinya begitu ya. Wallahuam bisab. Jadi kenapa anak juga harus dikasih kesempatan berbicara supaya kita bisa menilai bagaimana cara dia berdialog dengan orang lain.
(30:42) Ya, mungkin ada yang keliru ya, yang enggak benar yang perlu kita contohkan ya. Nah, demikian ya. Kalau kita suruh dia diam, kemudian kita juga bicaranya penuh dengan emosi, nanti dia akan berdialog kepada orang lain juga seperti itu. Ya, mungkin kita enggak tahu gimana cara dia berdialog, ya. Nah, ketika dia berdialog dengan manusia seperti itu, bagaimana manusia akan menilai dirinya coba? Ya.
(31:05) Nah, demikian. Wallahuam bawab. Ya, berikutnya adalah berusaha untuk memiliki rasa saling percaya. Ah, ini poin yang penting sebenarnya ya. Rasa saling percaya antara kita dan anak remaja kita. Gimana ya menumbuhkan kepercayaan anak terhadap kata-kata kita sehingga kita tidak dianggap radio rusak begitu ya. Nah, demikian ya.
(31:36) Orang tidak ada orang yang tidak menginginkan kebaikan untuk anaknya. Cuma PR kita adalah bagaimana anak itu percaya sama kita ya, bahwa omongan kita itu adalah sesuatu yang penting baginya ya, tidak dianggapnya angin lalu. Lebih lagi ini ee next level-nya adalah ya bukan hanya dia menghargai perkataan kita, percaya perkataan kita, lebih dari itu dia bisa memahami maksud kita.
(32:06) Nah, ini poin dalam berdialog sebenarnya, yaitu bagaimana kita bisa memahami perkataan lawan bicara kita. Apa maksud dan tujuannya, ke mana arahnya. Ya, ada orang yang berdialog tapi sebenarnya satu arah aja dia ya. Dia kasih kesempatan orang bicara tapi dia enggak berusaha untuk memahaminya. Ya, istilahnya anjing menggonggong, kafilah berlalu. Begitulah prinsipnya ya. Ya, enggak peduli apa yang omongan orang, apa yang diomongin orang.
(32:32) Ya, dia hanya nunggu kesempatan dia bicara aja. begitu ya. Nah, ini kan bukan dialog juga namanya ya. Ada orang seperti itu, ada begitu memang dia kasih kesempatan lawan bicaranya untuk bicara cuma dia enggak pernah mau memahami gitu ya. Enggak pernah mau paham ya. Ya, masuk telinga kanan keluar telinga kiri begitu ya.
(32:51) Yang dia tunggu apa? Kesempatan dia bicara. Ya enggak begitu juga ya cara berdialog dengan orang lain ya. Kita harus punya kemampuan mendengar namanya. Untuk apa kita punya kemampuan mendengar? Supaya kita bisa memahami maksud orang. Ya, orang itu kan berbicara agar bisa dipahami maksudnya ya.
(33:18) Nah, bukan kita ya abaikan lalu kita anggap ya perkataannya itu angin lalu ya. Ya, seperti perkataan masuk telinga kanan keluar telinga kiri aja. Nah, ee ya enggak seperti itu. Mungkin orang lain berusaha untuk memahami perkataan kita. Sementara kita ya enggak berusaha untuk memahami perkataannya. Gimana bisa ketemu itu enggak akan ketemu itu seperti itu. Ya, dialog seperti itu.
(33:37) Nah, demikian ya. Jadi ya ee kita juga harus berusaha untuk memiliki rasa saling percaya antara kita dan anak kita ya. Dan rasa saling percaya ini mahal ya. Ya, kadang-kadang orang itu ada ngobrol berdialog tapi enggak ada rasa rasa saling percaya di antara mereka begitu ya. Nah, saling curiga aja begitu ya.
(34:02) Terserah orang mau ngomong dia mau ngomong apa ya nanti ya terserah saya ya mau ngomong apa begitu ya. Jadi enggak ada nyambungnya itu walaupun dialog itu ya. Nah kan dialog enggak seperti itu kan gitu ya. Demikian juga antara kita dan anak kita ya kan akan cair ya komunikasi itu apabila keduanya kedua belapia itu saling percaya gitu ya.
(34:23) Kayaknya enggak perlu kata-kata yang panjang-panjang gitu ya. Kalau sudah ada rasa saling percaya enggak usah ber apa namanya berkata-kata yang panjang gitu ya. Mungkin cukup dengan beberapa patah kata saja. Jawamiul kalim istilahnya ya. Itu anak sudah ngerti, kita juga sudah mengerti. Sama-sama saling mengerti.
(34:41) Karena ada dasarnya adalah saling percaya, bukan saling curiga. Kalau saling curiga orang ngomong kita masih mikir itu jangan-jangan maksudnya ini ee untuk mendiskreditkan saya, menyalahkan saya, menjatuhkan saya. Enggak ada saling rasa saling percaya bahwa ah saya curiga. Apakah dia punya maksud yang baik sama saya? Kalau ada itu dalam hati kan susah itu.
(35:09) Kita enggak akan berpikir lagi untuk memahami perkataannya. yang ada di yang menggelayut di pikiran kita adalah rasa curiga terus, negative thinking terus kan gitu. Ini apa maksudnya nih? Jangan-jangan ini, jangan-jangan ini. Itu gimana kita bisa saling paham itu ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab.
(35:33) Jadi tanamkan ya rasa saling percaya itu antara kita dan anak kita di dalam berdial. Apalagi ini remaja ya, remaja apalagi anaknya sudah dewasa ya. itu harus kita tanggapi, sikapi sebagai seorang yang dewasa ya. Nah, demikian. Nah, kita yang paling dewasa gitu ya. Jangan pula kita kekanak-kanakan gitu ya. Itu kacau itu kalau orang tua justru yang mempertontonkan kekonyolannya ya.
(35:58) Ya, apalagi di depannya ini anak yang remaja atau bahkan dewasa, pradewasa atau bahkan sudah dewasa ya. Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Nah, mungkin ya ee itu dulu ya ee materi kita pada kesempatan ee pagi ini. Mudah-mudahan di lain waktu kita bisa melanjutkannya ya.
(36:24) Masih berkaitan dengan bagaimana apa yang harus dilakukan oleh orang tua di dalam menyikapi ee perilaku-perilaku negatif ya pada anak. Wallahuam bawab. Iya. Alhamdulillah. Terima kasih banyak ustaz jazak khair atas materi yang telah disampaikan di pagi hari ini. Masih dari pembahasan lanjutan hanya menyikapi perilaku-perilaku ee negatif dari anak-anak kita yang mudah-mudahan ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua dan bisa kita ee praktikkan, kita bisa berbuat secara bijaksana bagaimana dalam menyikapi perilaku anak-anak kita.
(36:57) Baik, untuk selanjutnya kami buka sesi interaktif, sesi tanya jawab dan alhamdulillah sudah ada beberapa pertanyaan yang masuk di kesempatan pagi hari ini. Yang pertama kami ajukan Ustaz pertanyaan dari Nabri yang berada di Bekasi. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ya, Ustaz, anak kami usia 16 tahun dan masih di pondok.
(37:21) Untuk menghilangkan was-was dalam beristinja dan mandi berlama-lama di kamar mandi, bagaimana cara caranya Ustaz menghilangkan kebiasaan anak kami tersebut? Dan ee kami pun sering memarahinya katanya, Ustaz. Nah, iya iya iya seperti Ustaz. Iya. Sebenarnya enggak perlu dimarahi ya. Nah, itu kan perlu nasihat bukan perlu marah kita. Heeh. Iya.
(37:53) Yang pertama was-was seperti ini ya biasanya ini tidak dari lahir dia dapatkan seperti itu. Ya, mungkin ada dia dengar ya pengajaran yang salah. Se jadi. Iya, itu kemungkinan besar ya. Dia pernah mendengar satu pengajaran yang salah atau mungkin dia salah memahami pengajaran yang salah ya dari pengajarnya atau dia salah memahami ya. Bisa jadi dua itu ya. Maka ini yang perlu di ee terus diluruskan oleh orang tua.
(38:27) Memang ini penyakit ya. Heeh. Dia tumbuh begitu saja tanpa disadari oleh ya yang bersangkutan. Heeh. Banyak orang-orang bahkan orang dewasa yang sudah matang akalnya gitu ya, masih kena penyakit was-was seperti ini. Dan ini dari setan. Nabi sudah mengajarkan ya dengan misalnya melepeh tiga kali mengatakan amantu billah kemudian ee ee apa namanya menghentikan was-was ya.
(38:54) Was-was yang terbesar nih. Misal siapa yang menciptakan Allah kan gitu. Kadang-kadang muncul anak kecil juga kadang-kadang muncul pemikiran seperti itu ya. ee maka ya bertaawuz, berlindung kepada Allah dari gangguan setan itu yang dilakukan ya ee ketika ee kita dapat was-was, diajari doa-doa untuk supaya menghilangkan rasa was-was itu ya.
(39:20) Nah, ini perlu terus didampingi oleh pendidiknya ya. Ee ya penyakit ini bisa terus berlanjut sampai dewasa ya bahkan bisa makin mengkristal dia sehingga ya memang susah untuk disembuhkan. He ya. Ya. Positifnya ya mungkin ya kita dapat mendeteksi hal ini dari sejak dini ya sejak mungkin sejak awal ya banyak orang itu ya mungkin dari kecil dia sudah punya was-was seperti ini sampai dewasa kan begitu ya.
(39:54) Nah ketika dewasa sudah susah itu untuk bisa melenyapkan rasa was-was ini ya. Apalagi di dalam bab thaharah ya memang salah satu was-was setan ya itu di dalam bab thaaharah kan begitu ya. E sehingga ya itu mengganggu kewajiban ibadahnya yaitu salatnya ya. Nah demikian. Sehingga kadang-kadang orang itu lebih fokus kepada taharahnya sehingga salatnya berantakan gitu ya. Salatnya asal-asalan aja yang penting selesai begitu ya.
(40:21) Nah yang lama apa? Taharahnya. Sejam di kamar mandi, sejam di tempat wudu gitu ya. salatnya cuma 1 menit memang ini tipu daya setan ya. Ya. Ya. Harus di ee apa namanya? Diterapi ya supaya ee kita katakan penyakit ini bisa hilang dari hatinya. Ini penyakit hati ya yang menyerang hati was-was ini.
(40:47) Nah, nah itu tadi kemungkinannya ya dia dapat pengajaran yang salah atau dia salah memahami salah memahami ya dari pengajarnya atau pendidiknya ya. Nah, ini yang harus kita luruskan ya. Nah, demikian. Allahu Akbar. Berarti bukan ee suatu kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan, Ustaz, ya. Ini bisa, Azan. Salat bisa ya asal terus apa namanya ya, dilakukan secara intensif ya apa namanya ee pengajarannya ataupun penyembuhannya ya. Nah, demikian. Iya. Baik.
(41:19) Alhamdulillah ee demikian ya untuk Nabri yang berada di Bekasi semoga Allah mudahkan ya dalam ee menjadikan anaknya. Dan selanjutnya yang kedua kami ajukan kembali ada pertanyaan ee sebelumnya penanya mendoakan Ustaz beserta keluarga dan TV ya Ustaz anak saya 9 tahun alhamdulillah di e sekolah di pendidikan sunah tapi saat masuk SMA anak saya tidak mau ke pesantren. Sekolah sunah yang full day pun tidak tidak ada yang dekat.
(41:50) Akhirnya ee dia masuk ke sekolah umum. Nah, Ustaz, bagaimana caranya, Ustaz, agar dia mau mengamalkan ilmu yang pernah dia dapkan dapatkan di pendidikan sunah? Kita sudah memberi contoh dan teladan dan nasihat, tapi belum bisa menerima. Iya. Tapi sebelum menjawab pertanyaan ini tadi tentang was-was tadi ya, ya memang perlu dikasih suatu pemikiran gitu ya.
(42:14) Misalnya ya saya juga menghadapi orang yang punya penyakit was-was seperti ini. Contoh aja ini ya. Heeh. Saya katakan kepadanya, “Kamu berwudu ya di toilet berwudu hampir setengah jam.” Iya, setengah jam. Lalu kamu salat cuma 5 menit enggak sampai itu ya? Iya. Jadi dia dikasih pemikiran gitu ya.
(42:38) E bahwa dia banyak buang-buang waktu ya bukan pada esensinya ya. Ada hal-hal yang bukan esensinya kan begitu ya. Nah, ibadahnya sendiri dia enggak selama itu gitu. Tapi ya hal-hal lain kadang-kadang enggak karuan waktunya gitu. Dia buang-buang waktu di situ. Mungkin itu cara satu cara memberikan pemikiran kepadanya bahwa hal itu konyol, salah begitu ya. Dan itu tipu daya setan.
(43:02) Nah, itu yang harus kita masukkan ke dalam pikirannya begitu ya. Supaya dia ngerti ya. Seperti itu ya. Salah satu contoh cara mungkin ya supaya bisa memahami bahwa perbuatannya itu salah begitu. Nah, pertanyaan ini ya ini menarik juga ya itu ini real ya artinya seperti itu. Ini satu kenyataan ya bukan ee pertanyaan yang direkayasa atau pertanyaan yang apa namanya ee yang dikarang kan gitu enggak ada di dunia nyata ya seperti itu yang dihadapi kan oleh si penanya dengan anaknya ya.
(43:41) Ini bukan satu dua orang anak seperti ini ya. Banyak, banyak kan begitu ya, bukan satu dua orang banyak ya anak-anak ya sekarang ini apalagi ya seperti itu bukan anak ibu aja atau anak ini aja begitu anak-anak lain juga seperti itu. Jadi ini menunjukkan kepada kita, menegaskan kepada kita bahwa mendidik anak itu tidak semudah membalikkan telapak tangan ya.
(44:12) Karena yang kita hadapi itu adalah manusia yang hatinya bukan di antara dua jari kita. Bukan kita yang membolak-balikkan hatinya, tapi penciptanya ya. Nah, Allah Subhanahu wa taala. Nah, kita katakan pendidikan itu tugas yang paling berat itu adalah mengambil hati anak. Kalau kita sudah berhasil mengambil hatinya ya kita bisa dengan mudah mengarahkannya ya. Tapi kalau kita gagal mengambil hatinya ini semuanya akan menjadi sulit ya.
(44:43) Bahkan hal yang kadang-kadang kelihatannya mudah sulit. Itu kenapa? Karena kita tidak berhasil menaklukkan hatinya. Maka dari itu berulang kali kita tegaskan sekali lagi ya. Mendidik anak itu tanpa amarah. Karena itu akan susah kita akan menaklukkan hati orang yang ya apalagi sudah kita jadikan pelampiasan amarah kita ya.
(45:09) Nah, susah untuk bisa merebut dan apa nam menaklukkan hati manusia itu. Makanya ada ayat yang berbunyi la iqraha fiddin. Tidak ada paksaan dalam agama. Ya, itu diturunkan kepada ee para nabi ya dalam menjalankan misi dakwah mereka. Tidak ada paksaan dalam itu. Nabi ya, Nabi kepada manusia punya wewenang dari langit. Tapi Allah tetap mengatakan la iqraha fiddin.
(45:37) Apa artinya itu? Ya manusia memang enggak bisa dipaksa. Tapi bagaimana Nabi mengambil hati manusia? Seorang nabi dapat dukungan dari langit. Ya Allah bersamanya begitu ya. Tapi coba lihat Nabi tetap mengambil hati manusia begitu ya. Tidak memaksa mereka ya. Nah, ee wasasta alaihim bi musaitir. Ya, itu yang Allah katakan kepada nabinya.
(46:08) Seorang nabi ya yang punya mungkin punya kuasa yang gede ya, seorang nabi ya bisa berdoa dengan doa apapun kan begitu ya. Tapi Allah tidak beri kuasa untuk menguasai hati manusia. Maka tugas nabi itu ya mengambil hati manusia ya. mengambil hati manusia, menaklukkan hati-hati mereka dan tidak memaksa mereka. Itu para nabi dan rasul.
(46:33) Bagaimana pula kita ya bukan nabi dan bukan siapa-siapa juga. Maka ya ini tugas yang berat ya. Nah, terhadap anak-anak kita juga demikian ya. Bagaimana mengambil hati mereka sehingga kata-kata kita itu betul-betul sakti di depannya, di telinganya gitu ya. Ampuh gitu ya. dan betul-betul suatu hal yang apa ya luar biasa sesuatu yang berharga bagi mereka ya.
(47:07) Nah, kalau banyak orang tua yang mengeluhkan nasihat saya kayaknya enggak didengar masuk telinga kanan keluar telinga kiri kan gitu ya. Keluan-keluan orang tua l ya ya mungkin ya bukan kata-kata kita yang salah cuma kita yang gagal menaklukkan hatinya ya. Nah, itu pentingnya kita menjaga sikap perilaku kepada anak. Sekali kita buat silap itu kemunduran istilahnya ya, PR jadi menjadi PR yang numpuk bagi kita nanti ya begitu ya.
(47:32) Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Nah, seperti ini ya ee anak ya tidak mengikuti apa yang kita inginkan gitu ya. Inginnya kan ee orang tua e di jalur agama terus ya. karena anaknya dari kecil sudah pondok tiba-tiba ya banyak juga itu ya ee ketika akan kuliah maunya ke jurusan umum kan begitu ya.
(48:00) Nah, ya ini banyak faktornya sebenarnya enggak bisa kita bicarakan sesimpel sederhana pertanyaan itu. Ya mungkin orang tua enggak mengenali anaknya bakat talenta, potensi yang ada pada anak ya. Sehingga anak kadang-kadang juga enggak mau dipaksa-paksa orang tua ya. Yang kedua adalah ya mungkin orang tua selalu dadakan ya.
(48:22) Nah, sudah last minute, last time baru ngomong begitu ya. Baru diarahkan ya. Kalau kita ingin anak kita misalnya ke jalur agama misalnya kuliah di agama misalnya ya itu kan harus dipersiapkan pembicaraannya dari jauh hari begitu ya. Nah, kita ajak ngobrol dia, “Oh, Nak, kamu punya potensi begini, kamu bisa begini nih.” Gitu.
(48:45) itu bukan dadakan gitu ya, susah kalau dadakan gitu. Nah, mungkin ya orang tua yang jarang ngobrol dengan anaknya, orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anaknya, tiba-tiba ngomong sesuatu yang enggak yang enggak masuk di pikiran anak begitu ya. Enggak pernah dibicarakan juga sama orang tuanya. Tiba-tiba ada kesan memaksa begitu ya. Wah, kamu harus begini. Ini kemauan orang tua. Orang tua harus diikuti, ditaati.
(49:11) Ya, ya enggak sesimpel itu gitu ya. Orang itu mau mengikuti kata-kata kita walaupun kita orang tuanya. Ya. Nah, demikian ya kita harus pahami jugalah. Ingat tadi firman Allah la iqra fid tidak ada paksaan dalam agama. Dalam agama itu dalam apa? Dalam urusan surga neraka. Manusianya enggak bisa dipaksa gitu ya.
(49:31) Nah, demikian itu urusan surga neraka ya kan. Enggak ada kan yang lebih ya besar daripada urusan surga neraka. Tapi itu pun manusia enggak bisa dipaksa. Nah, demikian. Wallahuam bissawab. Jadi itu faktor-faktornya ya. Nah, ya saya yakin kalau itu dibicarakan kepada anak dari awal kan begitu ya.
(49:57) Nah, mungkin dia akan punya pikiran lain mungkin ya dia ada pertimbangan lain ya atau kita bisa mengenali potensinya sehingga kita dukung misalnya dan kita bimbing dia, kita tuntun dan kita arahkan ya kita proteksi dia kan begitu ya. Nah, demikian karena kita tahu bakat anak ini bagaimana dia bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi manusia.
(50:17) Khairun nas anfahum lin linnas dengan potensi-potensi yang ada pada dirinya kan begitu ya. Nah, kita harus melihat dari sisi itu juga begitu ya. Nah, bukan ya kadang-kadang orang tua tuh kan maunya selera dia aja kan gitu ya. Selera saya maunya anak saya gini gitu tanpa melihat anaknya gimana begitu ya. Ada orang tu yang ngotot anaknya jadi ustaz sementara kemampuan verbalnya itu payah. Nah, anak ini enggak mau kan begitu ya.
(50:37) Dia pilih jalur yang mungkin sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Orang tua tidak mengenali ini kan enggak ketemu nanti ya. Nah, demikian ya. Ee dipaksa pun akan mungkin hasilnya juga enggak enggak baik, enggak maksimal ya. Wallahuam ba.
(50:55) Ya, mungkin sampai di sini dulu pertemuan kita ya pada kesempatan pagi ini. Mudah-mudahan bermanfaat lebih dan kurang saya mohon maaf. astagfirullahumil muslimin infurahim. Baik, alhamdulillah terima kasih banyak Ustaz jazak khair atas waktu yang telah diluangkan dan ilmu yang telah disampaikan dari bahasan ee remaja ya diambil dari buka dapat dengan remaja yaitu menyikapi perilaku negatif dari anak-anak yang kita bisa mudah-mudahan bisa berbuat bijak terhadap perilaku anak-anak kita dan mudah-mudahan Allah berikan atau karuniakan anak kita anak-ak yang saleh dan shah. Dan ini juga banyak pertanyaan yang tidak sempat
(51:33) kami ajukan karena keterbatasan waktu yang ada karena Ustaz hendak melakukan aktivitas yang lainnya di kesempatan hari ini. Dan insyaallah mudah-mudahan di kesempatan yang akan datang kita bisa melanjutkan pembahasan yang bermanfaat ini. Demikian kami undur diri, mohon maaf apabila ada kesalahan. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(52:03) Roja TV, saluran tilawah Alquran dan kajian Islam.


Kajian

pada

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *